Jumat, Mei 27, 2011

Selayang Pandang MI 1 Annuqayah

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

MI 1 Annuqayah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang cukup menyejarah. Ia berdiri pada tahun 1933, mendahului dentum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia dipandang sebagai cikal bakal berdirinya lembaga pendidikan yang berbasis formal di lingkungan PP Annuqayah. Lantas, bagaimana perkembangannya kini?

Umar Hakim, S.Ag., selaku kepala sekolah, berkenan diwawancarai redaksi Kabar Annuqayah di ruang kerjanya, Rabu (25/5). Lelaki paruh baya yang mengajar di MI 1 Annuqayah sejak 1992 itu menyatakan bahwa perkembangan lembaga yang dikepalainya mengalami fluktuasi, naik turun, terutama yang berkenaan dengan perkembangan jumlah murid (lihat tabel).


Dari tabel tersebut, jelas terlihat bahwa jumlah siswa MI 1 Annuqayah hari ini mengalami penurunan yang cukup tajam dibanding tahun pelajaran 2000-2001. Ternyata, penurunan tersebut bukan karena kualitas sistem maupun para guru yang mengajar sepanjang waktu.

“Dulu, ada kebijakan bahwa santri baru yang tidak sekolah di MI 1 Annuqayah dan akan masuk ke MTs 1 Annuqayah terlebih dahulu harus masuk kelas 6 khusus di lembaga ini. Sehingga, wajar bila kala itu jumlah siswa lembaga kami banyak,” ujar Pak Umar, panggilan akrab Umar Hakim.

Kebijakan tersebut, lanjut pak Umar, diberlakukan sejak 1985 dan baru dicabut kembali pada tahun pelajaran 2004-2005. Upaya pencabutan itu dipandang perlu karena sistem seleksi di MTs 1 Annuqayah lumayan ketat dan bisa diandalkan.

Kendati begitu, jumlah siswa kini mengalami perkembangan dibanding tahun pelajaran sebelumnya. Walau perkembangannya tidak begitu mencuat, Pak Umar bersama 14 guru selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada muridnya.

“Peningkatan mutu guru tetap kami perhatikan. Seperti mengikutsertakan mereka dalam diklat keguruan dan mendorong para guru yang belum sarjana untuk bisa kuliah. Separuh biaya kuliah mereka ditanggung oleh lembaga. Semua ini dilakukan agar kualitas mereka dalam mengajar tidak diragukan lagi,” kata Pak Umar.

Berkaitan dengan keorganisasian, di MI 1 Annuqayah belum terbentuk organisasi yang secara khusus mewadahi murid mengembangkan jiwa kepemimpinan dan keorganisasiannya.

“Kami sengaja tidak membentuk OSIS karena melihat kondisi murid. Tapi, kami tidak lantas lepas tangan. Tiap hari Senin dan Kamis kelas 4 hingga kelas 6 diberi wadah untuk mendalami al-Qur’an yang didampingi oleh pembimbing khusus. Wadah tersebut dibentuk untuk membekali mereka keterampilan dalam bidang membaca al-Qur’an secara baik dan benar,” tambah Pak Umar.

Lebih dari itu, model pembelajaran yang diterapkan saat ini sudah mampu mengimbangi arus perkembangan zaman. Pembelajaran dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah mulai dikenalkan kepada murid.

“Tidak sebatas teori, tapi kami telah menitiktekankan pada praktik. Kami juga mengadakan kursus komputer bagi murid, sehingga mereka senang dalam belajar,” tegas Pak Umar.

Model pembelajaran yang mengarah pada pengembangan TIK tersebut berbanding lurus dengan sarana prasarana yang ada di MI 1 Annuqayah. Saat ini, lembaga yang berdiri sebelah timur Perpustakaan PPA Latee itu memiliki 10 unit komputer plus perpustakaan yang berisi lebih dari 1.000 buku. Ditambah lagi mading sebagai wahana pengembangan kreativitas murid dalam berkarya.

“Segala aset lembaga kami itu sengaja dihadirkan guna meningkatkan kemampuan murid dalam mengoperasikan komputer di samping juga agar mereka melek baca,” tambah Pak Umar.

Mengatasi Masalah

Hidup tidak bakal pernah lepas dari masalah. Demikian halnya dalam dunia pendidikan. Setidaknya, terdapat 3 masalah mendasar yang dihadapi para guru MI 1 Annuqayah selama ini.

Materi ajar yang tumpang tindih dipandang menjadi masalah yang utama. Hal ini berkaitan dengan materi ajar yang ditentukan oleh Departemen Agama (Depag).

“Kami tidak serta merta memakai materi ajar dari Depag karena kami memandangnya kurang substansial. Kami masih menyelaraskannya dengan kitab-kitab yang biasa dipakai di PP Annuqayah, sehingga terjadilah tumpang tindih materi ajar,” kata Pak Umar.

Ironisnya, Depag tetap menuntut agar sekolah membeli naskah soal tiap kali digelar ujian sekolah. Sebagai solusinya, pihak sekolah berupaya menyiasatinya sebijaksana mungkin. Yaitu, pilihan gandanya memakai dari Depag, sedangkan soal uraiannya mengacu pada materi yang berpangkal dari kitab kuning yang lumrahnya dipakai di PP Annuqayah.

Labilnya murid menjadi masalah kedua bagi guru-guru di lembaga yang terakreditasi B pada tahun 2000 itu. Karena mereka masih anak-anak, kata Pak Umar, tak jarang terjadi pertengkaran. Sebagai kepala sekolah, ia selalu mengingatkan para guru agar bersabar dalam menghadapinya.

Adapun masalah yang ketiga ialah berkenaan dengan dana. “Karena murid di sini sedikit, pemasukannya pun sedikit,” keluh pak Umar. Tapi, lanjutnya tanpa menyebutkan SPP murid, itu tidak menjadi kendala utama. Sebab, PP Annuqayah memerhatikan masalah tersebut dengan membantu pendanaan.

“Perhatian PP Annuqayah cukup membanggakan. Termasuk persoalan dana pengembangan lembaga kami ini,” papar Pak Umar.

Pak Umar menyatakan secara tegas bahwa kendala-kendala di atas tidak lantas membuat semangat mengabdinya melemah.

Dia pun tidak menarget jumlah murid yang ingin diperoleh pada tahun ajaran baru nanti. “Tidak ada target. Yang terpenting kami selalu siap mengabdi untuk mencerdaskan putra-putra masyarakat yang dipercayakan kepada kami,” tegasnya.

“Jangankan 9 orang sebagaimana yang dicapai tahun ajaran ini, 5 orang pun yang mendaftar kami akan tetap didik mereka,” lanjutnya.

Spirit mengabdi itu tampaknya tidak hanya diucapkan saja. Pak Umar beserta para guru mengadakan pertemuan tiap akhir semester dengan para tokoh masyarakat dan para wali murid.

“Kami selalu mengedepankan musyawarah demi kemajuan MI 1 Annuqayah,” pungkasnya.

Tidak ada komentar: