Sumarwi, PPA Nirmala
GULUK-GULUK—Rabu malam (8/4) kemarin santri Nirmala nonton bareng film Laskar Pelangi. Kegiatan ini diadakan oleh Perpustakaan PPA Nirmala yang bertempat di Mushalla Nirmala lantai dua. Acara nonton bareng ini dihadiri oleh seluruh santriwan dan sebagian santri putri tingkat menengah atas yaitu kelas I, II, dan III menengah atas. Dalam kesempatan tersebut juga hadir Kiai Faizi, salah seorang seniman asli Annuqayah.
Acara ini berlangsung cukup meriah. Sebelum acara, santri tampak sedikit gaduh karena mereka tak sabar menunggu pemutaran film dimulai. Saat itu panitia masih menunggu Kiai Faizi. Saat Kiai Faizi datang, para santri semuanya tenang. Tak ada suara. Pandangan santri semua tertuju pada kiai muda yang duduk di depan itu.
Dalam sambutannya, Kiai Faizi menuturkan bahwa film Laskar Pelangi yang teksnya ditulis Andrea Hirata ini bukanlah sebuah novel, melainkan sebuah memoar yang kemudian dibuatkan alur. Karya ini puncaknya meledak di pasaran pada tahun 2007-2008. Andrea Hirata yang semula tidak dikenal di dunia kepenulisan, sekarang menjadi terkenal lewat karyanya tersebut dan juga cukup berpengaruh. Setting film ini di Belitong, yaitu sebuah pulau yang kaya dengan tambang timahnya. Akan tetapi, anehnya, pulau sekaya Belitong ini masih mempunyai sekolah reyot yang hanya berbentuk sebuah kandang yang hampir roboh. Tapi semangat yang dimiliki oleh anak-anak SD Muhammadiyah ini mampu mempertahankan sekolah islam satu-satunya di Belitong ini.
”Satu catatan penting yang perlu diperhatikan dari film ini dan barang kali bisa diambil hikmah oleh kita semua, yaitu di mana pun kita belajar, kita harus mempunyai semangat yang tinggi mengejar cita-cita yang kita miliki, walaupun fasilitas yang diberikan sangat sederhana,” tuturnya.
”Ibu Mus dalam cerita tersebut memang benar-benar ada, bukan karangan belaka demi indahnya sebuah film. Bulan November lalu saya ketemu dengan Ibu Muslimah di Jakarta,” tambahnya.
Munaji, ketua pengurus Perpustakaan Nirmala, mengatakan bahwa tujuan dari pemutaran film ini, pertama, karena banyak santri yang sangat penasaran sekali dengan film ini. Kedua, agar para santri dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari film ini. ”Saya berharap santri tidak kecewa dengan fasilitas yang kami berikan sebab mereka harus rela duduk berdesak-desakan. Tapi rupanya mereka semua menikmati dengan senang hati,” ungkapnya.
Pada saat film hampir berakhir ada sebagian santri putri yang tak tahan menahan tetes air matanya karena haru, yakni ketika Lintang, anak pesisir super cerdas itu, mengucapkan salam perpisahan pada teman-temannya di halaman sekolah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar