Sabtu, Januari 11, 2014

Dalfis Selenggarakan Ujian Semester I



A. Munawwir, PPA Latee

Guluk-Guluk—Darullughah al-‘Arabiyyah wal Fiqh as-Salafi (Dalfis), kompleks bahasa Arab di PP Annuqayah Latee, telah mengadakan salah satu kegiatannya, ujian semester I. Kegiatan yang berlangsung mulai tanggal 28 Desember 2013 sampai 3 Januari 2014 ini banyak memakan tenaga pengurus Dalfis, lebih-lebih pengurus departemen pendidikan dan pengajaran (qism at-Tarbiyah wa at-Ta’lim).

“Ujian semester I ini banyak menyita tenaga, karena kami masih disibukkan dengan tugas kuliah dan sekolah, serta pengumpulan soal dari semua mu’allimin,” tegas A. Munawwir, koordinator departemen ini.

Namun demikian, semua pengurus tidak pernah letih untuk mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya. Dengan semangat pengabdian dan do’a kepada Allah, semuanya berjalan sesuai dengan harapan tanpa ada rintangan.

Materi yang diujikan adalah al-Qawaid al-‘Arabiyah, Muhadatsah (hanya untuk tingkat I’dadi dan Mubtadi’), Qira’atul Kitab at-Turatsi, Muthala’ah (hanya untuk tingkat Mutawassith dan Mutaqaddim), dan Istima’. Meski terbilang sedikit, 5 materi ini mendapat tempat strategis di hati para santri, sehingga mereka benar-benar belajar untuk menghadapi ujian semester I.

“Para santri sangat antusias untuk mengikuti ujian semester I ini. Seringkali kami melihat mereka belajar sampai larut malam di teras Dalfis,” ujar Musyfiqur Rahman, ketua tanfidzi Dalfis periode 2013/2014.

Untuk ujian semester I kali ini, ada dua format materi ujian yang berubah, yaitu materi Qira’atul Kitab at-Turatsi dan Muthala’ah untuk tingkat Mutaqaddim. Biasanya format ujian Muthala’ah adalah dengan tes tulis. Tapi untuk ujian kali ini, format yang diterapkan adalah dengan cara ujian lisan. Mereka dipanggil satu persatu untuk mempresentasikan satu tema yang sudah ditentukan di depan audien yang jumlahnya kira-kira mencapai 10 orang dengan menggunakan mikrofon. Dalam hal ini, mereka diberikan waktu untuk presentasi kurang lebih 5 menit. Format yang baru ini menurut Ustadz Sudarmin Hamzah, S.Th.I., sebagai pengajar Muthala’ah sekaligus penguji di tingkat Mutaqaddim, akan lebih baik ketimbang sebelumnya, sebab mereka akan selalu termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh.

Tidak mau kalah dengan format ujian materi Muthala’ah, materi Qira’atul Kitab at-Turatsi yang dibimbing oleh Ustadz Faishal Khair, S.Ud. ini berlangsung kurang lebih 4 malam. Biasanya, format ujian materi ini hanya membutuhkan satu malam saja. Santri yang mengikutinya akan dipanggil satu persatu oleh penguji ke dalam ruangan tertutup untuk diuji kemampuannya. Ujian ini meliputi membaca, memberi pemahaman, dan menjawab pertanyaan dari penguji, baik berupa persoalan ilmu morfologi, nahwu, maupun memecahkan permasalahan yang bersifat praktis.

Lebih dari itu, ujian Qira’atul Kitab at-Turatsi untuk santri Mutaqaddim kali ini diletakkan di ruang terbuka, serambi Dalfis. Tiap malamnya ada dua santri Mutaqaddim yang wajib membaca kitab Khashaisu al-Ummah al-Muhammadiyyah karangan Sayyid Muhammad bin ‘Alawi bin Abbas al-Maliki al-Makki al-Hasani di depan semua santri dan pengurus. 

Sebenarnya, format ujian Qira’atul Kitab at-Turatsi seperti ini terinspirasi dari pesantren salaf, begitulah penjelasan Ustadz Faishal Khair, S.Ud. ketika memberikan maw‘izhah hasanah di serambi Dalfis. Di samping itu, lanjutnya, santri akan merasa tertantang karena mereka harus berhadapan langsung dengan semua santri dan pengurus.

Jumat, Januari 10, 2014

MA Tahfidh Kembali Hidupkan Tradisi Bahtsul Masail



Taufiqurrahman, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Selasa (07/01) lalu, suasana kelas XII MA Tahfidh Annuqayah tampak berbeda. Mulai dari jam kedua sampai jam ketiga, kegiatan belajar-mengajar di kelas ini diganti dengan kegiatan Bahtsul Masail. Kelas XII yang terdiri dari dua kelas paralel, A dan B, digabung dalam satu ruangan untuk mengikuti kegiatan Bahtsul Masail tersebut.

Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 10:00 WIB itu memang sudah direncanakan satu minggu sebelumnya oleh K. Hesbullah, M.Pd.I, Waka Kurikulum yang sekaligus guru pengajar materi Fiqh.

“Seminggu yang lalu, K. Hesbullah sudah menyampaikan kepada teman-teman di kelas bahwa pada hari ini khusus untuk kelas XII akan diadakan Bahtsul Masail,” ungkap Moh. Mizan Asrori, salah satu siswa kelas XII A.

Mendengar rencana itu, seluruh siswa kelas XII mempersiapkan diri untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan tersebut. Waktu selama satu minggu mereka gunakan untuk mempelajari kitab-kitab fiqh klasik dalam rangka mencari jawaban terhadap persoalan yang akan dibahas.

“Selain itu, K. Hesbul juga menyampaikan pokok permasalahan yang akan dibahas pada forum Bahtsul Masail kali ini sehingga saya dan teman-teman yang lain dapat mencari keterangan dari para ulama tentang persoalan itu dalam kitab-kitab fiqh semampu kami,” aku Moh. Mizan seusai mengikuti kegiatan Bahtsul Masail tersebut.

Persoalan yang dibahas dalam Bahtsul Masail tersebut adalah masalah-masalah aktual yang memang terjadi di masyarakat dan membutuhkan kejelasan tentang status hukumnya menurut perspektif hukum Islam. Persoalan tersebut adalah kawin lari, menulis ayat al-Qur’an dalam keadaan ‘hadats kecil’, dan yang terakhir salam lintas agama, seperti mengucapkan “Selamat Natal”.

Menurut kepala MA Tahfidh Drs. K.H. M. Syafi’ie Anshari, kegiatan Bahtsul Masail sebenarnya merupakan tradisi ilmiah yang mulai sejak dahulu memang dikembangkan di lingkungan MA Tahfidh. Namun, karena beberapa hal, beberapa tahun terakhir ini sempat tidak terlaksana.

“Dan pada tahun ini kami ingin menghidupkan kembali tradisi yang sempat ‘mati’ itu,” ungkap beliau saat diwawancarai di kantor sekolah.

Selain itu, Bahtsul Masail juga masuk dalam rancangan kurikulum sekolah yang berbasis keagamaan tersebut. Hal itu disampaikan oleh K. Hesbul sebagai Waka Kurikulum MA Tahfidh.

“Kegiatan Bahtsul Masail ini sebenarnya merupakan amanat kurikulum MA Tahfidh yang semestinya dilaksanakan minimal tiga kali dalam satu semester,” akunya saat ditanya oleh kami seusai kegiatan itu berlangsung.

Dengan kegiatan Bahtsul Masail ini, MA Tahfidh bermaksud untuk mendidik siswa-siwanya agar bisa menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat yang menyangkut dengan masalah agama.

“Karena MA Tahfidh ini adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Annuqayah dengan program khusus keagamaan, maka kegiatan semacam Bahtsul Masail ini penting untuk dimasukkan dalam kurikulum dengan tujuan agar para siswa nantinya bisa menjawab persoalan-persoalan keagamaan yang terjadi masyarakat akar rumput,”ungkap Waka Kesiswaan K.H. Dauri, S.Ag.

“Dan hal ini juga sesuai dengan keberadaan pesantren yang lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat,” imbuhnya.

Selain itu, guru yang berasal dari Kecamatan Lenteng itu berharap agar kegiatan Bahtsul Masail juga dilaksanakan pondok pesantren daerah yang berada di bawah naungan Annuqayah, agar santri-santri Annuqayah bisa siap pakai ketika pulang ke rumahnya masing-masing dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakatnya.