Jumat, Mei 29, 2009

Final Liga Champion Eropa, Santri Banyak Taruhan

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Final Liga Champion Eropa (UEFA Champions League) telah berlangsung Kamis (28/5) dini hari kemarin, mempertemukan dua kilub raksasa Eropa, yakni antara Manchester United (Inggris) versus Barcelona (Spanyol). Hasil akhir dari final turnamen bergengsi itu, Barcelona menang 2-0 atas Manchester United dengan gol persembahan Samuel Eto’o (10') dan Lionel Messi (70').
Ada kisah suka dan duka dari hasil akhir final tersebut. Kisah sedih harus dialami para fans Red Devil (julukan Manchester United) di seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali fans yang ada di PPA Lubangsa. Bukan hanya sedih, mereka yang gibol (gila bola) juga harus menanggung hal lain. Apa itu?
Ya! Mereka harus menanggung rugi akibat kekalahan klub idamannya. Sebelum kick off final Liga Champion, santri Lubangsa banyak yang taruhan. Taruhan yang paling banyak berbentuk traktiran makan. Siapa yang kalah, ia yang mentraktir. Begitulah kesepakatan di antara mereka.
“Saya dan teman saya sudah sepakat untuk saling traktiran makan. Siapa jagoannya yang kalah, dia yang harus mentraktir. Dan jagoan saya kalah. Jadi saya yang harus mentraktir selama tiga hari,” ungkap Rudi—bukan nama sebenarnya—yang sepakat sehari mentraktir temannya tiga kali di kantin belakang MA 1 Annuqayah Putra.
Ia mengungkapkan, bukan hanya ia yang taruhan seperti itu. Banyak teman-temannya yang juga melakukannya. Dan bentuknya juga sama, yakni traktiran. Ia membantah bahwa yang dilakukannnya termasuk judi.
“Bagi saya, ini bukan termasuk judi. Sebab, kami sudah saling ikhlas dengan apa yang sudah terjadi. Kalau judi, itu kan biasanya berbentuk uang ataupun barang. Tapi, yang saya dan teman-teman lakukan ini bukan termasuk dari kedua itu. Sekali lagi hanya traktiran,” ungkap Jono—nama samaran—yang sekarang sudah menginjak kelas XI MA 1 Annuqayah Putra.
Selain traktiran, masih banyak lagi bentuk taruhan yang lain. Dari yang bentuknya saling memukul siapa yang menang, sampai juga taruhan uang. Namun, bentuk yang teakhir ini terstruktur secara rapi dan tersembunyi.
“Kalau yang judi seperti itu sebenarnya ada. Tapi, saya tak bisa mengatakannya. Memang, itu betul-betul nyata. Dan nominalnya berkisar sekitar Rp. 5.000,- s/d Rp. 20.000,-, bahkan lebih,” tambah Jono lagi.
Efek dari final yang berlangsung di Roma Italia tersebut bukan hanya sebagai ajang taruhan judi. Banyak juga santri yang melanggar atau pulang dengan berpamitan seperti biasa, hanya untuk menonton pertandingan tersebut.

Kamis, Mei 28, 2009

Semarak Lomba Akhir Sanah Diakhiri dengan Pentas Seni


Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Rentetan lomba Semarak Lomba Akhir Sanah Darul Lughah telah selesai Senin malam (25/5) kemarin. Pada malam terakhir Semarak Lomba Akhir Sanah tersebut, pengurus Darul Lughah Latee mengakhiri rentetan lomba dengan pentas seni bahasa Arab yang diisi dengan penampilan drama bahasa Arab, baca puisi bahasa Arab, dan penampilan lain yang bernuansa seni.
“Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda pada santri PPA Latee umumnya dan santri Darul Lughah khususnya. Kami ingin memberitahu para santri bahwa bahasa Arab tidak hanya fokus pada bahasa kitabiyah saja, tapi juga pada bahasa hiburan dan seni pun ada di dalam bahasa Arab,” papar Suryadi Aziz, ketua Pantia Semarak Lomba Akhir Sanah. Dia menjelaskan bahwa malam itu bukanlah malam puncak Semarak Lomba Akhir Sanah tapi hanya malam terakhir lombanya saja. “Kalau malam puncak insya Allah akan kami laksanakan berbarengan dengan malam akhir sanah sekaligus penyerahan raport santri yang dilaksanakan 28 Juni nanti,” lanjut Suryadi.
Karena acara itu memang sangat berbeda dan menjadi sesuatu yang baru bagi santri, maka pada malam itu halaman Darul Lughah yang menjadi panggung utama pentas seni dipenuhi oleh santri, lebih-lebih santri luar Darul Lughah yang ingin tahu tentang pentas seni bahasa Arab. “Menarik sekali. Saya tidak menyangka kalau bahasa Arab bisa seperti ini juga (pentas seni, red). Benar-benar berbeda dari apa yang sangka sebelumnya,” cetus Affan Hari, santri PPA Latee yang ikut menyaksikan pentas seni tersebut.
Sedang dari santri Darul Lughah pun juga ikut bergembira dengan adanya pentas seni ini. Seperti yang dikatakan oleh Harirurrahman, dia mengatakan bahwa dia sangat gembira dengan adanya pentas seni itu. “Malam ini menjadi buat saya dan teman-teman saya untuk menampilkan bakat seni kami, dan juga saatnya bagi kami untuk menikmati apa yang telah pengurus Darul Lughah berikan pada kami. Karena hal seperti ini sangat jarang dilaksanakan,” ungkap Harir.
Dengan hadirnya penonton yang begitu membeludak, Febriansyah selaku penanggung jawab acara pentas seni tersebut merasa senang. “Ini membuktikan bahwa jerih payah kami para panitia tidak sia-sia,” kata Febri.

Pembekalan Pragraduasi Trisiska Nirmala Ditutup oleh K.H. M. Afif Hasan

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Selasa malam (26/5) kemarin, acara kegiatan pembekalan pragraduasi santri siswa kelas akhir (trisiska) PPA Nirmala resmi ditutup oleh pengasuh utama Nirmala, K.H. M. Afif Hasan dengan pembacaan “Hamdalah” pada pukul 21.37 WIB di mushalla lantai II. Pada kesempatan tersebut, hadir Asnawi Susanto, S.Ag., fasilitator acara ini dan juga seluruh panitia kegiatan ini.
Kegiatan yang berlangsung selama seminggu yaitu sejak tanggal 20 sampai 26 Mei kemarin dikemas dengan sangat sederhana sekali, diikuti oleh 29 peserta putra. Amrullah (20) adalah salah satu peserta dari luar komplek Nirmala, yakni dari Latee. Pelaksanaan pembekalan pragraduasi trisiska kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Putra-putri tidak lagi digabung. Namun, perbedaan itu sama sekali tidak mengurangi kemeriahan dan kesuksesan acara ini. Bahkan A. Fadali, ketua pengurus Nirmala, menilai acara pembekalan kali ini lebih bagus dan efektif.
Subaidi, ketua panitia acara, mengatakan bahwa dilaksanakannya acara pembekalan ini dalam rangka pembentukan karakter santri agar para santri siap terjun dan mengabdi di masyarakat.
“Kami sangat bangga sekali kepada adik-adik sekalian karena telah siap mengabdi ke masyarakat, bekal adik-adik minimal selama tiga tahun terakhir ini, selain juga adik-adik mendapatkan ilmu selama seminggu ini,” katanya.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Kiai Afif dengan menegaskan bahwa pertama kali yang harus dibentuk adalah karakter atau akhlak. “Akan tetapi di Annuqayah lebih mengedepankan fiqh, padahal akhlak itu sangat penting, bahkan oleh Allah dijadikan sebagai standar keberimanan seseorang,” tuturnya dalam sambutannya.
Beliau mengistilahkan 3H (Heart, Head and Hand). Hati harus bersih, otak juga main, dan amal harus baik. “Modal pertama ketika Anda sampai di tempat tugas ialah akhlak atau heart, bukan head and hand, walaupun ketiga-tiganya sama-sama penting,” tambahnya.
Dalam penutupan kemarin, ada dua peserta yang dinobatkan menjadi peserta terbaik. Terbaik pertama diraih oleh M. Misdar, siswa MA 1 Annuqayah Putra, sedangkan yang kedua adalah Munaji, siswa MA Tahfidh Annuqayah.
Meskipun penutupan agak lambat dari yang dijadwalkan oleh panitia, para peserta tetap setia mengikuti kegiatan yang dipandu oleh fasilitator. Munaji, peserta asal desa Montorna Pasongsongan, mengatakan sangat bersyukur sekali dengan diadakannya pembekalan ini karena kegiatan ini memang betul-betul mendorong teman-teman agar siap mengabdi. “Insya Allah saya 90 persen siap mengabdi,” ujarnya dengan bangga.

Selasa, Mei 26, 2009

Santri Kelas Akhir Lubangsa Putri Diberi Pembekalan

Khatim Maulina, PPA Lubangsa Putri

GULUK-GULUK—Pada periode ini, pengurus pendidikan dan pengembangan wawasan keilmuan (P2WK) PPA Lubangsa Putri kembali mengadakan acara pembekalan ilmiah bagi siswi kelas akhir. Kegiatan ini merupakan program tahunan dari kepengurusan (P2WK). Tema yang diangkat adalah “Perempuan di Ranah Publik dan Domestik”. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari yang bertempat di Aula MAK, dimulai pada hari Rabu 20 Mei 2009.
Fasilitator yang turut berpartisipasi dalam kegiatan ini di antaranya adalah Khalqi Kr (alumnus PPA Lubangsa), Damanhuri (dosen STIKA), Ny. Fadhilah Hunaini, Moh. Khalili Kn, Ny. Khairunnisa’, Ny Shafiyah A. Win, dan Drs. A. Halim Ismail.
Seperti biasa, pembekalan tersebut diformat dialog dengan tujuan peserta siswa kelas akhir bisa leluasa menanyakan uneg-uneg mereka.
Beberapa topik diangkat, di antaranya adalah “Santri dan Tanggung jawab Sosial”, “Menjadi Pendidik yang Terampil”, “Membina Keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warahmah”, “Pengenalan Kampus”, “Fiqh Amaliyah”. Salah satu topik yang terasa hangat adalah “Pengenalan Kampus”. Hal ini di karenakan topik tersebut merupakan hal baru yang akan mereka hadapi ketika studi mereka di jenjang MA akan berakhir.

Semangat Panitia Siska MA 1 Annuqayah Putra

Jamaluddin M. Haz, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Setelah Ujian Akhir Nasional (UAN) usai, siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah Putra membentuk panitia siswa kelas akhir (Siska). Pembentukan kepanitiaan ini dimaksudkan agar mereka siap dengan perpisahan yang akan mereka hadapi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh panitia Siska ini demi suksesnya acara mereka nanti. Dari meminta profil guru, mengumpulkan siswa, serta menarik sumbangan dari seluruh siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah. Upaya itu dilakukan demi kesuksesan acara nanti. “Kami bekerja keras demi kesuksesan acara Siska ini dan juga demi tanggung jawab yang telah diembankan sekolah kepada kami, sehingga kami harus bekerja semaksimal mungkin,” ungkap Syamsul Arifin, ketua panitia Siska MA 1 Annuqayah.
Setiap pagi Syamsul dan panitia lainnya bekerja di kantor OSIS MA 1 Annuqayah. Dia dan kawan-kawannya mengetik ulang profil guru dan siswa kelas akhir yang telah ia kumpulkan. Bukan hanya pagi hari, tapi kadang malamnya ia juga bekerja.
“Saya sangat mewanti-wanti mereka agar melakukan persiapan sematang mungkin dari sekarang, sehingga, ketika sampai pada waktunya nanti acara perpisahan dapat berlangsung dengan baik,” tutur Moh. Khalili Kn, Waka Kesiswaan MA 1 Annuqayah Putra. Dia juga menambahkan, persiapan itu dilaksanakan dari sekarang agar tidak terkesan terburu-buru.
Panitia Siska MA 1 Annuqayah Putra sejauh ini sebenarnya menunggu keputusan dari pengurus Pesantren tentang teknis pelaksanaan Siska nanti, karena sampai saat ini masih belum jelas dan masih belum ada persiapan dari pihak Pesantren. Siswa kelas akhir berharap Pesantren segera memutuskan dan mengkoordinasikan persiapannya.
Seluruh data dan profil sudah hampir terkumpul semua, terutama data tentang siswa kelas akhir. Kendala yang menghalangi selama ini adalah tidak terkumpulnya profil semua guru.

Senin, Mei 25, 2009

Jamu Gratis di MA Putri

Khatim Maulina, PPA Lubangsa Putri

GULUK-GULUK—Tim Herba School Climate Challenge MA 1 Annuqayah Putri mengadakan kegiatan “Jamu Gratis” sebagai tindak lanjut dari hasil jerih payah mereka. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari, dimulai Sabtu, 16 Mei 2009.
Dalam kegiatan ini seluruh siswi MA 1 Annuqayah Putri boleh minum jamu tersebut tanpa bayar (gratis). Di antara jamu-jamu yang diolah adalah tanaman-tanaman herbal seperti kunci, temu lawak, kunyit putih, laos, dan lainnya. Kegiatan ini ditempatkan di depan UKS MA 1 Annuqayah Putri. Jamu-jamu tersebut diberi wadah berupa toples. Semua jamu-jamu yang diolah dijadikan bubuk instan.
Ketika siswi MA 1 Annuqayah ingin minum jamu, mereka harus melapor lebih dulu kepada petugas yang berjaga. Selanjutnya mereka dipersilakan untuk memilih jamu yang mereka inginkan. Cukup dengan dicampur air hangat, jamu instan pun siap diminum. Meski jamu terasa pahit, sebagian siswi MA 1 Annuqayah Putri tetap bersemangat mengonsumsi jamu tersebut setiap hari.
Beberapa siswa kelas XII turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Meski akhir-akhir ini pembelajaran kelas XII tidak begitu aktif, mereka tetap bersemangat membantu tim proyek mengolah jamu.

Semarak Dua Bahasa di Lubangsa

Ach. Fannani Fudlaly R, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Biro Pengembangan Bahasa Asing (BPBA) PPA Lubangsa yang membidangi dua bahasa yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris hari Kamis (21/5) kemarin mengadakan penutupan aktivitas dan mengadakan beberapa lomba. Jenis lomba tersebut antara lain baca puisi, debat, menulis, dan lain-lain, yang semuanya dikemas dengan acara bertajuk Semarak Dua Bahasa.
”Tujuan diadakannya acara ini adalah sebagai evaluasi terhadap program kerja yang telah direncanakan selama satu tahun kemarin, sejauh mana keberhasilan pengurus BPBA dalam menjalankan tugas,” ujar Moh. Faidi, ketua panitia pada acara tersebut.
Pengurus BPBA yang lain, Iksan H, mengatakan bahwa tujuan diadakannya acara tersebut adalah sebagai terobosan baru bagi BPBA, karena pada tahun-tahun sebelumnya belum pernah mengadakan acara semacam ini. “Apalagi para anggota tampak antusias dalam mengikuti lomba-lomba yang digelar,” jelasnya dengan sedikit tersenyum.
Dharapkan dengan diadakannya acara ini, ghirah santri dalam belajar bahasa asing dapat meningkat. Belajar bahasa asing ini akan sangat bermanfaat, seperti dikatakan oleh pepatah Arab: man ‘arafa lughata qawmin, salima min makrihim.

CTL-Pamor Kembali Beraksi

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Setelah bel jam belajar Jum’at malam (22/5) kemarin dibunyikan, sejumlah santri PPA Lubangsa berbondong-bondong pergi ke halaman MTs 1 Annuqayah Putra. Apalagi kalau tidak ingin melihat penampilan kocak teman-teman Club Teater Lubangsa (CTL) Pamor.
CTL-Pamor kembali mengocok perut para santri dengan penampilannya yang begitu gemilang. Acara itu dimulai sekitar pukul 21.00 WIB dan berakhir pada pukul 23.00 WIB.
Zainul Fata dalam sambutannya membeberkan bahwa acara ini adalah hasil evaluasi selama satu periode masa kepemimpinan Khoirul Umam. Bisa jadi ini juga acara terbesar CTL-Pamor di PPA Lubangsa pada satu periode ini.
”Inilah hasil kerja keras kami sebagai aktor seni. Dan dengan kerja keras kami, pada malam ini kami akan menampilkan penampilan terbaik kami. Selamat menyaksikan,” ungkapnya.
Dalam sambutannya, Massuha El-Arief, pengurus Koordinator Kesenian PPA Lubangsa, memberi semangat pada Khober Cs. Ia mengatakan bahwa seni teater ini harus tidak kalah dari kesenian lainnya, baik yang ada di Lubangsa maupun di luar.
“Sebagaimana kata ‘pamor’ yang melekat pada akhir kata CTL itu sendiri, teater ini harus tidak kalah pamor dari yang lainnya. Saya rasa, tidak sulit untuk mewujudkannya. Karena kita mempunyai banyak penggemar,” tutur pengurus asal Beluk Kenek, kecamatan Ambunten itu.
Pada malam itu, Club Teater menampilkan sepuluh penampilan. Di antaranya adalah pantonim, brake dance, dan drama. Penampilan pembukanya adalah brake dance. Dan ditutup dengan acara pamungkas drama yang diberi judul “Mak Matin Jadi Pocong.”
Beberapa ketua dari masing-masing organisasi kesenian di Lubangsa juga turut hadir di sana. Salah satunya Mohammad Sama’uddin (ketua Jamiyatul Qurra’). Ia mengatakan sangat bangga dengan suguhan Khober Cs itu.
”Sebagai salah satu bagian dari kesenian yang ada di Lubangsa, saya memberi applause yang meriah untuk mereka. Salam seni dan budaya,” ungkapnya yang juga menjabat sebagai ta’mir Masjid Jamik Annuqayah itu.

Minggu, Mei 24, 2009

Siswi MA 1 Annuqayah Putri Memilih Ketua DPS dan Ketua OSIS Baru

Khatim Maulina, PPA Lubangsa Putri

GULUK-GULUK—Sehubungan dengan reformasi kepengurusan DPS-OSIS asa bakti 2008-2009, MA 1 Annuqayah Putri mengadakan konferensi yang dimulai sejak Kamis (14/5) yang lalu. Kegiatan tersebut dihadiri oleh delegasi kelas sebanyak 2 orang.
Konferensi yang diadakan tahun ini cukup berbeda dengan periode tahun lalu yang diberi nama “kongres”. Konferensi tahun ini diformat sidang yang dimulai dengan sidang pertama sampai sidang keempat. Setiap sidang diisi dengan beberapa acara. Di antaranya adalah penetapan tata tertib konferensi, perumusan AD/ART, laporan pertanggungjawaban DPS dan OSIS, pembacaan kriteria calon ketua DPS dan OSIS, dan laporan pertanggungjawaban pengurus semi otonom.
Kegiatan ini cukup formal karena peserta sidang harus benar-benar memerhatikan, mendengarkan, dan menanggapi sidang yang sedang berjalan. Sidang berjalan lancar karena di dukung oleh delegasi per kelas dan staf sekolah yang bertugas sebagai peninjau konferensi.
Sebagaimana yang telah menjadi ketentuan panitia, konferensi tersebut harus dihadiri delegasi tetap yang tidak boleh diganti. Hal ini berlaku untuk sidang. Sedangkan untuk kampanye calon ketua DPS, OSIS, pemilihan ketua DPS dan OSIS, dan perhitungan suara, dihadiri oleh seluruh siswi MA 1 Annuqayah Putri.
Pemilihan Ketua DPS dan OSIS dilaksanakan pada hari Kamis 21 Mei yang lalu. Suasana ketika itu tenang dan damai. Pagi itu beberapa siswa MA 1 Annuqayah Putri sudah memadati lokasi pembangunan kantor yang hampir selesai. Siswi MA 1 Annuqayah Putri berbaris rapi sambil menyebut nama dan kelas mereka yang diberi “surat suara” oleh panitia. Itulah suasana pemilihan ketua DPS dan OSIS ketika itu. Meski tempat yang digunakan adalah gedung yang belum selesai, siswi MA 1 Annuqayah Putri tetap semangat berpartisipasi mengikuti pemilihan ketua DPS dan OSIS di hari itu.
Beberapa calon yang bersaing adalah siswi kelas X dan kelas XI. Mereka adalah Athirah An-Nufus (X-IPS-1), Ika Maningsih (X-PK) dan Winda (X-IPS-1) sebagai calon ketua OSIS. Sedangkan calon ketua DPS adalah Musyarrofah (XI-IPS-1), Eliza Umami (XI-IPS-1), Yenni Zayyinah (XI-IPS-3), dan Lailatul Mukarromah (XI-IPS-3).
Calon-calon tersebut tentunya berasal dari partai-partai yang merupakan gabungan setiap kelas. Jumlah partai pada periode ini adalah sebanyak 4 partai, yaitu partai Hanusi (Hati Nurani Siswi), PAS (Partai Aliansi Siswi), GDS (Gerakan Demokratisasi Siswi) dan partai Karazel.
Berdasarkan perhitungan suara yang dilakukan hari itu juga, calon ketua OSIS yang terpilih adalah Athirah An-Nufus dan calon ketua DPS terpilih adalah Eliza Umami.

FORMA PPA Latee Adakan Pentas Seni

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Kamis malam (21/5) menjadi malam yang sangat spesial bagi seluruh santri PPA Latee. Pasalnya, pada malam itu pengurus FORMA (Forum Organisasi Bersama) yang menaungi seluruh Orda (Organisasi Daerah) di Latee mengadakan acara pentas seni yang telah lama ditunggu oleh seluruh santri.
“Acara ini memang kami adakan untuk memberikan hiburan untuk para santri,” ungkap Badriayanto, Ketua FORMA saat ditemui di halaman SMA Annuqayah, tempat pelaksanaan pentas seni tersebut. Dia juga mengungkapkan bahwa diadakannya pentas seni tersebut juga bertujuan untuk menghapus anggapan bahwa FORMA sudah ‘mati’. “Karena kami merasa sangat sakit hati dengan anggapan tersebut,” lanjut Badri.
Pentas seni pun disambut positif oleh seluruh santri sehingga halaman SMA Annuqayah menjadi lautan manusia pada malam itu. “Tentunya senang sekali dengan adanya acara ini, sebab di Latee acara seperti ini bisa dibilang sangat jarang sekali diadakan,” kata Ach Rafiq, santri PPA Latee yang menyaksikan acara pentas seni tersebut.
Ach. Baiquni, selaku ketua panitia acara pentas seni ini, pun merasa gembira dengan banyaknya santri yang hadir pada malam itu. “Ternyata jerih payah para panitia tidak sia-sia karena penontonnya sebanyak ini,” tutur Baiquni dengan wajah yang berbinar-binar.
Pentas seni tersebut diisi berbagai penampilan drama dan teater dari sanggar masing-masing Orda dan Pancak Silat dari beberapa perguruan silat yang bernaung di PPA Latee sehingga acara yang berlangsung selama dua setengah jam—terhitung dari jam 20.00 WIB sampai jam 23.30 WIB—menjadi terasa singkat dan membuat para santri yang menonton pada malam itu enggan untuk beranjak dari tempat duduknya.
Pada acara pentas seni tersebut juga dinobatkan para juara Lomba Menulis Cerpen yang telah dilaksanakan sejak satu bulan lalu. Para juara tersebut adalah, Rusydianto sebagai Juara 1, dan Akmal sebagai Juara 2.

Lubangsa Adakan Training of Trainer

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa seksi Penerangan dan Pembinaan Organisasi (P2O) mengadakan acara Training of Trainer (ToT) pada hari Kamis (21/5) kemarin. Acara pelatihan yang dilangsungkan selama dua hari tersebut dibuka pada jam dua siang bertempat di ruang kelas MA 1 Annuqayah Putra. Ketua pengurus PPA Lubangsa, Lukman Mahbubi, membuka acara itu secara resmi.
Acara itu diikuti oleh beberapa peserta delegasi masing-masing Organisasi Daerah (Orda) di Lubangsa. Setiap Orda diwajibkan mendelegasikan peserta sebanyak tiga orang. Di samping diikuti oleh peserta delegasi, yang juga turut berpartisipasi adalah seluruh ketua Orda yang tergabung dalam Forum Ketua Organisasi Daerah (Forkod) dan tiga orang dari pengurus P2O sendiri. Seluruhnya berjumlah 43 peserta.
Pada acara ini, Syamsy Arief, ketua Orda Ikstida (Ikatan Santri Timur Daya), terpilih menjadi ketua panitia. Dalam sambutannya ia menyebutkan bahwa tujuan diadakan acara pelatihan ini adalah untuk mencetak kader yang mampu menjadi fasilitator. “Sebagaimana arti ‘trainer’ itu sendiri. Kami bertujuan untuk mecetak kader yang mampu menjadi fasilitator yang baik,” ungkap santri yang berdomisili di blok A/12 itu.
Dalam sambutannya, ketua seksi P2O mengatakan bahwa acara pelatihan tersebut adalah salah satu agenda pegurus P2O tahun ini. Ia juga menuturkan bahwa sangat perlu sekali kiranya pengurus mengadakan acara itu—yang tahun sebelumnya tudak dilaksanakan—mengingat di Lubangsa sangat minim sekali santri atau pengurus yang bisa menjadi fasilitator.
“Ada hal yang ganjil di Lubangsa kita ini. Lubangsa adalah salah satu pesantren daerah di Annuqayah yang terkenal aktivitas organisasinya di kalangan daerah Annuqayah lain, seperti Latee, Lubangsa Selatan, dan Nirmala, maupun yang sudah menjadi alumni. Namun ketika salah satu organisasi di Lubangsa mengadakan acara, fasilitatornya masih mengambil dari luar, seperti dari Latee, dan sebagainya. Jadi sangat ironis sekali. Kaya akan organisasi tapi minim yang bisa menjadi fasilitator,” ungkapnya ketika membeikan sambutan.
Selama dua hari, acara itu diisi oleh dua fasilitator, yaitu Fathorrahman Utsman, alumni Annuqayah asal Pamekasan dan Zawawi Mayang, asal Gapura Sumenep. Dalam menentukan penyaji, pengurus P2O sedikit mendapat kesulitan mengingat beberapa penyaji yang diundang berhalangan.
“Awalnya kami memilih penyaji pak O’ong—sebutan Fathorrahman—dan Muhri Zain. Namun, Muhri berhalangan. Terpaksa kami memilih yang lain yaitu As’ady Khos asal lenteng, tapi ia juga berhalangan. Jadi, solusi akhir kami jatuh pada Zawawi Mayang dan beliau setuju,” ungkap Ahmad Noval, sekretaris P2O.

Sabtu, Mei 23, 2009

Perjalanan Study Comparative OSIS MA 1 Annuqayah Putra ke MAN 3 Malang


Jamaluddin M Haz, PPA Lubangsa

Akhirnya Study Comparative OSIS MA 1 Annuqayah Putra itu pada hari Jum’at (15/5) yang lalu terlaksana. Perjalanan diawali dari halaman kantor MA 1 Annuqayah Putra menuju ke MAN 3 Malang. Sekitar pukul 16:00 WIB seluruh anggota rombongan berkumpul di kantor OSIS MA 1 Annuqayah Putra. Peserta rombongan yang berjumlah 22 orang itu bersiap-siap untuk berangkat ke tempat tujuan.
Study Comparative ini awalnya akan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2009. Namun karena dari pihak MAN 3 Malang tidak bersedia pada tanggal itu dan yang bisa pada tanggal 16 Mei, maka OSIS MA 1 Annuqayah pun ikut ketentuan dari MAN 3.
Sebelum rombongan berangkat, seluruh peserta melakukan foto bersama di tangga depan MA 1 Annuqayah dan didampingi Waka Kesiswaan, Moh. Khalili KN, dan guru pendamping, Ahmad Bahrurrozi. Setelah foto bersama, kemudian seluruh peserta masuk kedalam bus untuk berangkat.
Perjalanan yang ditempuh sekitar tujuh jam itu sangat melelahkan dan menguras banyak tenaga. Seperti yang disampaikan oleh Husni Mubarok, “Perjalanan ini sungguh melelahkan kami semua, karena selama perjalanan kami hanya duduk dan ada teman-teman yang tidur,” paparnya.
Sekitar pukul 01:15 WIB rombongan sampai di Perumahan Pasar Gadang Malang. Rombongan dijemput oleh dua orang mahasiswa dari Madura dan salah satu mahasiswa itu adalah alumni Pondok Pesantren Annuqayah. Dia adalah Ahmad Wafi yang sekarang meneruskan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Malang. Seluruh rombongan turun dan langsung dipersilakan masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. Tuan rumah menghidangkan minuman dan makanan ringan untuk menghilangkan lelah dan letih seluruh peserta Study Comparative.
Paginya, setelah shalat Subuh, seluruh peserta bersiap-siap untuk berangkat ke MAN 3 malang. Agar waktu bisa tergunakan secara maksimal, peserta study bergantian mandi dan makan.
Setelah seluruh persiapan matang, sekitar pukul 08:00 WIB seluruh peserta Study Comparative berangkat menuju MAN 3 malang. Sesuai dengan kesepakatan, acara akan dimulai pada pukul 09:00 WIB, sehingga rombongan dari MA 1 Annuqayah perlu sampai ke tempat sebelum jam yang ditentukan.
Sekitar pukul 09:13 WIB acara dimulai. Acara diawali dengan sambutan Waka Kesiswaan dari MA 1 Annuqayah Putra. “Kami dari MA 1 Annuqayah mengucapkan terima kasih karena telah sudi menerima kami di sekolah ini dan kami ke sini ingin belajar sebanyak-banyaknya tentang bagaimana organisasi yang baik.” Beliau juga menambahkan, bahwa MA 1 Annuqayah Putra berada di bawah naungan pesantren dan beliau juga minta agar anak-anak OSIS MAN 3 Malang dan OSIS MA 1 Annuqayah bisa saling berbagi ilmu dengan cara sharing bersama-sama.
Setelah sambutan Waka Kesiswaan MA 1 Annuqayah, kemudian disusul dengan sambutan Kepala MAN 3 Malang, Drs. H. Imam Sujarwo, M.Pd. “Kami mohon maaf jika penyambutan dari sekolah kami kurang maksimal. Itu semua dikarenakan sekolah kami kedatangan dua tamu dalam waktu yang bersamaan,” papar Kepala MAN 3 tersebut. Beliau menjelaskan bahwa di MAN 3 Malang ada beberapa guru yang asalnya dari Madura.
Acara selanjutnya yaitu sharing bersama tentang pandangan OSIS secara umum dan masing-masing ketua OSIS dipersilakan untuk maju ke depan dan mempresentasikan OSIS dari lembaganya masing-masing. Dari MA 1 Annuqayah diwakili oleh Ketua OSIS, Munir Atlan, dan dari MAN 3 diwakili oleh Alfiyanto Cahyono selaku Ketua OSIS.
Setelah acara sharing selesai, seluruh peserta berpencar untuk mendapatkan informasi yang diinginkan sesuai dengan materi dan tanggung jawab yang telah dibagikan kepada seluruh anggota. Ada yang ke kantor OSIS, ada juga yang ke ruangan khusus KIR (kelompok karya ilmiah remaja), dan mereka didampingi oleh pengurus OSIS MAN 3 untuk menuju ruangan tersebut.
Seluruh peserta berusaha mencari data tentang keorganisasian di MAN 3 Malang. Proses sharing itu berakhir pada pukul 14:00 WIB. Seluruh pengurus OSIS MA 1 Annuqayah dan MAN 3 Malang di akhir acara melakukan foto bersama-sama.
Akhirnya seluruh anggota OSIS MA 1 Annuqayah pulang kembali ke Perumahan Pasar Gadang. Di sana seluruh rombongan shalat dan mandi, kemudian mereka makan.
Setelah shalat Maghrib, mereka bersiap-siap untuk pulang ke Annuqayah. Sebelum pulang, seluruh anggota OSIS MA 1 Annuqayah melakukan musyawarah bersama. Musyawarah itu untuk menyepakati kapan mereka akan berkumpul dan membuat laporan kepada pihak sekolah tentang hasil Study Comparative itu. Setelah musyawarah selesai, mereka semua membersihkan ruangan rumah yang telah dipakai selama satu hari satu malam itu dan kemudian berpamitan kepada tuan rumah untuk pulang kembali ke Annuqayah.
Sekitar pukul 13:00 WIB rombongan sampai di Annuqayah kembali dan seluruh peserta rombongan merasa sangat lelah. Kemudian mereka pulang ke pondok masing-masing.
Hasil dari Study Comparative ini akan dilaporkan pada Kepala Madrasah dan kepada pihak sekolah agar menjadi bahan pertimbangan untuk kemajuan OSIS khususnya dan sekolah pada umumnya.

Rabu, Mei 20, 2009

Abd. Wahid Muslim, Pustakawan Kreatif Perpustakaan Lubangsa Selatan

Membuat Kliping Koran Jadi Mirip Buku
Fahrur Rozi, PPA. Lubangsa Selatan


Menjadi Pustakawan perpustakaan pesantren memang menjadi tantangan tersendiri bagi santri yang menggeluti bidang ini. Mereka harus betul-betul mempertahankan idelismenya jika memang ingin menjadi pustakwan sejati. Selain mereka tidak dibayar, mereka pun harus rela kerja keras untuk memenuhi tugas-tugasnya yang sering menumpuk.

Malam itu, Sabtu, 15 Mei 2009, jarum jam kira-kira menunjuk angka 21:35 WIB. Lalu-lalang santri melintas silih berganti di samping gerombolan kami. Mereka hendak memasuki ruang Perpustakaan Lubangsa Selatan, Guluk-Guluk, Sumenep. Beberapa dari mereka terlihat menenteng buku dan kartu peminjaman. Mereka yang berniat mengembalikan buku diterima oleh Departemen Pelayanan untuk kemudian berkahir di meja petugas jaga.. Malam itu tak hanya santri Lubangsa Selatan yang memadati ruangan berukuran 7x5 m² tersebut. Dari tanda pengenal kartu pepustakaan yang mereka miliki, tertera idenstitas bahwa mereka juga berasal dari daerah Latee, Lubangsa, dan Nirmala.
Kami menunggu ruangan ini kembali melompong seperti sebelum tadi dibuka oleh petugas jaga, karena saya bersepakat dengan salah satu dari Pustakawan untuk membincang sesuatu di dalam ruangan saja. Setidaknya, 30 menit lagi pengunjung sudah beranjak dari sana. Petugas perpustakaan akan mengakhiri dengan kata yang sudah mereka cukup kenal, “waktu sudah habis.” Dan saat itulah kami akan berbincang-bincang lebih detail.
Menghabiskan waktu dalam masa penungguan itu, saya dan beberapa pustakawan yang lain di teras perpustakaan ngobrol ngalor-ngidul mengenai kenangan lama tentang perpustakaan. Termasuk mengeruk kembali ingatan akan masa kejayaan perpustkaan beberapa tahun silam. Perbincangan menjadi menarik karena salah satu dari mereka ada seorang yang sudah dianggap senior dengan beberapa alasan. Pertama, karena ia sudah menjabat selama tiga periode. Kedua, karena prestasinya. Ketiga, karena sumbangsihnya yang besar terhadap laju perkembangan Perpustakaan Lubangsa Selatan. Kehadiran sang senior ini membantu pengurus yunior yang belum tahu banyak tentang perpustakaan pada masa dulu.
30 menit kami lalui. Benar saja, ruangan itu menjadi melompong, kecuali satu-dua petugas yang masih berjibaku merapikan buku yang berantakan. Kami melanjutkan perbincangan di dalam ruangan. Kali ini lain tema, yaitu tentang kiprah dan kontribusi dari salah seorang senior tadi. Saya memang telah menghubunginya beberapa hari sebelumnya untuk keperluan berita, namun beberapa kali dibenturkan dengan acara. Baru kali itu kami bisa ngobrol panjang lebar.
Namanya Abd. Wahid Muslim. Lahir 13 April 1990 di Bindung II, Lenteng Barat, Sumenep. Ia masuk di kepengurusan Perpustakaan Lubangsa Selatan periode 2006-2007, dengan jabatan sebagai koordinator Inventaris. Berkat perjalanannya yang panjang, ada banyak hal yang sudah ia sumbangkan untuk lembaga yang membesarkannya itu. Bahkan, Februari lalu ia memperoleh penghargaan dari departemen Perpustakaan dan Pengembangan Wawasan (Puspenwas), karena inovasi dan kreatifitasnya.
Ada beberapa kriteria yang ditetapkan Puspenwas sebagai alasan menjadikan Muslim, sapaannya, sebagai orang yang berhak mendapatkan penghargaan tersebut. Kriteria itu misalnya, inovasi dalam peletakan nomor Inventaris di luar cover buku. Sistem sebelumnya memang terkesan merepotkan dengan peletakan nomer inventaris yang berada di dalam. “Masih harus buka-buka buku dulu sebelum mencatatnya, padahal anggota lain banyak yang menunggu untuk dilayani. Ditambah lagi kadang tulisannya tidak dapat dibaca. Sangat merepotkan petugas jaga jadinya,” katanya. Selain itu, kata Muslim, tujuannya juga untuk mendata ulang katalog buku yang sebelumnya sangat amburadul.
Kriteria lainnya, menurut Puspenwas, Muslim berhasil dalam mendokumentasi majalah-majalah kuno, sehingga menjadi lebih menarik untuk dilihat. Dalam hal ini, untuk mengkongkritkan idenya itu, Muslim harus merelakan waktunya untuk berlama-lama duduk menekuri bertumpuk-tumpuk majalah bekas untuk membendelnya dan mendesain covernya yang sudah usang tersebut. Namun berkat ketelatenannya, kini majalah-majalah lawas itu kembali kinclong dengan cover bagus.. Alasan Muslim berbuat begitu, karena terkadang ada pengunjung yang tergiur membaca karena melihat covernya yang menarik. Selain itu, ada juga majalah yang sulit dikenali kalau dilihat dari jauh karena covernya memang tidak ada. Kebanyakan mereka emoh melihat apalagi membaca majalah yang demikian. Nah, dengan format baru yang ditawarkannya terbukti ada saja pengunjung yang tertarik membacanya meski isinya sudah lawas.
Muslim juga dianggap berhasil dalam inovasi format klipingan koran. Sebelumnya, format klipingan yang ada dibentuk dengan sangat sederhana. Hanya untuk dokumentasi belaka. Namun ditangan Muslim, semua itu menemukan wajah baru yang lebih elegan. Muslim membuat klipingan koran menjadi mirip sebuah buku.. Hanya yang membedakan adalah tempelan-tempelan koran pada dinding kertasnya. “Akan tetapi, kalau di fotocopy hasilnya akan mirip sebuah buku,” lanjut penggemar novel silat ini.
Masih banyak yang menjadi pertimbangan Depertemen Puspenwas dalam pemberian penghargaan kepada lelaki yang juga menggemari novel-novel relijius ini. Diantaranya, kembali dikampanyekannya bonus meminjam buku bagi mereka yang rajin ke perpustakaan, serta usahanya memilah katalog antara komik, novel bergambar, dan bacaan anak-anak.
Dari mana kreativitas Muslim itu timbul? Menurut Muslim, untuk format bendel majalah dirinya belajar dari Sunandar Elmas, Sang Kakak yang kini menjadi pengurus salah satu organisasi di Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep. Ketika belum mondok, Kakaknya itu sering membuat bendelan majalah-majalah bekas yang sudah usang hingga menjadi satu bundelan yang sangat menarik. Muslim melihat itu dan mulai menirunya. “Ternyata cukup asyik,” katanya. Setelah mondok dia makin intens melalukan kerja-kerja seperti itu. Puncaknya, ketika ia menjadi seorang pustakawan.
Di perpustakaan, kebiasaannya memperbaiki buku yang rusak kian digelutinya. Awalnya, ia memperbaiki buku komik yang memang sering sekali mengalami kerusakan karena paling banyak pembacanya. Setelah menyelesaikan buku komik ia beranjak ke majalah-majalah. Ia mengaku sering bekerja sendirian waktu awal-awal ia masuk di perpustakaan. Teman-teman sedepartemennya banyak yang acuh melihat ide-idenya itu. Mereka merasa tidak mungkin menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk tersebut. Akan tetapi, meski sendirian, Muslim tetap memancang niatnya sedalam mungkin.
Begitupun juga saat ia harus berjibaku membuat nomor inventaris di bagian depan cover buku. Melihat apa yang dikerjakannya tidak sedikit, hampir saja ia putus asa. Terutama saat membuat nomor inventaris untuk klasifikasi buku-buku agama. Muslim merasa kerjaannya akan memakan waktu yang cukup lama. Bayangkan, jumlah buku agama yang ada di Perpustakaan Lubangsa Selatan berkisar 1.700-an eksemplar. Ia harus banting tulang untuk menyelesaikan semua itu. Namun, lagi-lagi berkat kerja kerasnya semua itu bisa dilakukannya dengan maksimal. Kini, semua buku nyaris memiliki nomor inventaris di bagian depan covernya.
Saat ini Muslim menjabat sebagai Sekretaris Perpustakaan Lubangsa Selatan setelah periode sebelumnya menjadi Bendahara. Ia sudah tidak banyak lagi bergelut dengan tetek-bengek inventarisasi buku, bendel-membendel majalah, klipingan, dan semacamnya. Ia fokus mengurusi administarasi perpustakaan. Menurutnya, masih banyak tugas-tugas yang belum ia lakukan sampai akhir periode kini.
Muslim sebentar lagi memang harus hengkang dari Perpustakaan Lubangsa Selatan, kecuali ada pertimbangan lain. Itu karena statusnya sudah berubah, dari siswa menjadi mahasiswa. Dalam peraturan Perpustakaan Lubangsa Selatan, santri yang sudah menjadi mahasiswa tidak diperbolehkan lagi menjabat sebagai pustakawan.
Oleh karena itu, jika dirinya sudah benar-benar berhenti dari perpustakaan, ia berharap agar generasi selanjutnya bisa menjadi lebih baik dari masa dia menjabat. Muslim mengakui bahwa, eksistensi Perpustakaan Lubangsa Selatan kian hari makin memudar saja auranya. Itu ditandai dengan mengaburnya pandangan orang-orang terhadap keberadaan pustakwan akhir-akhir ini. Ia mencontohkan kejayaan pendahulunya. “Kalau dulu pustakwan Lubangsa Selatan itu terkenal dengan kecerdasannya, tapi belakangan pandangan yang demikian sudah makin berkurang. Hanya segelintir orang saja yang masih mereka perhitungkan.”
Agenda mendesak yang harus segera dilakukan oleh Pustakawan periode selanjutnya, menurut Muslim, adalah membenahi Administrasi perpustakaan yang kini sedang amburadul. “Administrasi itu harus ditata ulang agar data-data penting tidak hilang dan lebih mudah mencarinya bila diperlukan,” katanya. Selanjutnya adalah pembenahan katalog buku yang lebih lengkap dari sebelumnya. Dalam hal ini dia memang memiliki ide yang belum terealisasi hingga kini, yaitu melengkapi data buku, dari tanggal sampai penerbitnya. Katalog sebelumnya memang tidak begitu lengkap, hanya dicatat bagian data terpenting saja, seperti judul dan pengarangnya. “Kadang ada santri yang butuh buku untuk keperluan referensi, tapi bukunya dipinjam orang lain. Nah, untuk meringankan beban mereka, kami bisa memberikan data-data dalam katalog tersebut. Mungkin cukup kalau untuk data footnote saja, misalnya,” katanya mengakhiri perbincangan.

Selasa, Mei 19, 2009

Saat Lubangsa tanpa Pengasuh

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Hari Kamis (14/5) yang lalu, pengasuh PP Annuqayah Lubangsa, Drs. K.H. A. Warits Ilyas, berangkat umroh. Seluruh kegiatan pesantren diamanatkan kepada pengurus. Beliau pergi menjalani umroh selama dua minggu.
Selama pengasuh berangkat, ada suasana berbeda yang dirasakan oleh beberapa santri. Selama menjalani aktivitas pesantren, Taufiqurrahman, salah satu santri PPA Lubangsa, mengungkapkan bahwa selama pengasuh berangkat ia merasa tidak bergairah menjalani aktivitas pesantren, terutama pada saat shalat berjama’ah.
“Ketika hari-hari biasa, jama’ah shalat Maghrib, Isya’, dan Subuh biasanya dipimpin oleh pengasuh. Kemudian sekarang diganti oleh pengurus seksi pendidikan. Saya jadi kurang khusyu’ menjalani shalat berjama’ah. Mungkinkah karena bukan pengasuh yang mengimami?” ungkap santri asal Besuki, Situbondo tersebut.
Beberapa santri memang masih trauma dengan tidak berkenannya pengasuh menghadiri shalat berjama’ah beberapa waktu yang lalu. Bahkan, sebelum berangkat, beliau berpesan kepada santri agar tetap menjaga ketenangan Masjid Jamik Annuqayah.
Hanya beberapa hari saja, beberapa santri sudah menyatakan sangat rindu pada pengasuh. Tanpa beliau, Lubangsa seakan berubah. “Saya rindu padanya. Dua minggu rasanya sangat lama sekali. Semoga saja dalam perjalanan sucinya beliau mendapatkan kemudahan,” tutur Ach Taufiqil Aziz, salah seorang santri yang juga mahasiswa STIK Annuqayah.
Beberapa kegiatan yang harus menghadap langsung pada pengasuh untuk sementara diamanatkan kepada ketua pengurus PPA Lubangsa, Lukman Mahbubi, seperti jika ada santri yang ingin pulang ke rumah lebih dari satu hari. Demikian juga jika ada santri atau organisasi yang akan meminta izin menyelenggarakan suatu kegiatan tertentu.
Setelah shalat Isya’ berjama’ah, rutinitas pembacaan surat al-Waqi‘ah bersama diganti dengan pembacaan surat Yasin dan pahalanya dikhususkan kepada pengasuh.

Senin, Mei 18, 2009

Empat Piala dari Pospeda Jawa Timur

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Setelah satu minggu lamanya berlomba dengan nama Annuqayah, Ahad dini hari (14/5) kemarin, rombongan peserta Pekan Olahraga dan Seni Antar-Pondok Pesantren Daerah (Pospeda) tingkat Jawa Timur dari Annuqayah yang diutus oleh Departemen Agama Sumenep tiba kembali dari Blitar. Rombongan yang berjumlah 12 orang dengan 4 ofisial itu membawa empat piala sekaligus.
Mereka yang mendapat juara itu adalah Aimmatul Muslimah (16) juara III lomba pidato bahasa Arab, Helmi Faruq (16) juara harapan I lomba pidato bahasa Inggris, Kifaytul Aghniyah (17) juara harapan II lomba pidato bahasa Indonesia, dan Faizi Raziqi (17) juara harapan II lomba baca puisi isi kandungan al-Qur’an.
Meski semua piala yang didapat para utusan Annuqayah rata-rata hanya harapan, Fahmi, salah satu ofisial yang mendampingi mereka, merasa sangat bangga dengan prestasi yang mereka dapatkan. “Yang jelas kami sudah bangga dan cukup puas dengan prestasi ini. Sebab mereka rata-rata masih pemula dan baru kali ini mengikuti lomba bertaraf provinsi,” tutur Fahmi. Dia juga mengharap pada semua peserta yang tidak mendapatkan juara untuk bersabar. “Bersabarlah. Saya yakin semua yang mereka dapatkan akan menjadi pengalaman yang berharga bagi mereka di masa yang akan datang,” lanjut Fahmi.
Bermacam penuturan para peserta tentang pengalaman mereka. Alimuddin misalnya, menuturkan bahwa ia merasa bahagia setelah mengikuti Pospeda Jawa Timur meskipun dia hanya mendapat peringkat kedelapan di lomba pidato bahasa Arab. “Sebenarnya saya kecewa dengan diri saya sendiri. Tapi meskipun begitu saya harus menjadikan pengalaman ini sebagai pelajaran,” tutur Alimuddin.
Hal senada juga disampaikan Farchi Muqaddas. Santri yang diutus di lomba Kaligrafi ini menceritakan bahwa banyak sekali pelajaran yang ia dapatkan di Pospeda. “Salah satunya adalah saya harus lebih banyak belajar lagi. Karena meski saya di pondok menjadi yang terbaik, ternyata di Pospeda saya sama sekali bukan apa-apa,” kata santri yang mendapatkan peringkat ketujuh di lomba Kaligrafi ini.

Jumat, Mei 15, 2009

Pengurus Darul Lughah Latee Adakan Pemilihan Calon Ketua Darul Lughah

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Di sela-sela kesibukan menyelenggarakan Semarak Lomba Akhir Haflah Sanah, pengurus Darul Lughah Latee pada Jumat pagi (15/5) juga melaksanakan pemilihan calon Ketua Darul Lughah untuk tahun 2009-2010.
“Acara ini adalah program kami tiap tahun yang wajib dilaksanakan karena terkait dengan masa depan Darul Lughah,” kata Faishal Khair, direktur Darul Lughah. Dia juga mengungkap bahwa acara pemlihan tersebut sama sekali tidak mengganggu kelancaran Semarak Lomba Haflah Akhir Sanah. “Karena panitia pilihan dan lomba akhir sanah berbeda. Jadi tidak akan saling mengganggu,” lanjutnya.
Dalam pemilihan yang diadakan di serambil Darul Lughah tersebut, ada lima orang bakal calon ketua yang harus dipilih oleh seluruh santri Darul Lughah untuk dijadikan calon tetap Ketua Darul Lughah. Lima bakal calon ketua tersebut adalah, Umarul Faruq, Ach. Zairi, Suryadi Aziz, Ali Muhsin, dan Moh. Khalis.
“Pemilihan ini kami adakan untuk memberi kesempatan kepada seluruh santri Darul Lughah untuk memilih pemimpin mereka sesuai dengan hati nurani mereka,” papar Abdurrohim selaku ketua panitia pemilihan.
Dalam pemilihan yang dilaksanakan setelah shalat jama’ah Subuh tersebut ditetapkan tiga calon ketua dengan suara terbanyak dari lima bakal calon. Tiga calon tersebut adalah Umarul Faruq dengan 14 Suara, Moh. Khalis dengan 13 Suara, dan Ach. Zairi dengan 12 suara. “Tiga calon tersebut akan dipilih menjadi ketua Darul Lughah pada tanggal 30 Mei 2009, bersamaan dengan Musyawarah Laporan Akhir Tahun pengurus Darul Lughah dengan para penasihat Darul Lughah dan pengurus harian PPA. Latee,” jelas Abdurrohim.

Kamis, Mei 14, 2009

Semarak Lomba Akhir Sanah Darul Lughah Latee Resmi Dimulai


Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Selasa malam (12/5) kemarin, Semarak Lomba Haflah Akhir Sanah Darul Lughah resmi dimulai. Malam itu menjadi sangat berarti bagi seluruh santri Darul Lughah PPA Latee tanpa terkecuali. Pasalnya, Semarak Lomba Haflah Akhir Sanah ini adalah haflah pertama setelah lima tahun terakhir. Dalam kegiatan ini beberapa jenis perlombaan digelar.
“Ini Haflah Akhir Sanah terbesar yang kami rayakan dalam lima tahun terakhir,” kata Suryadi Aziz, ketua Tanfidzi Daru. Lughah yang sekaligus menjabat sebagai ketua panitia Haflah Akhir Sanah. Dia juga mengungkapkan bahwa semarak lomba haflah akhir sanah sebenarnya memang sudah menjadi program wajib setiap tahun. Namun, karena kesibukan para pengurus dan defisitnya dana yang dimiliki Darul Lughah dalam lima tahun terakhir, pengurus Darul Lughah langsung mengadakan haflahnya saja tanpa adanya lomba-lomba. “Dan alhamudulillah tahun ini kami mempunyai dana yang cukup dan para pengurus juga tidak terlalu sibuk sehingga kami memutuskan untuk mengadakan lomba yang sudah sangat lama tidak diadakan ini,” lanjut Suryadi.
Acara ini disambut hangat oleh seluruh lapisan santri Darul Lughah, tak terkecuali sang Direktur Darul Lugha Sendiri, Faishal Khair. Faishal mengungkapkan bahwa dia sangat senang dan bangga dengan adanya acara lomba ini. “Senangnya karena saya sudah sangat rindu dengan acara lomba seperti ini di Darul Lughah juga saya sangat bangga dengan seluruh pengurus Darul Lughah lebih-lebih mereka yang sudah duduk di kelas Akhir Aliyah yang seharusnya mereka konsentrasi dengan persiapan mereka untuk masuk perguruan tinggi tapi ternyata malah menyempatkan diri untuk mengadakan acara besar seperti ini,” tutur Faishal.
Namun ada yang cukup berbeda dengan acara haflah ini. Jika di lembaga-lembaga lain acara lomba akhir sanah diadakan setelah ujian berlangsung, namun di Darul Lughah malah diadakan sebelum dilaksanakannya ujian. “Ppelaksanaan haflah ini dilaksanakan sebelum ujian karena terkait dengan waktu yang sangat sempit karena berdesakan dengan acara ujian madrasah formal dan diniyah, Hima, dan Haflah Diniyah. Jadi kami laksanakan lomba ini lebih awal, sebelum ujian Darul Lughah. Namun malam puncaknya tetap setelah ujian. Saat ini hanya lombanya saja,” kata Ahmad Zairi, Panitia Haflah Akhir Sanah di bidang perlombaan yang juga menjadi pengurus Departemen Pendidikan dan Pengajaran Darul Lughah.

Rabu, Mei 13, 2009

Panitia Hadi Lubangsa Selatan 2009 Dibentuk

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Menjelang berakhirnya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Madrasah Diniyah Lubangsa Selatan (Madinah LS) tahun pelajaran 2008-2009 sekitar satu bulan lagi, kini telah dibentuk panitia Haflah Dirasah Diniyah (Hadi LS 2009), sebagai perayaan akhir tahun, pada Selasa malam (5/5) sekitar jam 20:30-10:15 WIB. Penentuan panitia sebelumnya sudah diseleksi oleh pengurus Diniyah yang kemudian mereka diundang untuk memilih siapa yang akan didapuk menjadi ketua panitia pada acara tersebut.
Sekitar 13 orang hadir di kantor Madinah LS malam itu. Acara musyawarah tersebut diawali dengan sambutan dan pemberian mandat oleh Hariyadi, selaku perwakilan dari Madinah LS. Dalam sambutannya, Hariyadi meminta maaf karena yang memberi sambutan bukan kepala Madinah LS. Madinah LS memang sedang dalam masa vakum pemimpin. Hariyadi juga meminta maaf dengan sedikitnya anggaran yang digelontorkan Madinah LS kepada panitia Hadi LS 2009.
Setelah pengantar singkat dari staf Tata Usaha (TU) tersebut, giliran para peserta rapat memilih calon ketua. Dalam pemilihan tersebut terjadi tuding-menuding dan lempar tanggung jawab, sebagaimana lazimnya dalam pemilihan ketua di acara-acara yang biasa dilaksanakan oleh PPA Lubangsa Selatan. Melihat kondisi yang tidak mungkin dilanjutkan, maka mekanisme pemilihan diubah. Kalau sebelumnya mekanisme yang dipakai adalah sistem terbuka, kali ini yang dipakai adalah sistem tertutup.
Nama-nama yang masuk dalam bursa kandidat ketua Hadi LS 2009 adalah Syaiful Bahri, Ghazali Rasyad, Ach. Faisol, Ghazali Mawardi, dan Abd. Basith. Setelah voting tertutup usai, Syaiful Bahri mendapat perolehan suara peringkat teratas dari sekian calon yang diajukan. Dengan hasil tersebut, Ipung, panggilannya, tak bisa mengelak. Ia menerima saja apa keputusan yang sudah ditetapkan oleh forum.
Ada yang berbeda pada perayaan Hadi LS 2009 nanti. Acara tahunan tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2009 nanti. Sementara ujian semester genap baru akan berlangsung pada 04-10 Juni 2009 mendatang. Kalau tahun-tahun sebelumnya tenggat waktu antara semester genap dengan acara Hadi biasanya tersisa waktu yang lumayan panjang, namun kali ini waktunya hanya berkisar 20 hari saja. Dengan waktu yang sangat sempit tersebut, karena masih diisi dengan kesibukan lain semacam mempersiapkan raport, laporan akhir tahun, dan lainnya, maka ada beberapa program yang digagalkan dalam perayaan akhir tahun kali ini. Termasuk perayaan yang sangat penting, yaitu lomba-lomba.
Perayaan Hadi LS memang selalu digelar sebelum Haflatul Imtihan Madrasah Annuqayah (HIMA). Menurut pihak Diniyah, sesuai informasi yang diapatkan dari panitia HIMA 2009 bahwa, HIMA akan berlangsung pada 30-07 Juli 2009. Dengan demikian, otomatis waktu perayaan Hadi LS 2009 harus berada sebelum waktu yang ditentukan oleh panitia HIMA tersebut. Inilah salah satunya penyebab ditiadakannya beberapa program sebelum malam puncak Hadi LS 2009 dilangsungkan. Selain itu, anggaran yang tidak memadai juga menjadi kendala akan terealisasinya program-program tersebut. Dana yang dikucurkan Madinah LS ke panitia Hadi LS 2009 hanya sekitar Rp. 1.500.000,-.
Pada Jum’at malam (8/5) lalu, panitia kembali mengadakan rapat lanjutan yang mengagendakan pendataan kebutuhan pada acara tersebut. Setelah didata dan disesuaikan dengan harga masing-masing kebutuhan, ternyata anggaran yang diberikan oleh Madinah LS tidak bisa mencukupi. Anggaran membengkak hingga Rp. 1.828.000,-. Bendahara Hadi LS 2009, Moh. Warid, mengatakan, upaya menutupi kekurangan ini panitia berinisiatif mencari donatur. “Alumni dan simpatisan menjadi jujukan,” katanya.

Selasa, Mei 12, 2009

Zainal: Membersihkan Sampah adalah Membersihkan Kotoran Hati

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Ruangan berukuran kira-kira 7x5 m² pagi menjelang siang itu tampak lengang. Tak ada aktivitas sama sekali. Suasana sepi, sangat mendukung bilamana siapapun ingin menjalari rentetan kata dalam segebuk buku. Namun sayangnya, Perpustakaan Lubangsa Selatan tidak melayani peminjaman pada siang hari. Sepi yang biasanya diimpikan para pecandu buku malah tidak ada yang memanfaatkannya sama sekali. Hanya orang-orang tertentu yang bisa berkunjung ke perpustakaan pada waktu-waktu tersebut. Misalnya, pengurus pesantren, pustakawan sendiri, dan mantan pustakawan.
Ahad, 10 Mei 2009, saya berkunjung ke sana. Jam menunjukkan pukul 10:26 WIB. Saya mencoba mengambil sebuah koran yang ada di rak bagian utara dan mulai membuka-bukanya. Selain ingin memungut informasi dari koran yang dibaca, saya berharap bisa menjumpai seseorang yang telah beberapa hari dikonfirmasi untuk berbagi pengalaman. Sudah beberapa kali dihubungi, namun belum juga ada waktu yang pas untuk bincang-bincang yang banyak. Katanya, ia masih disibukkan dengan Ujian Nasional (UN). Baru kemudian pada pagi menjelang siang itulah ia bisa menyanggupi. Dengan masih mengenakan seragam sekolah, ia menghampiri saya. Dengan senyum khasnya ia mulai bertutur banyak hal.
Tidak banyak yang tahu tentang sosok dan apa yang ada di dalam benak lelaki kelahiran Kaduara Barat, Larangan, Pamekasan ini. Ia memang tergolong orang yang tidak banyak memiliki teman, alias tidak terlalu suka bergaul. Penampilannya sangat sederhana dan, yang terpenting, dia rendah hati. Bahkan, saat saya mengutarakan maksud saya untuk menulis tentang dirinya, ia tidak begitu yakin itu akan bisa bermanfaat bagi orang lain. Namun, saya berusaha meyakinkan. Akhirnya ia bisa maklum dan mengiyakan dengan senyuman.
Teman-temannya biasa memanggil dia Zainal. Nama panjangnya adalah Zainal Arifin Ali. Lahir pada 30 Desember 1990, ia masuk di PPA Lubangsa Selatan kira-kira tiga tahunan yang lalu. Dia mondok untuk menempuh pendidikan menengah atas di MA 1 Annuqayah Putra. Saat ini ia mendiami kelas XII. Rencananya kalau lulus ia mau berhenti tahun ini juga untuk melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi di Pamekasan, atas biaya salah satu gurunya. Kalau betul-betul ia keluar tahun ini, berarti Lubangsa Selatan akan kehilangan seseorang yang sangat mencintai lingkungan.
Inilah yang menjadikan dirinya dikenal sebagai sosok yang sangat peduli terhadap kebersihan. Tiap lepas dzikir usai shalat Subuh ia mulai aktivitasnya dengan menenteng sapu lidi dan gerobak sampah. Sampah-sampah yang berserakan di halaman-halaman pondok ia kais dan dikumpulkannya untuk kemudian diletakkan dalam gerobak dan berakhir di Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Bahkan, pada waktu-waktu tertentu, ia tak luput menguras kamar mandi dan WC saat dirasa lumut-lumut mulai bertimbulan di dalam bak air.
Yang sangat ironis, ia menjalankan aktivitas tersebut sering hanya seorang diri. Memang tidak tiap hari ia sendirian. Pada saat-saat tertentu ia juga dibantu oleh beberapa pengurus Kebersihan Lingkungan Hidup (KLH) dan sebagian santri yang lain. Namun, ia lebih sering sendiri tanpa ada yang membantu. Terutama ketika cuaca sangat mendukung orang untuk tidur, rintik-rintik hujan misalnya. Praktis ia bekerja sendirian. Akan tetapi, meski ia bekerja seorang diri ia tak pernah menggerutu sama sekali. Berkat kegigihannya membersihkan lingkungan inilah, pada perayaan Maulid Nabi Muhammad saw beberapa bulan lalu ia mendapat penghargaan dari pengurus PPA Lubangsa Selatan.
Saat saya mencoba menelisik, kira-kira apakah yang membuatnya begitu peduli terhadap kebersihan, ia menjawab dengan beberapa alasan. Pertama, ia memang sudah terbiasa melakukan itu di rumahnya. Tiap pagi sebelum berangkat sekolah, ia membantu orang tuanya membersihkan rumah. Kebiasaan itu tak bisa ia lepas begitu saja sampai ia berada di PPA Lubangsa Selatan. Kedua, ia pernah mendengar wanti-wanti salah satu gurunya bahwa kalau membersihkan sampah niatkan membersihkan hati. Kata-kata itu membekas dalam benaknya. Ia begitu meyakini bahwa kata-kata itu bisa bermanfaat kepada dirinya. Maka, tiap kali ia menyapu sampah, tiap itu pula tak lupa ia teguhkan niat untuk membersihkan hati dari sifat-sifat buruk. Ketiga, ia ingin mendapat barokah. Menurutnya, pengalaman santri-santri terdahulu yang sukses hidupnya yang hanya menjalani kehidupan sebagai pelayan kiai sudah mencukupi untuk dijadikan bukti bahwa pekerjaan apa pun, asalkan baik, kalau diniatkan yang baik akan mendapat barokah. Keempat, ia juga merasa begitu prihatin karena sangat sedikit santri PPA Lubangsa Selatan yang peduli dengan lingkungan. Kalau dulu, katanya, santri yang membuang sampah sembarangan masih ada yang menegur, tapi sekarang tidak ada yang mau berbuat seperti itu lagi.
Zainal juga mengkritik kinerja pengurus KLH yang tidak kompak dalam membersihkan lingkungan PPA Lubangsa Selatan. Ia menyayangkan perekrutan pengurus KLH yang banyak tidak cocok dengan bidang yang mereka tekuni. Akibatnya, tugas-tugas yang seharusnya mereka selesaikan malah nunggak, sehingga sampah di PPA Lubangsa Selatan berserakan di mana-mana. Padahal dulu-dulunya KLH sangat kompak dalam melaksanakan tugasnya. Sebagian besar program-program yang dicanangkan bisa terealisasi dengan maksimal.
“Kalau sekarang, dari sekian program KLH yang dicanangkan awal periode, tingkat realisasinya paling hanya satu persen saja,” kata Bendahara Perpustakaan Lubangsa Selatan ini. Dia mencontohkan, program harian yang sampai mendekati akhir periode masih belum juga dilaksanakan. Dalam program tersebut KLH membuat rencana mewajibkan santri untuk membersihkan halaman pondoknya masing-masing, disesuaikan dengan jadwal yang dibuat oleh departemen ini. Selain itu, pada tiap hari Rabu biasanya diadakan kebersihan massal. Namun, hingga kini program ini juga mandeg. Belum lagi jadwal menguras kamar mandi. “Yang sering melaksanakan tugas ini adalah santri sendiri tanpa komando pengurus KLH,” katanya.
Ada banyak rencana setrategis menurut Zainal yang perlu diaplikasikan oleh departemen KLH pada periode berikutnya. Di antaranya adalah perekrutan anggota. Zainal mengatakan, pengurus yang direkrut harus mereka yang betul-betul memiliki rasa cinta akan kebersihan, bukan mereka yang hanya ingin menjadi pengurus. Sebab, setelah jadi mereka hanya memanfaatkan jabatannya untuk sesuatu yang kurang perlu. Dia juga menyarankan dihidupkannya kembali komunitas Pecinta Alam (PA). Dulu PA dengan nama Aliansi Pecinta Lingkungan (Ampel) memang pernah ada, namun karena anggotanya banyak yang berhenti maka, akhirnya komunitas ini bubar.
Zainal memang belum memastikan dirinya kuliah di luar atau menetap di Annuqayah. Namun, jika ia benar-benar hengkang, siapakah yang akan menggantikannya sebagai pahlawan lingkungan di Lubangsa Selatan?

Senin, Mei 11, 2009

Masjid Jamik pun Menjadi Tenang

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Ahad malam (10/5) kemarin, Masjid Jamik Annuqayah terasa begitu tenang dan damai. Seluruh santri khusyuk mengaji al-Qur’an. Tak ada sedikit pun pembicaraan yang keluar dari mulut mereka selain lantunan ayat suci al-Qur’an. Ini berbeda dengan hari sebelumnya. Ada apa dengan mereka?
“Saya tak akan mengulanginya lagi. Sudah cukup saya membuat kesalahan. Saya tidak ingin membuat kiai marah. Lagi pula saya sudah akan berhenti mondok,” ungkap Arman Maulana Ishaq, santri asal Antirigo Jember.
Ya! Memang rasa penyesalan itu bukan hanya datang dari sosok santri yang sudah menginjak kelas akhir MA 1 Annuqayah Putra tersebut, melainkan seluruh santri turut menyesalkan diri telah membuat pengasuh Lubangsa, K.H. A. Warits Ilyas, marah dan tidak berkenan mengimami shalat Isya’ berjama’ah pada Sabtu malam (9/5) kemarin.
Saat itu, bermula dari bel tanda iqomah dari pengasuh berbunyi. Sudah menjadi kebiasaan santri jika bel dari pengasuh berbunyi dengan cepat, mereka (santri) merasa sangat senang dan biasanya mereka bersorak pelan. Entah apa yang mereka rasakan, mungkin mereka senang saja, sebab mereka tidah usah lama-lama duduk manis menunggu bel shalat berjama’ah dari pengasuh.
Namun, akibat dari ulah tersebut, pengasuh urung menghadiri shalat Isya’ berjama’ah. Sebelum pengasuh kembali ke dhalem, beliau sempat menghampiri pengurus dan berbincang-bincang sedikit.
Memang, di hari-hari sebelumya, santri sudah ditegur langsung oleh pengasuh pada saat sebelum memulai shalat Isya’ berjama’ah. Pengasuh berucap, “Dzikir, dzikir, dzikir.” Namun ternyata santri masih tak menghiraukan pesan dari beliau.
Dari kejadian itu, esoknya, suasana di Masjid Jamik Annuqayah menjadi tenang dan damai.

Minggu, Mei 10, 2009

Diniyah Lubangsa Selatan Krisis Pemimpin

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Pasca hengkangnya Abd. Khalish Munif dari Lubangsa Selatan 3 Mei 2009 lalu, internal Madrasah Diniyah Lubangsa Selatan (Madinah LS) dihadapkan pada masalah baru: krisis kepemimpinan. Sampai saat ini, posisi ketua, yang dulu ditempati Khalish, sapaannya, masih kosong melompong. Itu karena kader-kader yang dianggap mumpuni dan digadang-gadang menjadi pucuk pimpinan masih menempati posisi strategis dalam struktur kepengurusan Madinah LS saat ini.
Hal ini diakui Hariyadi, salah satu karyawan Tata Usaha (TU) Madinah LS bagian Administrasi, Selasa malam (5/5). Hariyadi menyebutkan bahwa kepergian Khalish memang terbilang sangat mendadak. Kejadian ini sulit untuk dielak karena pemanggilan Khalish juga sangat dadakan. Akibatnya, pengurus Madinah LS belum sempat memperbincangkan lebih jauh, sebelum Khalish benar-benar pergi dari Lubangsa Selatan, tentang nasib Madinah LS ke depan.
Abd. Khalish Munif meninggalkan Lubangsa Selatan Ahad siang, 3 Mei 2009, untuk menempuh pendidikan jejang S2 dan bekerja di sebuah percetakan di Sidoarjo yang menawarkan pekerjaan untuk posisi sekretaris. Sebelum mengambil keputusan untuk bekerja di sana, Khalish sempat ditawarkan sebuah pekerjaan di lingkungan Annuqayah sendiri. Namun, sampai beberapa minggu berselang, lembaga tersebut belum juga memperjelas kontraknya sehingga keputusannya untuk hengkang dari PPA Lubangsa Selatan terkatung-katung. Sementara itu, ia terus didesak oleh pemanggilan dari pihak percetakan di Sidoarjo tersebut dan diberi tenggat waktu untuk memutuskan pilihannya hingga 31 April 2009. Mendapati pemanggilan dari lembaga di Annuqayah yang belum jua ia terima, akhirnya Khalish memutuskan melenggang ke luar kota.
Dengan keputusan yang mendadak itu, Khalish dirasa pergi dalam kondisi yang kurang tepat. Itu disebabkan oleh poisisinya yang sangat setrategis di struktur kepengurusan. Selain itu, Madinah LS dihadapkan pada banyaknya program yang akan dilaksanakan dalam beberapa bulan terakhir karena sudah menginjak akhir tahun. Di antara program itu adalah Ujian Semester Genap dan Haflah Dirasah Diniyah Lubangsa Selatan (HADI LS) 2009.
Kenapa tidak langsung memilih kepala baru? Hariyadi menjelaskan bahwa, internal Madrasah Diniyah miskin kader. Meskipun ada, mereka sekarang masih menempati posisi yang sangat menentukan dalam struktur yang ada saat ini. Sehingga, menurutnya, kurang tepat kalau langsung memilih kepala baru, yang artinya meningglkan posisi lain dengan tugas-tugas yang belum selesai. Selain itu, proses pemilihan kepala Madinah LS tidak bisa langsung tunjuk-menunjuk figur. Harus melalui persiapan yang matang dan membutuhkan waktu yang panjang. Sementara kepengurusan yang ada saat ini masih disibukkan oleh realisasi program akhir tahun yang banyak memakan waktu dan tenaga.
Jadi, menurut Hariyadi, alangkah lebih baiknya bilamana masalah ini diselesaikan sampai berakhir masa jabatan Khalish yang hanya tinggal tidak lebih dari satu bulan setengah saja. Hal ini juga untuk menjaga konsentrasi pengurus Madinah LS agar tidak terpecah, sehingga beberapa acara yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat bisa berlangsung secara maksimal.
Sampai saat ini, tugas-tugas yang menjadi wewenang Kepala Madrasah dilimpahkan kepada TU, karena posisi kepala dalam gerbong kepemimpinan Khalish tidak memiliki wakil kepala. Seandainya ada wakil kepala, maka secara struktural posisi kepala dan tugas-tugasnya akan dilimpahkan kepadanya.
Ditanya siapa saja yang akan menjadi kandidat dalam menggantikan Abd. Khalish Munif, Hariyadi belum bisa memastikan. “Hal tersebut bergantung pada musyawarah pada tahun ajaran baru yang akan datang,” katanya. Namun, menurutnya, ada dua nama yang sudah dimunculkan oleh pengurus Madinah LS, yaitu Abdul Aziz dan Hariyadi sendiri. Akan tetapi, Hariyadi memastikan dirinya tidak akan bersedia dipilih karena ia juga mewarisi posisi Khalish sebagai direktur di percetakan LS Creative. Sementara itu, Abdul Aziz sebenarnya juga tidak mau menempati posisi tersebut karena kurang pantas, katanya. Namun, Hariyadi mencoba melobi dengan berbagai pertimbangan, sehingga Aziz, sapaannya, bisa mengerti dan dipastikan masuk dalam daftar calon kepala Madinah LS. Hariyadi tidak memungkiri jika nanti juga ada usulan untuk mengambil kandidat dari luar Madinah LS. “Hal itu dimungkinkan kalau dalam kepengurusan saat ini dirasa belum bisa memimpin perjalanan kepengurusan untuk masa yang akan datang. Tentu saja sang kandidat itu harus memang betul-betul mumpuni di bidangnya,” lanjut lelaki kelahiran Mingsoy, Bragung ini.
Kepemimpinan Abd. Khalish Munif juga terbilang singkat. Ia memimpin hanya kira-kira empat bulanan saja. Ia menggantikan A. Zubairi Ismail yang berhenti di tengah jalan kira-kira Oktober 2009 lalu. Sebelumnya, Khalish menempati posisi sebagai wakil kepala. Selepas Zubairi, sapaan akrabnya, berhenti, secara aklamasi posisi pucuk pimpinan dipegang oleh Abd. Khalish Munif.

Perpus Nirmala Adakan Penyuluhan tentang Kepustakaan


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Sabtu (9/5) kemarin, Perpustakaan Pondok Pesantren Annuqayah daerah Nirmala mengadakan penyuluhan tentang perpustakaan yang bertempat di Mushalla Nirmala lantai II. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri siswa kelas XI Aliyah/sederajat dan akan berlangsung selama tiga hari tiga malam. Acara ini diisi dengan berbagai materi, di antaranya penyajian tentang kepustakaan, administrasi, klasifikasi, marketing, dan penerbitan.
“Tujuan dari dilaksanakannya acara ini ialah agar nanti generasi setelah kami (kelas XI) bisa menjadi pustakawan yang lebih baik dari kami di dalam mengelola Perpustakaan Nirmala,” tutur Imamuddin, ketua panitia kegiatan ini dalam kata sambutannya. “Kebanyakan dari teman-teman itu ketika masuk ke perpus tidak tahu apa maksud dari tulisan “200 agama” dan semacamnya,” tambahnya.
Munaji, Ketua Perpustakaan Nirmala, mengatakan bahwa Perpus Nirmala butuh generasi, agar Perpus Nirmala tetap eksis melayani para santri. “Penyuluhan semacam ini kami rasa cukup penting, di mana nanti teman-teman kelas XI ini akan memperoleh pengetahuan tambahan tentang kepustakaan,” katanya. “Perpustakaan itu merupakan sentral bagi sebuah lembaga,” jelasnya.
Rupanya para santri kelas XI yang ikut kegiatan ini sangat antusias mengikuti penyajian tentang kepustakaan kemarin siang, yang langsung diadakan setelah acara pembukaan. “Kami sangat senang dengan diadakannya kegiatan semacam ini karena akan sangat membantu di dalam menjalankan tugas di perpus setelah nanti kakak kelas kami ini berangkat ke tempat pengabdian,” aku Ali Buldan, salah satu peserta.

Sabtu, Mei 09, 2009

Santri Annuqayah Menuju Pospeda Jawa Timur

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Santri Pondok Pesantren Annuqayah kembali dipercaya oleh Departemen Agama Sumenep untuk menjadi wakil Sumenep dalam Pekan Olahraga dan Seni Antar-Pondok Pesantren Daerah (Pospeda) di Blitar setelah satu tahun lalu juga berlaga di acara yang diadakan Dinas Kepemudaan dan Keolahragaan Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Timur tersebut. Menurut jadwal, utusan Pondok Pesantren Annuqayah yang terdiri dari 8 orang (4 santri putra dan 4 santri putri) tersebut akan berangkat ke Blitar pada Ahad pagi (10/5).
“Kami akan berangkat ke Blitar Ahad pagi besok,” kata Fahmi, staf Sekretariat Pondok Pesantren Annuqayah yang dipercaya mendampingi para santri ke Blitar. Dia menyampaikan bahwa sebenarnya peserta yang diminta oleh Departemen Agama Sumenp adalah sepuluh orang. Namun, terkait dengan umur, hanya delapan orang santri putra dan putri yang memenuhi kriteria. “Dalam persyaratannya peserta umurnya maksimal 17 tahun. Kami kesulitan untuk bisa dapatkan orang-orangnya, tapi untungnya saya bisa dapatkan meski hanya delapan orang,” jelas Fahmi panjang lebar.
Mendekati pemberangkatan yang tinggal satu hari tersebut, para peserta merasa deg-degan dan nervous, seperti halnya yang disampaikan oleh Farchi Muqaddas, santri yang diutus untuk Lomba Kaligrafi. Dia pada dasarnya dikenal dengan mentalnya yang kuat, tapi saat ditemui dia mengaku sangat nervous. “Entah kenapa mental saya sekarang seakan kendur. Padahal awalnya saya tidak merasa deg-degan sama sekali. Apa mungkin karena akan bertemu dengan banyak santri putri kali ya,” kata Farchi dengan tawa khasnya.
Hal yang sama juga diakui oleh Alimuddin, santri Latee yang diutus untuk Lomba Pidato Bahasa Arab. Dia mengatakan bahwa dia sangat tidak percaya diri menghadapi Pospeda karena ini kali pertama dia mengikuti lomba tingkat provinsi. “Ini pertama kalinya. Tapi saya harus buang semua rasa takut saya, karena saya sudah dipercaya untuk mengemban tugas ini,” kata Alimuddin penuh semangat.
Menurut informasi, 8 orang santri tersebut akan berada di Blitar selama satu minggu, tepatnya sejak tanggal 10 Mei 2009 sampai tanggal 16 Mei 2009.


Jumat, Mei 08, 2009

Siswa Kelas XII MA Tahfidh Kembali Adakan Tasyakuran Lepas Ujian

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Ujian untuk kelas XII MA Tahfidh Annuqayah telah selesai, tepatnya pada Kamis (7/5) kemarin. Seperti biasanya dan sudah menjadi rutinitas setelah pelaksanaan ujian berakhir, baik UN, Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Semester, siswa kelas XII MA Tahfidh Annuqayah mengadakan tasyakkuran berupa makan bersama. Namun, tasyakuran yang dilaksanakan Kamis malam (7/5) kemarin menjadi sangat berbeda. Pasalnya, para siswa yang hadir pada malam itu lebih banyak dari biasanya. Siswa yang hadir pada malam itu lebih dari dua puluh siswa.
“Tasyakkuran kali menjadi sangat berbeda dari biasanya. Lebih rame, karena yang hadir lebih banyak,” tutur Ahmad Mukhlas, ketua kelas XII MA Tahfidh Annuqayah. Dia juga mengungkapkan bahwa dia sangat senang sekali teman-temannya banyak yang hadir malam itu, karena menurutnya tasyakkuran kali ini akan menjadi tasyakkuran terakhir mereka selama menjadi siswa MA Tahfidh. “Tasyakkuran ini bisa dibilang acara perpisahan kecil-kecilan kami, karena sebentar lagi kami akan berpisah,” lanjutnya.
Hal senada diungkapkan oleh Adlan Ali, salah satu siswa kelas XII. Dia mengungkapkan bahwa dia sangat gembira bisa berkumpul dan makan bersama dengan teman-temannya di kelas XII. “Soalnya sebentar lagi kita akan berpisah dan mungkin sulit bisa kumpul seperti lagi,” kata Adlan. Dia juga menambahkan acara tasyakkuran tersebut akan menjadi sebuah kenangan yang sulit dilupakan. “Karena ini merupakan acara perpisahan kecil-kecilan kami. Meskipun katanya Pengurus Pesantren Annuqayah juga akan mengadakan acara perpisahan untuk seluruh siswa SLTA se-Annuqayah,” lanjutnya.
Acara yang diletakkan di halaman STIKA putri ini pun menjadi sangat meriah meskipun acara tersebut tidak diisi dengan acara-acara resmi. Namun bagi para siswa kelas XII MA Tahfidh, acara tersebut menjadi sangat berarti. “Kami tidak butuh isi acaranya. Yang kami butuhkan kekompakan teman-teman dan kesan mereka setelah acara ini selesai,” ungkap Mahmudi salah satu siswa kelas XII.

Warpostel Jarang Buka, Santri Memilih Sewa HP

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Setelah ditinggal Muzali pada pertengahan tahun 2008, warung pos dan telekomunikasi (Warpostel) Annuqayah yang terletak di kawasan PP Annuqayah Lubangsa kemudian minim jam bukanya. Muzali, si penjaga warpostel, mengakhiri tugasnya di Warpostel Annuqayah karena ia berhenti mondok.
Warpostel itu adalah satu-satunya warung telekomunikasi—tidak hanya warung telepon saja, pos, wesel, dan koran Jawa Pos, juga ditaruh di sana—yang ada di lingkungan Annuqayah. Semua santri, baik dari Nirmala, Latee, Lubangsa Selatan, dan daerah lain di Annuqayah menggunakan jasa warpostel tersebut.
Warpostel yang berdempetan dengan ruang Usaha Kesehatan Pondok Pesantren (UKPP) PPA Lubangsa itu kini ditangani oleh Moju Jumad, S.Pd.I., mantan ketua pengurus PPA Lubangsa tahun 2005-2006, yang saat ini juga menjadi guru di SMA Annuqayah.
Minimnya jam buka Warpostel Annuqayah tersebut sangat disayangkan oleh santri, khususnya santri Lubangsa, lebih-lebih santri yang berasal dari luar Madura, seperti Surabaya, Jember, Besuki, Probolinggo, Kalimantan, dan Sumatera.
Agus Suprianto, santri asal Sumatera Utara itu, menilai bahwa jam buka warpostel saat ini minim sekali. “Biasanya, waktu Muzali yang jaga, setiap pagi, dari jam enam sampai jam tujuh masih selalu buka. Tapi sekarang hanya malam hari saja, setelah bel jam belajar dibunyikan,” ungkap santri yang menjadi mahasiswa STIKA semester II itu.
Akibatnya, santri banyak yang pergi ke counter untuk sewa HP demi memenuhi kebutuhan komunikasi mereka. Biasanya, counter di lingkungan Annuqayah memberi sewa telepon via HP dengan tarif Rp 1.500,- per lima belas menit. ”Jika mau nelepon ke rumah, saya pergi ke counter saja, sewa di sana,” tambah santri yang terkenal kalem itu.
“Banyak santri Lubangsa yang menyewa di sana, bukan hanya saya. Bahkan sering harus antre,” tambahnya.

Kamis, Mei 07, 2009

Santri Lubangsa Dilarang Ngenet selain di Warnet Annuqayah

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Seiring dengan bermunculannya warung internet (warnet) di sekitar komplek Pondok Pesantren Annuqayah, pengurus PPA Lubangsa mengambil tindakan tegas melarang santri Lubangsa mengoperasikan internet selain yang dikelola oleh pihak Yayasan Annuqayah. Keputusan ini diumumkan Rabu (6/5) kemarin. Hal itu dimaksudkan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidah diinginkan.
Setelah melarang santri Lubangsa megoperasikan internet di warnet milik Mamad yang berlokasi di sebelah utara kediaman Bapak Panji Taufiq (simpang tiga jalan Nirmala), kini santri Lubangsa juga dilarang mengoperasikan internet yang baru lahir di lingkungan Annuqayah, yaitu warnet baru milik Ahmad Hamidi, pria asal Payudan Nangger yang pernah nyantri di Annuqayah.
Warnet yang berlokasi di simpang tiga Toko Yayasan Annuqayah—kawasan yang juga terkenal dengan sebutan “segi tiga emas” Annuqayah—itu sejatinya masih tanpa server. Jadi, santri lebih leluasa mengoperasikan internet tanpa kontrol dari pemilik.
Mohammad Afnan, salah satu santri Annuqayah Lubangsa, mengungkapkan sedikit rasa kecewa dengan aturan itu. Menurutnya, kuantitas internet itu masih kurang, mengingat banyaknya santri yang harus antre menunggu giliran di Warnet Annuqayah.
“Ketika ada pembukaan warnet baru, saya senang sekali. Dengan begitu, saya atau santri Lubangsa lainnya tidak usah antre lama menunggu giliran. Ya! Minimal milih-milih ngenet di mana, tanpa harus ngantre panjang,” ungkap santri asal Manding itu.
Secara terpisah, pengurus PPA Lubangsa menyatakan bahwa dilarangnya mengopersikan internet selain yang dikelola oleh Yayasan Annuqayah adalah sebagai antisipasi akan hal-hal yang tidak diinginkan oleh pengurus, seperti membuka situs-situs porno dan lain sebagainya.
“Internet itu kan gudangnya informasi. Mencari apa saja tinggal tulis dan klik saja. Tak terkecuali dengan hal-hal yang negatif, misalnya situs porno. Kalau sudah ada pengawasan dari pihak Yayasan seperti Warnet Annuqayah itu, saya tidak khawatir, tapi kalau yang lainnya, belum tentu,” ungkap ketua pengurus PPA Lubangsa, Lukman Mahbubi.

Rabu, Mei 06, 2009

Santri Karang Jati Putri Lebarkan Senyum Saat Pengajian Kitab Dimulai Kembali

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Seluruh santri PPA Karang Jati Putri merasa senang atas dimulainya pengajian kitab pada hari Selasa malam (5/4) kemarin. Setidaknya 99,99 % santri yang selama ini menanti agar program pengajian kitab diaktifkan kembali telah menuai bangga atas terwujudnya keinginan mereka. Sebab seiring dengan macetnya Diniyah Sabajarin, mereka jarang mengenyam pengajian kitab.
Tentu saja nasib pendidikan santri tersebut meresahkan para wali. Karena itu, pengurus Karang Jati berusaha untuk mengaktifkan pengajian kitab setiap seminggu 5 kali selepas shalat Isya’. “Kami meminta pengasuh putri untuk terjun, meski kami tahu beliau sibuk. Dan beliau bersedia,” kata Nurul Qamariyah, ketua pengurus PPA Karang Jati Putri. “Kami juga mengundang guru dari luar,” lanjutnya.
Menurut Nurul Qamariyah, pengajian kitab ini sangat penting dilaksanakan. Dan untuk mengisi pengajian tiap malam, tak mungkin dilakukan oleh satu orang guru. “Maka pada saat rapat tim formatur bersama pengasuh, telah diputuskan agar mengundang guru dari luar,” ujarnya.
Mamluatul Bariroh, pengurus bagian pendidikan, membenarkan pendapat Nurul untuk menambah guru dari luar. Sebagai antisipasi kemungkinan ketidakaktifan pengajian tersebut. Dia juga mengatakan bahwa pengajian kitab ini hanya sementara saja, untuk mengisi waktu senjang. “Ya, untuk mengisi periode 2008-2009 tuntas sampai akhir Mei. Sedangkan untuk periode selanjutnya, Karang Jati Putri akan mengelola Diniyah sendiri,” katanya serius penuh harap akan kemajuan Karang Jati Putri tercintanya.

Warnet Baru di Pertigaan Emas Annuqayah


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Ahad (3/5) kemarin, komplek Pondok Pesantren Annuqayah kembali dikejutkan dengan adanya warnet baru yang berlokasi di simpang tiga Toko Yayasan Annuqayah, kawasan yang juga terkenal dengan sebutan Pertigaan Emas Annuqayah. Pelayanan yang diberikan cukup baik dan bagus, walaupun tak sebagus warnet milik Mamad yang berlokasi di sebelah utara kediaman Bapak Panji Taufiq.
Para santri yang ngenet duduk di bawah alias lesehan. Warnet yang menghabiskan dana kurang lebih Rp. 20 juta ini memiliki fasilitas ruangan yang bersih, mikrofon, dan empat unit komputer yang tersedia semuanya masih baru, tanpa server. Perhitungan pemakaiannya masih manual. Yang tak kalah penting, tarifnya Rp. 2.500,- per jam, karena masih dalam masa promosi.
“Rencana awal saya mau membuka warnet di kawasan pasar Ganding karena tempat yang telah saya sewa ini akan ditempati bisnis pangkas rambut. Akan tetapi, dengan beberapa pertimbangan, maka saya putuskan untuk membuka di sini (Annuqayah),” tutur Ahmad Hamidi, pemilik warnet asal Payudan yang pernah nyantri di Annuqayah itu.
Hamidi menambahkan bahwa dia melihat prospek bisnis warnet di Annuqayah ke depan akan semakin maju dan berkembang. “Saya optimis bisnis warnet ini sukses, meskipun sekarang tak semua santri yang bisa internet. Warnet ini selain bertujuan bisnis juga karena saya sendiri memang suka mengikuti perkembangan teknologi,” kata alumni MA 2 Annuqayah ini. Dia mengaku tak pernah ragu dalam berbisnis karena dia sangat memegang petuah gurunya, K. Musta’ien, ketika dia masih mondok di salah satu pesantren di Jawa Timur, yang mengatakan: “Urusan bisnis ikutilah kata hatimu, kalau sekiranya baik maka laksanakanlah, demikian pula sebaliknya.”
Bisnis yang dia kembangkan tidak hanya warnet saja. Dia juga membuka bisnis telepon seluler di pasar Ganding yang melayani isi ulang pulsa, segala macam aksesoris HP, kartu memori, dan sebagainya.
Afif (21), salah seorang pengunjung yang juga santri Annuqayah, mengaku senang dengan adanya warnet ini karena sekarang tak perlu lama-lama lagi antre di Warnet Annuqayah. “Kalau di sana sedang full pengunjung, saya bisa langsung ke sini dan aksesnya juga cukup cepat,” katanya.


Berita terkait:

Selasa, Mei 05, 2009

Karang Jati Kembali Gelar Kompetisi Mading

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Ajang kompetisi majalah dinding (Mading) di PPA Karang Jati Putri kembali digelar Sabtu (2/5) kemarin. Persaingan antartim yang pada putaran kali ini dibagi per kamar tetap terbalut semangat. Bahkan lebih ketat dari kompetisi sebelumnya.
Mamluatul Bariroh, kordinator pendidikan, mengatakan bahwa dari awal ia sudah mengira persaingan kali ini akan lebih panas, karena hubungan santri 1 kamar bagaikan 1 keluarga. “Otomatis, kekompakan dan semangatnya pun semakin lebih, lebih, dan lebih,” tuturnya dengan meniru iklan Capilanous di TV. “Tapi saya juga berharap, agar persaingan ini tidak menjurus pada hal-hal yang negatif. Misalnya, sampai memaki-maki antarkamar. Ya, karena ini tak jarang terjadi di lingkungan kita,” imbuhnya serius.
Ketegangan dan kecemasan terhadap persaingan ketat ini tak hanya dirasakan oleh pihak pengurus saja, tapi juga dirasakan oleh Iis Dahlia, ketua kamar blok D yang kebagian nomor urut 2, setelah blok A. ketegangan ini tampak jelas saat majalah dinding blok A ditempel. “Pokoknya kamarku harus tampil lebih perfect,” katanya.
Bila Mamluatul Bariroh cemas dengan persaingan yang super ketat itu, namun Nurul Qamariyah, ketua pengurus PPA. Karang Jati Putri, mengaku bahwa justru persaingan inilah yang akan terus mendorong santri untuk menuju pada dunia kreatif, inovatif dan imajinatif. “Siapa tahu, nanti santri Karang Jati ada yang bisa jadi superstar,” tambahnya sambil berguyon.

Anggota Pramuka Harus Kreatif

Farihah Zurni, PPA Latee II

Aku baru datang dari kantor OSIS MA 1 Annuqayah Putri saat sebagian anggota-anggota pramuka duduk bertumpu pada kedua kakinya di depan perpustakaan Pondok Pesantren Annuqayah Latee II. Di dekatnya gelas dan botol plastik bekas air minum berserakan. Sarang laba-laba menghiasi baju mereka. Tangan mereka sibuk menyusun gelas-gelas plastik bekas air minum. Satu persatu gelas itu disusun membentuk menara, memanjang seukuran lengan. Lalu mereka menjejernya sebelum dimasukkan ke dalam kantong plastik.
“Kami sudah lama mengumpulkan gelas dan botol-botol ini. Makanya penuh dengan debu. Dan sekarang kami akan menjualnya,” kata Faizah menjawab pertanyaanku.
Aku duduk di serambi perpustakaan. Kulihat Eva, panggilan akrab Binti Ifadah Saifi, berdiri menegakkan tubuhnya. Dengan cepat tangannya meraih kantong plastik yang sudah penuh, menentengnya, dan meletakkannya di tumpukan yang sudah menggunung. Faizah berdiri di sampingnya. Jari-jemarinya sibuk memutar tutup botol plastik itu, mencoba membukanya. Setelah tutup botol terbuka, dia melepas botol itu. Botol terempas ke tanah. Dengan cepat kakinya menginjak-nginjak botol itu, menjadikannya tak lagi berbentuk. Lalu dia membungkuk, tangannya meraih botol yang sudah gepeng itu dan menutupnya kembali. Lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik besar di sampingnya.
Kualihkan pandanganku ke Eva. Tangannya semakin sibuk memasukkan gelas-gelas yang sudah tersusun ke dalam kantong plastik berukuran besar. Lalu dia berdiri, menegakkan tubuhnya. Tangannya kembali meraih kantong plastik itu, dan melangkah untuk meletakkannya di tumpukan.
Tiba-tiba Uyun, nama panggilan Qurratul Uyun, muncul dari gang di samping perpustakaan dengan kardus berukuran besar di tangannya. Gang itulah yang mereka jadikan sebagai tempat untuk menyimpan gelas-gelas dan botol tersebut. Uyun meletakkan kardus tersebut di hadapan Eva, mengeluarkan isinya. Lalu membantu Eva menyusunnya.
“Ini mau dijual kepada H. Zahir. Uangnya akan kami jadikan sebagai pendapatan kas Pramuka,” kata Uyun saat aku bertanya padanya. Tangannya semakin cepat meraih gelas-gelas itu, menyusunnya, kemudian memasukkannya ke dalam plastik. ”Kalau dulu harganya tiga ribu rupiah per kilo, entah sekarang berapa,” lanjutnya.
Matahari beranjak turun menuju pembaringannya, menyemburkan semburat merah keemasan saat Uyun beranjak meraih sapu lidi yang tersandar di sampingku. Dengan lincah tangannya mengayunkan sapu itu pada sampah yang berserakan. Mengumpulkan sampah itu jadi satu, lalu memasukkannya ke dalam tempat sampah. ”Nanti setelah shalat Isya’ kita ke sini lagi ya, buat nyelesain ini, mengumpulkan sampah yang tersisa,” katanya pada yang lain.

Senin, Mei 04, 2009

Liburan UAM, Lubangsa Adakan Pengajian Kitab Pagi dan Malam

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Demi mengefisienkan waktu liburan sekolah untuk kelas 1 dan 2 karena siswa kelas tiga sedang menghadapi Ujian Akhir Madrasah (UAM) Madrasah Aliyah/SMA/Sederajat, Pengurus PPA Lubangsa seksi Pendidikan, Pengajaran, dan Pengembangan Intelektual (P2PK) mengadakan pengajian kitab Kifayatu al-Akhyar dan kitab Al-Kasyfu wa al-Tabyin mulai Ahad (3/5) kemarin.
Kedua pengajian kitab itu diampu oleh ustadz yang berbeda. Namun, keduanya masih sama-sama aktif di pesantren Lubangsa. Mereka adalah Ustadz Amirul Khotib, pengampu kitab Kifayatu al-Akhyar yang menjabat sebagai pengurus P2PK dan Ustadz Mohammad Ali, mantan ketua pengurus PPA Lubangsa 2007-2008, pengampu kitab Al-Kasyfu wa al-Tabyin
Kedua pengajian kitab itu sudah dijadwal berbeda. Kitab Kifayatu al-Akhyar pagi, dimulai pada pukul 06.30 sampai 07.30 WIB, dan malamnya, selepas shalat Isya’ berjamaah, pengajian kitab Al-Kasyfu wa al-Tabyin sampai bel jam belajar berbunyi.
Pengajian kitab Kifayatu al-Akhyar membahas Bab Puasa. Menurut Amirul Khotib, bab ini dipilih karena sebentar lagi santri akan menghadapi liburan puasa. “Meski masih cukup jauh jaraknya, yakni empat bulan, tapi ini adalah salah satu kesempatan yang tepat. Jarang ada kesempatan selain hari-hari biasa,” ungkapnya.
Sufyan Auri, salah satu pengurus P2PK, menambahkan bahwa pengajian ini dilaksanakan agar santri tidak terlalu santai dalam liburan Ujian Akhir Madrasah (UAM). ”Percuma kan, waktu terbuang sia-sia, sedangkan kakak kelas mereka deng-bhindeng (bingung) mengerjakan soal UAM di kelasnya. Lebih baik digunakan hal yang bermanfaat,” ungkapnya ketika ditemui di kantin Sufi PPA Lubangsa.

Gara-Gara Gatal, Para Santri ”Main Gitar”

Farihah Zurni, PPA Latee II

Matahari tergelincir. Panasnya tak lagi menyehatkan. Aku baru pulang dari sekolah. Kulihat Nurul Qamariyah, yang akrab disapa Kam, sedang duduk di depan kamar Al-Qudusi 01. Tangannya sibak menggaruk-garuk betisnya. Kuletakkan buku yang kudekap di sampingnya. Kubuka sepatuku, dan meletakkannya di rak. Kemudian aku kembali duduk di sampingnya.
”Rasanya gatal sekali Fan!” katanya saat sudah duduk di sampingnya. Kulihat betisnya. Bintik-bintik hitam menghiasi kulitnya yang putih. ”Oh iya, kamu kan juga ’kena’, apa sudah sembuh?” tanyanya padaku.
”Kalo yang bintik-bintik hitam sudah sembuh, tinggal bekasnya aja. Tapi sekarang tumbuh bintik-bintik merah. Rasanya gatal banget,” ucapku sambil menyingsingkan lengan bajuku. Kam melongok, mencoba melihat lenganku lebih dekat. Matanya lekat menatap bintik-bintik merah yang hampir memenuhi lenganku.
Aku menggaruk lenganku. Berusaha mengurangi rasa gatal bercampur panas yang kurasa. Namun rasa itu tak kunjung berkurang. Malah semakin perih. Malah bintik-bintik merah itu mulai mengeluarkan air yang bercampur darah. Karena kulit yang melapisinya mulai mengelupas, menjadikan darah segar itu mengalir bebas tanpa penghambat. Aku meringis menahan rasa perih dan gatal yang menyerangku. Namun tanganku tak mampu tuk menghentikan gerakku. Rasa gatal telah menguasaiku, seolah menuntut tanganku untuk selalu menggaruk lenganku.
”Sebenarnya walau digaruk sampai luka kek gitu, tetap aja gatal. Tapi setidaknya kita merasa puas,” ucap Kam mengagetkanku. Rupanya dari tadi dia memperhatikanku.
Aku alihkan pandanganku pada sebagian santri yang sedang duduk di serambi mushalla. Rupanya mereka sedang asyik ’main gitar’ alias garuk-garuk. Mereka juga terkena penyakit gatal-gatal seperti aku dan Kam. Memang hampir dapat dipastikan 75% santri Pondok Pesantren Annuqayah Putri terkena penyakit gatal-gatal. Tapi sampai sekarang belum ada tindakan lebih lanjut untuk mengetahui apa penyebabnya.
”Apa mungkin penyebab penyakit ini karena alergi air atau karena kita nggak cocok dengan air di sini ya Fan? Soalnya kalau aku pulang ke rumah penyakit sembuh total. Tapi kalo sudah balik ke sini, pasti deh kambuh lagi,” kata Kam kembali mengagetkanku. Aku menggeleng. Kualihkan pandanganku padanya. Ternyata dia sedang menggaruk lengan kirinya yang terasa gatal. Gayanya sudah kayak gitaris yang sering nongol di layar kaca.
”Kalo dipikir-pikir asik juga ya. Kapan lagi kita main gitar kek gini,” ucapnya tersenyum mengedipkan mata.

Minggu, Mei 03, 2009

Cerita di Balik SMS Berantai Shalat Tahajjud di Nirmala

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Efektifnya program baru yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Nirmala, yaitu SMS Berantai Shalat Tahajjud oleh-oleh dari para peserta yang berkunjung ke YPI Al-Hikmah Surabaya baru berjalan sekitar seminggu. Program ini cukup berhasil untuk mendukung para pengurus Nirmala untuk melakukan Shalat Tahajjud, terlihat dari banyaknya pengurus yang bangun pada pukul 03.00 WIB dini hari.
Dari situ kemudian ada cerita-cerita menarik yang disampaikan oleh para pengurus. Keluhan, dan ide-ide gila pun juga muncul. Seperti yang dilontarkan oleh Ahmad (bukan nama sebenarnya), salah satu ide gilanya ialah melompati urutan pengiriman SMS yang diatur sebelumnya agar SMS yang dikirim oleh temannya langsung sampai ke pengasuh. “Nanti kalau saya dapat SMS dari teman yang ada di atas saya, saya akan langsung kirimkan ke kamu (teman yang ada di urutan terakhir, Red.), kemudian dari kamu langsung kirim ke pengasuh,” katanya sambil tertawa. Tapi untung rencana itu tidak kesampaian karena ternyata dia berkomitmen untuk melaksanakannya, dan itu hanya merupakan guyonan saja. Kebetulan juga teman-temannya tidak setuju dengan ide gila itu.
Ada juga yang merasa kerepotan dengan program ini. Sebut saja Fatur (bukan nama sebenarnya). Dia merasa kerepotan dengan masalah pulsa sebab katanya pemberitahuan ini harus dengan SMS. ”Wah… payah ini. Bagaimana kalau nanti saya tidak punya pulsa, SMS teman bisa nggak sampai kepada teman yang ada di bawah urutan saya,” katanya. “Itu gampang, langsung aja kamu datangi ke pondoknya. Yang penting teman yang ada di bawah urutan kita itu bisa terjaga alias melek!” celetuk salah seorang teman dalam rapat beberapa hari yang lalu.
Subaidi, salah satu peserta yang ikut kunjungan dan magang di YPI Al-Hikmah Surabaya menjelaskan kalau umpamanya teman yang ada di urutan terakhir tidak kunjung menerima sms dari teman yang ada di atasnya, maka dia harus sensitif untuk menghubungi temannya duluan. Bisa dengan miskol, SMS, atau langsung mendatangi pondoknya. “Pokoknya harus berurut. Tidak boleh ada yang ketinggalan,” ujarnya.
Salah seorang pengurus mengaku senang dengan adanya program ini, seperti yang dituturkan oleh Azhari. “Saya suka dengan program ini sebab dulu-dulunya saya biasanya bangun beberapa menit setelah adzan Subuh dikumandangkan. Alhamdulillah sekarang sudah nggak lagi, berkat adanya progam SMS berantai ini. Sekarang HP betul-betul barokah seperti yang diharapkan oleh K. Hanif dalam rapat beberapa waktu yang lalu,” katanya.

Pengurus Darul Lughah Kembali Adakan Pemutaran Film Bahasa Arab

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Pada Jum’at malam (1/5) kemarin, untuk kedua kalinya pengurus Darul Lughah Latee mengadakan pemutaran film berbahasa Arab. Film yang diputar pada kesempatan tersebut adalah Ashabul Kahfi Disc 1.
“Pemutaran film adalah program bulanan departemen pendidikan dan pengajaran. Jadi acara yang seperti ini akan ada terus setiap bulan,” kata Umarul Faruq pengurus departemen pendidikan dan pengajaran Darul Lughah.
Namun pemutaran film yang disambut meriah oleh seluruh santri Darul Lughah itu harus terganggu saat film tengah berjalan 30 menit oleh datangnya pengurus keamanan PPA Latee yang mengira pemutaran film itu belum mendapatkan izin. “Dia mengira kami belum izin ke pengurus PPA Latee untuk mengadakan pemutaran film. Ini kesalahpahaman saja,” jelas Faishal Khair, Direktur Darul Lughah.
Namun meskipun kehadiran pengurus keamanan tersebut hanyalah salah paham, hal itu cukup mengganggu kelancaran pemutaran film. Pasalnya, pengurus keamanan tersebut masuk ke ruang kelas Diniyah yang menjadi tempat pemutaran film dengan suara keras dan langsung marah-marah. “Ya mengganggulah. Wong dia datang sambil marah-marah,” kata Ahmad Zairi yang juga menjabat sebagai pengurus pendidikan dan pengajaran Darul Lughah.
Film yang berdurasi 58 menit itu mengisahkan perjalanan tujuh orang pemuda dan seekor anjing mereka yang hidup pada masa sebelum lahirnya Nabi Muhammad saw yang menentang raja mereka yang terkenal dengan keserakahan dan kesombongannya yang mengajak mereka untuk ikut memeluk agamanya, tapi tujuh orang yang memang iman kepada Allah sangat tebal itu menolak dengan ajakan tersebut. Karena ajakannya ditolak dan menganggap tujuh pemuda itu mengkhianatinya, raja itu lalu memerintahkan bala tentaranya untuk mengejar mereka. Tujuh pemuda yang tahu dengan rencana pun lari dari kejaran tentara sang raja. Mereka pun sampai di sebuah gua yang bernama Tarthus, lalu tujuh orang pemuda tersebut bersama anjingnya tertidur selama kurang lebih 3 abad.

Sabtu, Mei 02, 2009

M. Haukil Kembali Jadi Finalis LKTI Nasional

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Mengulang kesuksesan pendahulunya, Ach. Fawaid, pada 2006, kini M. Haukil juga menjadi finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) IX 2009 yang diadakan oleh Magistra Utama, Malang, pada 31 Maret-26 Mei 2009. Empat tahun lalu, Ach. Fawaid, yang kini menjadi alumnus, berhasil pulang dengan menyabet juara II. Mampukah Haukil, sapaannya, pulang dengan keberhasilan yang sama, bahkan melebihi, pada kompetisi kali ini?
Ditemui di Perpustakaan Lubangsa Selatan Rabu siang, (29/4), M. Haukil mengatakan, pemberitahuan tentang nama-nama yang masuk nominasi sebagai finalis LKTI itu dikirim panitia melalui fax ke Madrasah Aliyah (MA) 1 Putri Annuqayah, karena MA 1 Putra, yang dikontak panitia, tidak memiliki fax. Haukil sendiri sebenarnya adalah siswa MA Tahfidz Annuqayah, akan tetapi panitia mengirim informasi ke pihak MA 1 Putra, karena dari sana juga mengirim kompetitor dalam ajang lomba tersebut walaupun belum masuk dalam daftar finalis. Pemberitahuan itu dikirim pada hari Ahad (26/4) dan sampai ke tangan Haukil keesokan harinya, Senin.
Lewat karyanya yang berjudul, Menjadi Pembelajar di “Universitas Besar Kehidupan”, M. Haukil berhasil menyisihkan sedikitnya 207 naskah dari 223 naskah yang masuk ke panitia. Dia menjadi finalis bersama 15 orang lainnya dari berbagai penjuru nusantara. Dialah satu-satunya peserta dari Madura yang lolos ke babak final. Lainnya tumbang di tingkat seleksi karya.
Menurut Haukil, konsep yang ditawarkan dalam karyanya adalah tentang pembelajaran seumur hidup kepada anak didik. Dia mengampanyekan konsep pembelajaran Active Learning dalam kehidupan mereka. Agar belajar tidak hanya berhenti pada ruang dan waktu. “Hidup adalah karya, bukan usia,” kata pria yang murah senyum ini, mengutip selarik sajak K. M. Faizi.
Haukil akan mempertanggungjawabkan karyanya di hadapan para juri pada 25-26 Mei 2009 yang akan datang. Dia menjadwal keberangkatannya pada 24 Mei 2009, satu hari sebelum acara berlangsung, untuk mempersiapkan segala keperluannya di rumah pamannya di Malang. Dia tidak ingin kecolongan kembali mewarnai kompetisinya, seperti yang terjadi beberapa bulan lalu saat akan presentasi karya tulisnya di Universitas Paramadina, Jakarta. Dia harus menelan pil pahit sebagai juara harapan II karena terlambat datang yang menyebabkan dirinya tidak bisa presentasi.
Selain presentasi, dia juga akan menampilkan kebolehan dalam berakting. Acara ini juga satu dari serangkaian program yang akan berlangsung pada acara tersebut. Ditanya apa yang akan ditampilkannya dalam unjuk kebolehan tersebut, Haukil mengatakan dirinya ingin menampilkan monolog, peran yang selama ini belum pernah dilakukannya. Alasannya, selain lebih mendidik, juga lebih atraktif dan menantang. Saat ini dia sedang menyiapkan naskah yang akan dilakoninya. Dan dalam waktu yang masih agak lama ini ia akan mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Secara keseluruhan persiapannya masih 50%, katanya. Itu karena, akunya, dia sedang sibuk dengan Ujian Nasinal (UN) dan mempersiapkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Perpustakaan Lubangsa Selatan yang tidak lama lagi akan digelar. Dia kebetulan saat ini menjabat sebagai ketua.
Haukil menargetkan dalam kompetisi ini dirinya harus menjadi juara I. Dia ingin mengungguli keberhasilan Ach. Fawaid pada empat tahun silam. Dia merasa kalau dirinya bisa menjadi juara I, berarti ada perkembangan. “Kalau tetap nomor dua, kan berarti mandeg,” lanjutnya. Dari rekam jejaknya, remaja yang masih berumur 18 tahun ini (lahir pada 16 Januari 1991), sudah menorehkan segudang prestasi, baik tingkat lokal maupun nasional. Dua kali menjadi juara I lomba LKTI se-Sumenep, masing-masing diadakan oleh Perpustakaan Daerah Sumenep, Agustus 2008, dan STKIP PGRI Sumenep, Juni 2008; juara I LKTI tingkat nasional di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, November 2008; juara harapan II penulisan esai tingkat SLTA se-Indonesia, Januari 2009 (tanpa presentasi) di Paramadina, Jakarta. Selain itu, karya-karyanya tersebar di beberapa media antara lain, Radar Madura, Tabloid Info, dan beberapa media online.
Ditanya tentang berapa jumlah hadiah untuk kompetisi kali ini, dia mengatakan bahwa jumlahnya tidak terlalu besar. Total hadiah sebanyak Rp. 19 juta. Namun jumlah itu dibagi-bagikan kepada 16 finalis. Untuk juara I hanya mendapatkan Rp. 2.250.000,-. Tapi meski tak sebesar yang diberikan oleh beberapa kompetisi lainnya, ia merasa bangga jika ia pulang dengan prestasi yang membanggakan. “Yang penting dapat juara. Hadiah sedikit tak jadi masalah. Hadiah itu nomor 23, tapi dari 1-22 tidak ada?” katanya lantas tertawa.
Kesibukan lain Haukil saat ini adalah mempersiapkan diri untuk menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu menjadi mahasiswa. Keinginan besarnya adalah kuliah di luar kota, yaitu Universitas Paramadina, Jakarta.. Dia ingin mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI). Berkat keberhasilannya menjadi juara pada kompetisi LKTI beberapa bulan lalu, membuatnya dibebaskan dari beban biaya dan persyaratan tes tulis. Saat ini dia hanya disibukkan dengan menyiapkan berkas-berkas administrasi. Jadi, setelah berkas administrasi rampung, dia hanya menunggu keputusan dari pihak kampus.