Rabu, September 28, 2011

Pimpinan Instika Merasa Prihatin

Kehilangan sepeda motor untuk yang kedua kalinya (kemarin, 26/09), membuat pihak kampus (Instika) seperti kebakaran jenggot. Mereka melakukan berbagai upaya untuk menelusuri kasus Curanmor itu. Selain melaporkan kepada pihak berwajib, Instika juga mendatangi tiga paranormal dalam waktu bersamaan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Fajar News dari pembantu rektor III Instika, H. Moh. Husnan A. Nafi’, sampai saat ini sudah ada petunjuk mengenai kasus tersebut. “Sudah ada petunjuk, tapi barangnya belum ditemukan,” ujar Pak Husnan, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa [27/09] pagi.

Lebih lanjut beliau mengatakan, untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak berulang, pihak Instika akan memperketat keamanan di pintu masuk dan pintu keluar dengan cara menunjukkan STNK/SIM. Selain itu ada kemungkinan pihak Instika akan menambah Satpam dan juru parkir. “Jika itu masih kurang, kami akan mengaktifkan UKM Pramuka untuk menjaga keamanan.”

Selebihnya, seluruh pimpinan Instika, melalui Purek III, merasa prihatin atas terjadinya peristiwa tersebut. Lebih dari itu, seluruh pimpinan Instika juga menghimbau kepada seluruh mahasiswa agar mengunci sepeda motornya. “Pimpinan Instika merasa perihatin atas terjadinya pencurian yang kemarin,” pungkasnya kepada Fajar News. [Alief/Hisyam]

Berita ini dikutip dari Fajar News edisi 27 September 2011 terbitan LPM Instika.

DPM: Instika Harus Punya Juru Parkir

Hilangnya sepeda motor mahasiswa, Senin [26/09] kemarin harus disikapi serius oleh pihak kampus. Jangan sampai, konsentrasi belajar mahasiswa terganggu oleh tidak adanya jaminan keamanan dari pihak kampus terhadap sepeda motor mereka. Hal demikian disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Instika, Syamsuni, saat dimintai tanggapan terkait dengan terjadinya kehilangan sepeda motor untuk yang kedua kali.

“Tugas satpam hendaknya diperluas, tidak hanya sekadar menindak dan mengamati pakaian mahasiswa,” ujar Syamsuni. Lebih lanjut, ia menyayangkan tidak jelasnya tugas satpam saat ini. Adanya satpam nyatanya tidak mampu memberikan jaminan keamanan kepada mahasiswa.

“Sudah saatnya Instika mempunyai juru parkir. Minimal 2 orang, satu di bawah, satunya lagi di kampus baru atas,” tambah mahasiswa semester VII E PAI tersebut. Juru parkir tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali.

Sementara itu, Presiden Mahasiswa Instika, Ach. Qusyairi Nurullah, mengungkapkan, selain mengangkat juru parkir, pihak kampus bisa mengaktifkan pramuka. “Dalam waktu dekat, Instika bisa memanfaatkan Pramuka untuk menjaga keamanan sepeda,” pungkas mahasiswa asal Ging Ging, Bluto tersebut.[Syauqi]

Berita ini dikutip dari Fajar News edisi 27 September 2011 terbitan LPM Instika.

Instika Kembali Kecolongan

Senin (26/09), Instika kembali kecolongan. Sebuah sepeda motor Jupiter Z milik Lailurrahman, mahasiswa semester III C PAI raib di pelataran parkir Instika. Ini merupakan yang kedua kali tahun ini. Sebelumnya, sepeda motor mahasiswa juga hilang di halaman kampus baru Instika putra dan belum ditemukan hingga saat ini.

Menurut Lailurrahman, yang ditemui beberapa saat setelah kejadian, terakhir kali ia mengecek sepedanya sekitar jam 13.00 siang, sebelum masuk materi keempat. Setelah itu, ia masuk hingga jam keempat, dan ketika mau pulang (sekitar jam 15.00), sepedanya sudah tidak di tempat. “Saya letakkan sepeda itu pada jam kedua. Dan terakhir saya cek istirahatan jam ketiga (sekitar jam 13.00 siang, red.),” ujar mahasiswa asal Mingsoy, Bragung tersebut, dengan raut muka sedih.

Beberapa orang di TKP (Tempat Kejadian Perkara) menyatakan bahwa hilangnya sepeda motor tersebut diperkirakan terjadi pada jam 14.30 WIB. Sebab, pada saat itu, mahasiswa sedang masuk semua dan tidak ada orang sama sekali, termasuk satpam. Sebab, satpam hanya bertugas hingga jam 13.00 WIB.

Kejadian tersebut tak ayal membuat pihak Instika kelimpungan. Pembantu Rektor III Instika, H. Moh. Husnan A. Nafi’, S.Ag., yang juga berada di TKP, terlihat langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik keamanan pesantren maupun pihak yang berwajib. “Semuanya sudah ditangani oleh pihak berwajib,” ujarnya kepada Fajar News. Selain melaporkan ke pihak berwajib, pihak Instika juga mencari jalan lain, yakni meminta petunjuk kepada kiai di Pamekasan.

Sementara itu, sekitar jam 16.00 WIB, kedua orang tua Lailurrahman beserta beberapa keluarganya yang lain hadir ke TKP. Ibu korban sangat sedih terhadap musibah yang menimpa anaknya. Sembari menangis, ia terus meratapi kehilangan tersebut. “Ya Allah, anak kule bersekolah, sepedanya malah dicuri,” ujarnya dengan bahasa Madura. Ia sangat berharap agar sepedanya cepat ditemukan agar tidak mengganggu sekolah anaknya. [pai]

Berita ini dikutip dari Fajar News edisi 27 September 2011 terbitan LPM Instika.

Selasa, September 27, 2011

Ciptakan Suasana Bersih dan Sejuk

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Musim kemarau yang tahun ini cukup panjang membuat banyak orang gerah. Bahkan, sedikit banyak mengganggu terhadap aktivitas keseharian mereka. Hal ini disadari oleh santri PP Annuqayah Latee yang bermukim di rayon Al-Qurthubi.

Sebagai tindak lanjut dari kesadaran itu, mereka melakukan terobosan ringan namun membuahkan hasil yang amat menyenangkan. Mereka memanfaatkan air kamar mandi raksasa milik PP Annuqayah Latee. Air tersebut, mereka siramkan ke tanah yang berada di halaman depan rayon Al-Qurthubi, Selasa (27/9). Akibatnya, suasana pun terasa sejuk.

Adalah Ahmad Syafi’uddin dan Harirurrahman yang menjadi penggerak semua itu. Selain menciptakan kesejukan, mereka juga menyapu dan membersihkan segala sampah dedaunan pohon-pohon hias yang berada di depan pondok.

“Kami melakukan ini atas dasar kesadaran diri. Tanpa harus selalu menunggu perintah dari pengurus pesantren,” ujar Ahmad. Dia menambahkan bahwa setiap upaya untuk menciptakan kebersihan dan kesejukan amat membantu terhadap kenyamanan berdiam diri di pondok.

“Dengan begitu, santri bisa betah belajar di dalam pondoknya tanpa harus diserang rasa gerah,” kata Harir.

Berkenaan dengan ketersediaan air, sumber yang dimiliki PP Annuqayah Latee tetap lancar seakan tak terpengaruh oleh panjangnya musim kemarau. Sehingga, para santri leluasa memanfaatkannya untuk menanak nasi, mandi, dan sesekali menyiram tanah di depan pondoknya sebagaimana dilakukan beberapa santri di rayon Al-Qurthubi.

“Saya sangat bersyukur di sini tidak kekurangan air seperti daerah-daerah lainnya,” tambah Harir yang kini mengemban amanah sebagai pengurus Markaz Bahasa Arab Annuqayah.

Senin, September 26, 2011

Waspadai Paham Tak Berhaluan Aswaja!

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Paham yang membentur nilai-nilai Ahlussunnah waljama’ah (Aswaja) kini kian berkembang pesat. Ia amat membahayakan masa depan Islam di negeri ini. Beberapa pesantren pun tak luput dari incarannya yang dilakukan secara diam-diam dan tersistem. Maka, umat Islam harus lebih meningkatkan kewaspadaannya.

Secara tegas, pernyataan tersebut disampaikan oleh pengasuh PP Annuqayah daerah Latee, K.H. Ahmad Basyir AS usai jama’ah Maghrib di depan ratusan santrinya, Ahad (25/9) malam. “Saya baru datang silaturrahmi ke rumah keluarga di Jember. Dari informasi yang saya peroleh, di Jember marak organisasi yang mengatasnamakan Islam tapi tidak berhaluan paham Aswaja,” ujarnya.

Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa organisasi-organisasi tersebut membangun jalinan emosional kuat dengan masyarakat. “Masyarakat biasanya diundang. Diberi uang sembari didoktrin dengan paham yang bertentangan dengan Aswaja,” tegas ulama Madura itu.

Menurut informasi yang diperoleh Kiai Basyir dari keluarganya yang ada di Jember, organisasi tersebut meragukan bahwa al-Qur’an itu firman Allah serta mudah mengafirkan umat Islam yang lainnya dan secara samar memengaruhi orang lain dengan materi berupa uang.

“Jangan mudah tergoda pada materi. Orang pintar tapi imannya tak kuat, biasanya akan mudah digoyahkan oleh materi. Maka, kuatkanlah pondasi keislaman kalian dengan meyakini bahwa akhirat itu lebih utama daripada dunia,” pesannya yang didengar khidmat oleh para santri.

Selebihnya, beliau memberi semangat kepada segenap santri untuk giat belajar dan berkemauan tinggi untuk memperbaiki diri sepanjang hari.

Kamis, September 22, 2011

Spirit Menguatkan Bahasa Arab di Pesantren

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Selasa (20/9) malam kemarin, Direktur Markaz Bahasa Arab Annuqayah, Ibnu Hajar bergerilya ke beberapa daerah di lingkungan PP Annuqayah. Langkahnya itu dimaksudkan untuk membangun ikatan emosional kuat antara Markaz Bahasa Arab dengan komunitas Bahasa Arab yang ada di daerah-daerah Annuqayah.

Semenjak didaulat sebagai Direktur Markaz Bahasa Arab Annuqayah, Hajar memang membangun niat untuk memajukan Bahasa Arab sesuai dengan kemampuannya. “Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan Bahasa Arab. Saya akan memulainya dari pesantren tempat saya menimba ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu bisa melebar se-Madura atau bahkan se-Indonesia,” ujarnya yakin.

Tampaknya, niat alumnus MA Tahfidh Annuqayah itu berbanding lurus dengan kenyataan. Didampingi teman karibnya, Hairul Anam, Hajar pergi ke Biro Pengembangan Bahasa Asing (PBA) PP Annuqayah daerah Lubangsa dan Nirmala. Di PBA tersebut, banyak hal yang ia perbincangkan. Mulai dari sistem pengembangan Bahasa Arab di masing-masing PBA itu, hingga usahanya mengajak para ketua PBA untuk bisa bekerja sama dengan Markaz Bahasa Arab Annuqayah.

“Sebentar lagi, Markaz Bahasa Arab Annuqayah bakal menggelar lomba se-Annuqayah. Direncanakan panitianya juga terdiri dari pengurus PBA di masing-masing daerah Annuqayah. Semoga terlaksana dengan baik,” harapnya.

Di lain hal, Hajar berbagi rahasia mengapa dia bersemangat memajukan Bahasa Arab di lingkungan pesantren.

“Bagi saya, Bahasa Arab itu istimewa karena memiliki tiga rahasia,” katanya sembari tersenyum. Ketiga rahasia itu, lanjutnya, ialah pertama, Bahasa Arab adalah paling dahulunya bahasa (aqdamu al-lughat). Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa manusia yang kali pertama diciptakan oleh Allah telah berkomunikasi dengan Allah dan para malaikat di surga memakai Bahasa Arab.

Kedua, Bahasa Arab adalah bahasa ibadah (lughat al-ibadah). Sebut saja ketika salat, berzikir, baca al-Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya memakai Bahasa Arab. Sedangkan yang ketiga Bahasa Arab adalah bahasa yang kekal (lughat khalidah).

“Kekekalan yang saya maksudkan bukanlah kekal dalam arti menyamai kedudukannya dengan Allah. Namun, ia lebih dimaksudkan pada fungsi Bahasa Arab sebagai Bahasa al-Qur’an. Eksistensi Bahasa Arab tidak akan pernah rusak selagi masih ada al-Qur’an yang menjaganya,” kata Hajar.

Sedangkan bahasa yang lain, tambahnya, adakalanya lebih difungsikan sebatas pada teknologi. “Ia akan punah seiring dengan hilangnya popularitas teknologi itu sendiri,” tandasnya.

Rabu, September 21, 2011

Kiai Basyir: Tingkatkan Akhlak dan Mengaji al-Qur'an

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Akhlak yang baik kini mulai diabaikan oleh sebagian umat Islam. Di Indonesia, tak sedikit penduduknya yang memeluk agama Islam tapi akhlaknya amat mengenaskan. Termasuk kian menjauhnya mereka dari al-Qur’an. Al-Qur’an acap kali hanya dipajang dan sayang tidak diaji. Dari inilah penting kiranya meningkatkan akhlak yang baik dan tekun mengaji al-Qur’an.

Begitulah pernyataan pengasuh PPA Latee, KH Ahmad Basyir AS, saat memberikan wejangan kepada para santrinya di langgar PP Annuqayah Latee, Selasa (20/9). Tokoh NU yang amat disegani di Madura itu juga menegaskan bahwa kemuliaan seseorang terletak pada akhlaknya. Sedangkan mengaji al-Qur’an sendiri dapat menjadi pelita ketika manusia sudah mendekam di alam kubur nanti.

“Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa di alam kubur nanti penuh dengan gulita, dan upaya membiasakan baca al-Qur’an dapat jadi penerangnya,” ujar ulama sepuh yang kini berumur lebih dari 80 tahun itu.

Selain itu, beliau juga menyinggung betapa telah terjadi kemerosotan akhlak yang dialami oleh santri sendiri. Penilaian tersebut berangkat dari kesadaran, misalnya, berkenaan dengan ragam sikap dan penampilan yang mulai dibiasakan di Indonesia, padahal nilai yang terkandung di dalamnya tidak selaras dengan Islam.

“Adakalanya saya menemui santri yang rambutnya digondrong dan dicat merah. Penampilan semacam itu sangatlah tidak patut kita pertahankan,” tegasnya.

Selasa, September 20, 2011

OSIS SMA 3 Annuqayah Siapkan Kader Pemimpin


Masluhatun, siswa XI IPS 1 SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—OSIS SMA 3 Annuqayah mengadakan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) untuk membentuk kader-kader pemimpin baru. Acara ini berlangsung sejak Sabtu hingga Senin (17-19) September 2011, bertempat di Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah.

Kegiatan ini diikuti oleh 35 peserta. 5 siswa dari kelas XA, 6 siswa dari kelas XB, 6 siswa dari kelas XI IPS 1, 6 siswa dari kelas XI IPS 2, 5 siswa dari kelas XI IPA, 7 siswa dari kelas XII IPA, dan 2 pengurus OSIS yang tidak menjadi panitia.

Fasilitator kegiatan ini adalah Abu Sofyan. Menurutnya, kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi, mengarahkan, dan memengaruhi orang lain. "Sedangkan pemimpin adalah orang yang mendapatkan amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengatur atau mengurus orang lain untuk mencapai tujuan," tambahnya.

Selama acara, di sela-sela penjelasannya Sofyan kadang menyelipi guyonan dan permainan yang berhubungan dengan kepemimpinan dan sejauh mana kemampuan peserta dalam memimpin.

Di hari pertama Abu Sofyan menjelaskan tentang kepemimpinan. Di hari kedua beliau menjelaskan apa fungsi seorang pemimpin. Tema ini dibawakan secara ringan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami.

Kegiatan ini sangat berguna bagi peserta maupun panitia (OSIS), agar lebih memahami apa itu kepemimpinan. Apalagi saat ini banyak pemimpin tapi tidak memiliki jiwa kepemimpinan.

"Ada beberapa tujuan diadakannya Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) ini. Pertama, untuk mencetak kader-kader yang bertanggung jawab. Kedua, menyadarkan siswa akan pentingnya aktif dalam berorganisasi. Dan ketiga, memberikan pemahaman tentang arti kepemimpinan dalam berorganisasi," kata Afidatun Hasanah, ketua panitia dalam kegiatan ini, saat ditanya di depan laboratorium IPA.

Berita ini dikutip dari blog Madaris 3 Annuqayah.

Ikhtiyar Santri Menerbitkan Buku

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Bukan saatnya lagi santri sebatas berdiam diri di pondoknya tanpa melakukan kegiatan kreatif yang bisa mencerahkan masa depannya. Salah satu kegiatan kreatif tersebut ialah menerbitkan buku. Buku bertemakan apa saja; bisa tentang budaya, politik, keagamaan, sosial, dan atau tentang perekonomian. Terpenting ialah perspektif santrinya. Dengan menerbitkan buku, banyak hal yang dapat tergapai: terkenal, keuangan keluarga terbantu, dan nama almamater bakal disanjung di mana-mana. Tidak perlu yang ideal: seorang santri menerbitkan satu buku utuh. Tapi, bisa disiasati dengan menerbitkan buku rampai yang penulisnya terdiri dari banyak santri.

Uraian di atas sempat menjadi bahan perbincangan serius di kantor Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqyah (BPM-PPA) antara saya, M Kamil Akhyari, dan Fahrur Rozi, Senin (19/9) pagi. Hal ini berawal dari informasi yang diberikan Arik, panggilan M Kamil Akhyari yang kini mengabdi sebagai karyawan BPM-PPA. Arik berujar bahwa beberapa waktu yang lalu, saat penulis-penulis NU menerbitkan buku Dari Kiai Kampung ke NU Miring, dia sempat melontarkan ide kepada salah satu Kontributor NU Online, Abdul Hadi JM. Ide tersebut berupa mimpi Arik untuk menerbitkan buku yang ditulis oleh para santri Madura dengan menggunakan ragam perspektif.

“Karena ide itu belum ditindaklanjuti secara serius, akhirnya sampai sekarang tidak membuahkan apa-apa. Kalau teman-teman tertarik, marilah mulai saat ini kita rumuskan konsep terkait dengan buku rampai tersebut,” harap Arik dengan wajah serius.

Mimpi tersebut bermula dari kenyataan yang memperlihatkan betapi santri yang berada di Madura masih sedikit yang menerbitkan buku. Dapat dihitung dengan jari. “Oleh sebab itu, menerbitkan buku dengan pembahasan ringan tapi kaya perspektif amat penting dilakukan,” kata Rozi yang juga mengabdi sebagai karyawan BPM-PPA.

Dalam pada itu, muncul rasa kecil hati berkenaan dengan strategi membangun kerja sama dengan penerbit. Namun, setelah mengingat bahwa di Annuqayah sendiri tak sedikit penulis hebat yang sudah dikenal oleh penerbit, rasa kecil hati pun berubah menjadi besar hati dan optimisme yang tinggi.

“Kita bisa minta tolong kepada K M Faizi, K M Mushthafa, K Ach. Maimun Syamsuddin, Pak Hodri Ariev, dan yang lainnya untuk membangun jaringan dengan penerbit,” tegas Rozi.

Akhirnya, disepakatilah dalam beberapa bulan ke depan ini untuk mengumpulkan beberapa santri yang penulis dan punya keinginan menerbitkan tulisannya dalam bentuk buku rampai. Sudah saatnya para santri bangkit berkarya buat negeri tercinta.

Minggu, September 18, 2011

Satukan Alumni dengan Akidah


Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Jumat pagi (16/09) jam 07.30 WIB, rombongan bus Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) se-Eks Karesidenan Besuki dan Bali tiba di lingkungan Pondok Pesantren Annuqayah. Rombongan yang menggunakan tiga bus tersebut langsung turun parkir di depan Masjid Jamik Annuqayah.

Setibanya di Pesantren, beberapa alumni langsung turun dan menuju kompleks masing-masing tempat dulu mereka tinggal ketika masih aktif menjadi santri. Sebagian besar dari mereka adalah alumni PPA Lubangsa dan PPA Latee.

Pada jam 09.00 WIB seluruh alumni kembali berkumpul di Masjid Jamik Annuqayah guna melaksanakan acara inti, yaitu Silaturrahim dan Halal Bihalal IAA dengan Dewan Masyayikh PP Annuqayah. Acara tersebut dihadiri oleh Dewan Masyayikh, yakni K.H. A. Basyir AS., K.H. A. Warits Ilyas, dan K.H. Muqsith Idris, juga Ketua Pengurus PP Annuqayah (K.H. A. Hanif Hasan) dan Ketua Yayasan Annuqayah (H.A. Pandji Taufiq).

Acara tahunan IAA itu merupakan pertama kalinya diadakan di Annuqayah. Muhammad Halimi, salah satu anggota rombongan, mengungkapkan alasan bahwa untuk saat ini sudah kurang pantas jika Dewan Masyayikh yang harus jauh-jauh datang ke Jember, tempat biasanya acara dilangsungkan. Jarak tempuh perjalanan delapan jam Sumenep-Jember dirasa kurang baik mengingat kondisi kesehatan mereka saat ini.

“Beliau kan sudah sepuh-sepuh. Jadi, sekarang kami yang datang ke sini acabis kepada beliau. Di samping itu kita juga bisa bersilaturrahim dengan para santri dan bernostalgia,” ungkap alumni PPA Lubangsa asal Sukogidri, Ledok Ombo, Jember itu.

Pada acara tersebut, K.H. A. Warits Ilyas menyampaikan pesan kepada para alumni untuk terus membangun dan menyatukan ikatan batin dengan satu akidah sebagaimana yang telah diajarkan ketika masih aktif menjadi santri.

“Yakinlah bahwa yang dipelajari oleh saudara-saudara semua itu ketika masih santri adalah ajaran yang benar. Akidah yang telah diwarisi oleh para pendahulu kita hingga sekarang,” ungkapnya.

Banyaknya aliran atau ajaran yang tidak sesuai dengan akidah Ahlussunnah wal Jamaah yang banyak beredar di dunia pendidikan menjadi keresahan tersendiri sehingga beliau juga mengingatkan untuk berhati-hati memilih lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka, utamanya bagi anak yang ingin menempuh pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Usai acara, rombongan IAA langsung menuju kompleks Madrasah Ibtidaiyah guna beramah-tamah dengan pengurus PP Annuqayah dan pengurus Yayasan Annuqayah.

Sabtu, September 17, 2011

Peserta Ordik Tidak Sarapan, 6 Pingsan

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri

Guluk-Guluk––Ada saja musibah yang menimpa dalam suatu acara. Begitu juga halnya dalam Ordik Instika Putri 2011. Enam peserta pingsan saat acara Latihan Kecakapan Baris-Berbaris (LKBB) di lapangan kampus II Instika, Senin (12/09) kemarin.

Menurut Hosniya, panitia koordinator Pengobatan dan Kesehatan (P&K), kejadian tersebut diperkirakan terjadi karena peserta tidak sarapan. Menanggapi hal tersebut, dia hanya berkomentar singkat, “Aoleng, Coe!,” ujarnya dengan raut lesu.

Sebenarnya, lanjut Shafiyah yang juga satu tim dengan Hosniyah, panitia memang siap dengan risiko apa pun yang terjadi. Tetapi karena mereka sibuk dengan tugasnya masing-masing, P&K yang hanya berjumlah 4 orang tersebut kewalahan.

“Itu bukan masalah yang runyam, karena kami memang bisa akupresur. Otomatis kami bisa mengatasi masalah ini. Tetapi karena satu anggota kami sibuk di lapangan untuk melatih LKBB, kami kekurangan satu tenaga,” ungkapnya.

Kemudian, saat dua dari enam yang pingsan sadar, Hosniyah dan Shofiyah mencoba bertanya sebab-musabab kejadian tersebut. Meski dalam keadaan lemah, Lailatun (18), mahasiswa asal Telaga, Ganding itu mengaku tidak sarapan karena takut terlambat.

Menanggapi hal tersebut, Hosniyah menghimbau kepada seluruh peserta Ordik 2011 agar lima hari selanjutnya mereka harus sarapan. “Kita harus menjaga ketahanan tubuh. Sarapan itu penting,” pungkasnya.

Mendung Sebentar, Panitia Ordik Berdebar

Siti Khairiyah (PPA Lubangsa Putri) dan Ummul Karimah (PPA Karang Jati Putri)

Guluk-Guluk--Cuaca mendung di Guluk-Guluk membuat resah panitia Ordik Instika Putri 2011, Senin, (12/09) kemarin. Sekelompok panitia tampak dengan raut cemas karena takut mendung akan berlanjut hujan deras. Terlebih Inayatul Qudsiyah yang akrab dipanggil Ina, ketua panitia Ordik 2011.

“Sebenarnya kami sudah menyediakan tempat alternatif di aula kampus II Instika, tetapi sepertinya tidak akan muat karena peserta Ordik kali ini berjumlah 253,” ungkap Ina dengan logat khas Lentengnya.

Gerimis yang hadir di tengah-tengah acara tersebut hanya terjadi sebentar. Tetapi ketakutan panitia tidak segera hilang. Hal ini diungkapkan oleh Ifrazatus Saadah. Berkali-kali dia membaca ayat kursi dengan harapan hujan tak turun hari ini dan lima hari mendatang.

“Kalau perlu saya mau ke K. Muqsit untuk minta sambungan doa. Kasihan panitia bagian PDAT (Publikasi, Dokumentasi, Akomodasi, dan Transportasi). Iya kalau di putra enak, bisa langsung pindah ke Aula Asy-Syarqawi. Tapi kalau di putri mau lari ke mana?” paparnya.

Keresahan itu berkhir tujuh menit kemudian, karena cuaca berangsur-angsur cerah kembali.

Jumat, September 16, 2011

Peletusan Balon Tandai Pembukaan Ordik Instika Putri

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri

Pelaksanaan upacara pembukaan Orientasi Pendidikan Kampus (Ordik) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) putri tahun 2011 resmi dibuka dengan peletusan balon oleh Rektor Instika, Selasa (13/09) kemarin. Upacara berjalan tertib dan disiplin.

“Suasana cukup khidmat ketika sampai di acara mengheningkan cipta. Lagu paduan suaranya mantab,” komentar Fitriyah Qahar, mantan ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yang dulu juga aktif di komunitas Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Instika putri.

Acara yang dimulai pada pukul 07.15 WIB dan selesai pada pukul 08.35 WIB itu bertempat di lapangan kampus II Instika. Para peserta berbaris sesuai kelompok di bawah terop yang telah disiapkan panitia. Terop tersebut dimaksudkan sebagai antisipasi banyaknya peserta yang pingsan karena kepanasan.

Ironisnya, peserta tetap berjatuhan pada saat upacara berlangsung. Adapun peserta yang pingsan berjumlah 8 orang. “Alhamdulillah lancar, tapi yang namanya kendala pasti ada. Mari berikhtiar bersama semoga empat hari ke depan tak ada hambatan yang cukup berarti sehingga Ordik ini bisa mencapai cita kita semua,” himbau Rosyifatul Ma’rifah, presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Instika 2011-2012.

Fitriyah juga menilai bahwa musibah pingsan itu merupakan kejadian yang lumrah. Tetapi lagi-lagi dia juga ingin mengucapkan syukur karena menurut penilaiannya, panitia bagian time keeper kali ini bekerja lumayan serius dan bagus. “Jadi waktu tidak molor. Mulai dan selesainya tepat waktu. Upacara berjalan sesuai yang diharapkan. Dan yang paling penting, nikmat sukses ini harus disyukuri berkali-kali,” tambah Fitriyah sambil tersenyum sebagai lambang syukurnya.

Kamis, September 15, 2011

Pra-Ordik Instika Putri yang Mengesankan

Khusnul Khatimah Arief, PPA Latee II

Senin, 12 September 2011 Pra-Orientasi Pendidikan Kampus (Ordik) untuk mahasiswa baru Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) putri dilaksanakan selama satu hari di halaman kampus. Tepat pukul 07. 30 WIB, acara Pra-Ordik dimulai dengan dihadiri oleh kurang lebih 250 mahasiswa baru. Walaupun sinar matahari tampak begitu ganas, namun pancaran semangat dan gairah masih terlihat dari wajah-wajah peserta Ordik. Sebab, acara ini adalah eskalator pertama bagi mereka untuk mengenali perguruan tinggi dan hal ihwal kemahasiswaan.

Kegiatan Pra-Ordik ini bertujuan untuk mempersiapkan kegiatan Ordik selama empat hari ke depan. Dalam hal ini, terdapat empat pos yang mesti dilalui oleh peserta Ordik untuk bisa memenuhi persyaratan menjadi peserta Ordik 2011, yaitu Pos 1: Informasi . Di pos ini peserta dicek kelengkapan aksesorisnya. Pos 2: keorganisasian, peserta Ordik akan ditanyakan berbagai hal mengenai keorganisasian di pos ini. Pos 3: Herregistrasi, adalah pos untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Ordik. Peserta harus mengisi formulir pendaftaran dan menyerahkn foto kopi ijazah. Pos 4: legalisasi, adalah pos untuk menampung barang yang menjadi persyaratan Ordik. Dalam hal ini adalah STMJ dan Roti.

Setelah melewati empat pos yang dimaksud, semua peserta berbaris kembali di halaman kampus untuk mengikuti pelatihan LKBB dan persiapan upacara pembukaan Ordik 2011. Acara pembukaan Ordik 2011 akan digelar keesokan harinya.

Anis, salah seorang mahasiswa baru jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), mengemukakan perasaan senangnya pada panitia ketika diwawancarai. Alasannya, karena Ordik kali ini bisa dikatakan tidak menggunakan tindakan anarkis pada peserta ordik. Dia berharap agar panitia tetap mempertahankan kesabarannya, tidak marah-marah atau membentak ketika peserta melakukan kesalahan.

Rabu, September 14, 2011

Kiai Miftah: Aswaja itu Asal Wajar-Wajar Saja

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Seiring dengan banyak bermunculannya paham, aliran, gerakan, ataupun organisasi yang tidak sejalan dengan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang sesuai dengan visi misi Pondok Pesantren Annuqayah, maka perlu kiranya diberikan “pemurnian” pemahaman tentang Aswaja kepada para calon mahasiswa baru.

Itulah alasan Ach. Qusyairi Nurullah, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), memilih tema “Tantangan Ideologi Aswaja dalam Bingkai Keindonesiaan” pada sesi Stadium General Orientasi Pendidikan Kampus 2011 (Ordik’11) yang dilaksanakan pada Selasa (13/09) pagi kemarin.

Acara itu dimulai pada pukul 09.23 WIB, bertempat di Aula Asy-Syarqawi. Turut hadir dalam acara itu Drs. K.H. A. Warits Ilyas (Dewan Masyayikh PP Annuqayah), K.H. Ahmad Basyir AS (Dewan Masyayikh PP Annuqayah, Rois Syuriah PCNU Sumenep), H. A. Pandji Taufik (Ketua Tanfidziyah PCNU Sumenep) dan beberapa dosen di Instika sekaligus menyambut kedatangan K.H. Miftahul Akhyar, Rois Syuriah PWNU Jawa Timur yang diundang sebagai penyaji pada acara tersebut.

K.H. A. Warits Ilyas dalam sambutannya memberikan pemahaman bahwa Aswaja yang diajarkan di PP Annuqayah adalah Aswaja Annahdliyyah yang dalam bidang fiqih condong kepada madzhab Syafi’ie.

Sementara K.H. Miftahul Akhyar mengatakan bahwa aqidah Aswaja adalah aqidah yang seimbang, tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Itulah mengapa Aswaja banyak diterima oleh kalangan masyarakat Indonesia.

Alumnus PP Sidogiri itu memberikan alasan mengapa Aswaja dalam bidang fiqih, misalkan, lebih condong kepada Imam Syafi’ie. Menurutnya, imam dari suku Quraisy itu pendapatnya lebih seimbang daripada Imam Hanafi, Hanbali, dan Imam Maliki.

“Kalau boleh saya mengatakan, Aswaja itu asal wajar-wajar saja. Tidak ekstrem kanan, tidak ekstrem kiri. Seperti hadits nabi, perkara yang baik adalah perkara yang seimbang,” ungkapnya kepada 243 peserta Ordik.

Beliau menyatakan bahwa tantangan Aswaja di era kekinian amat kompleks. Ancaman itu bukan hanya datang dari paham yang berbeda pandangan dengan membangun gerakan kontradiktif dalam segala lini, melainkan juga dari gerakan-gerakan halus yang tidak mengatasnamakan paham ataupun ideologi. Contoh kecilnya berupa bantuan sosial dan perkembangan teknologi.

“Pengaruh gerakan itu lambat laun mengubah pola hidup mereka (nahdliyyin), keluar dari pola tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran) dan i’tidal (adil),” tutur kiai yang mengaku hanya tamat Madrasah Tsanawiyah itu.

Dengan sedikit bercanda beliau juga menyatakan bahwa PP Annuqayah ini Aswaja sekali. Alasannya, tak ada yang komplain meskipun penyajian di tingkat Perguruan Tinggi penyajinya memakai sarung, surban dan kopiah.

“Kalau di Perguruan Tinggi lain mungkin saya sudah dianggap nyeleneh berpakaian seperti ini. Itulah sebabnya mengapa saya berani mengisi di sini,” pungkasnya sembari tersenyum.

Acara Stadium General itu berjalan khidmat dan lancar. Pada awal acara, melalui time keeper, panitia mewanti-wanti peserta untuk menyimak secara seksama mengingat tema tersebut sangat berkaitan erat dengan visi misi Instika dan Pondok Pesantren Annuqayah.

Bahasa Arab Harus Membumi

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Sebagai bahasa agama, Bahasa Arab mesti melekat dalam keseharian umat Islam. Ia tak layak diabaikan keberadaannya. Sayang, hal itu masih belum tecermin pada kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Penyebab utamanya ialah karena penggunaan Bahasa Arab sampai kini tak juga membumi di negeri ini.

Begitulah pernyataan ketua Markaz Bahasa Arab PP Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Ibnu Hajar saat diwawancarai di kantornya, Selasa (13/9) pagi. Santri yang beberapa minggu lalu didaulat sebagai juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Bahasa Arab se-Madura itu, menyatakan miris menyaksikan kenyataan betapa penguasaan Bahasa Arab di dunia Islam masih jauh panggang dari api.

“Dari itulah, upaya membumikan Bahasa Arab dalam kehidupan umat Islam amat mendesak untuk dilaksanakan,” tegasnya meyakinkan.

Pembumian tersebut di Indonesia bisa dimulai dari dunia pesantren, karena pesantren merupakan dunia yang sangat efektif meleburkan Bahasa Arab dengan ragam aktivitas di dalamnya.

“Tentu harus dimulai dari para kiainya. Kiai dituntut menjadi uswah bagi para santri dengan mempraktikkan Bahasa Arab secara berkesinambungan,” katanya.

Dalam batas tertentu, tambahnya, Pondok Pesantren Annuqayah masih belum bisa dikatakan telah melakukan pembumian terhadap Bahasa Arab. Hal tersebut terlihat dari minimnya penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa keseharian santri.

“Sekalipun Annuqayah jarang absen sebagai juara di bidang Bahasa Arab, baik dalam skala lokal, regional, maupun nasional, ini tak dapat dijadikan tolok ukur utama untuk menyatakan bahwa Bahasa Arab telah membumi di pesantren tertua tersebut di Madura ini. Sebab, Bahasa Arab belum dijadikan alat komunikasi utama setiap harinya,” tandasnya detail.

Selasa, September 13, 2011

Panas Menyengat, Tetap Semangat!

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

“Waduuh, panas sekali mas. Ingin pingsan rasanya,” kata salah satu peserta Ordik Instika, Muhammad Kholil sembari memelankan suaranya, Minggu (11/9) siang.

Pemuda asal Pragaan Daya, Sumenep itu tak berani menyaringkan suaranya tatkala diam-diam diwawancarai, saat mengikuti arahan baris berbaris dari Panitia Apel. Tepat di bawah terik matahari, dia tetap tegak berdiri seakan tak peduli dengan keringatnya yang kian berderai.

Peserta yang lain pun tak jauh beda. Mereka terlihat kurang bernyali mendapati bentakan menggetarkan dari Panitia Apel. Mengenai keseraman para wajah Panitia Apel ini, siapapun tak punya alasan untuk menepisnya.

Sekalipun begitu, Kholil tetap menyatakan akan semangat mengikuti Ordik Instika tahun ini.

“Biar menjadi mahasiswa yang bermental baja mas. Tak mudah minder. Makanya saya tetap semangat meski matahari terasa menyengat,” katanya diiringi dengan senyuman.

Anshori, peserta Ordik Instika yang lain, juga meneguhkan kesemangatannya. Santri PP Annuqayah Latee ini bilang sudah mempersiapkan diri untuk menjalani Ordik sampai berakhir nanti.

“Saya sudah minum jamu. Siap tempur. Namun, saya ingin cepat keluar dari barisan ini. Tak tahan dengan panasnya sinar matahari,” ungkap pemuda asal Bilapora Timur, Sumenep itu dengan wajah pilunya.

Berbeda dengan Amirul Mukminin. Pemuda asal Jember yang mengambil jurusan PAI ini menyatakan ragu dengan kesiapannya.

“Saya ikut Ordik hanya untuk mendapat sertifikat. Andai tak ada sertifikatnya, saya tak bakal ikut. Buat apa panas-panasan begini,” katanya dengan polos.

Lebih lanjut, Amir menyatakan bahwa kalau sudah tak tahan berdiri, dia akan melakukan beragam cara untuk mengelabuhi panitia.

“Ntar kalau tak tahan, saya berencana mau pingsan-pingsanan,” ujarnya dengan suara lirih diiringi senyuman.

Senin, September 12, 2011

Ordik Instika Angkat Tema Tantangan Aswaja

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Orientasi Pendidikan Kampus (Ordik) yang digelar oleh Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-Guluk, Sumenep mengangkat tema Tantangan Ideologi Aswaja dalam Bingkai Keindonesiaan. Tema dalam kegiatan yang berlangsung dari 11-15 September 2011 ini dilandaskan pada kenyataan bahwa Aswaja kini mulai mengalami benturan ideologi lain yang cukup memiriskan, termasuk di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Dari hasil diskusi ringan panitia Ordik Instika, dapat digarisbawahi bahwa selain alasan di atas, unsur perbedaan dan keragaman yang terdapat di Indonesia menjadi catatan tersendiri berkenaan dengan tantangan yang mesti dihadapi oleh bangsa Indonesia yang menganut paham Aswaja (kaum Nahdhiyyin).

“Perbedaan dan keragaman adalah sunnatullah. Dengan banyak variasi, hidup lebih berwarna dan bermakna. Namun tak juga bisa dielakkan bahwa dengan keberagaman budaya, etnis, bahasa, agama, persepsi dan lainnya juga terkadang memicu konflik antar sesama,” ujar salah satu panitia Steering Commette (SC), Paisun.

Terangkum dalam sejarah, lanjut Pemimpin Redaksi Majalah Fajar LPM Instika itu, Indonesia yang dikenal dengan kekayaan alam dan budayanya pun memiliki catatan kelam tentang konflik antar etnis, ras, suku, agama dan budaya. Tragedi Mei 1999, tragedi Sampit-Madura, Poso dan selainnya merupakan bukti tak terbantahkan akan imbas dari perbedaan.

Ach. Taufiqil Aziz, panitia SC lainnya, juga mengungkapkan pandangannya terkait dengan tantangan Aswaja yang diarahkan pada dunia pendidikan.

Menurutnya, sebagai negara yang bersemboyankan bhinneka tunggal ika, Indonesia senantiasa berusaha menjadikan multi kultur sebagai salah satu jalan kemakmuran dan kerukunan. Kemakmuran suatu bangsa dapat dicapai oleh bangsa yang merdeka, dan kemerdekaan sejati dapat diperoleh oleh mereka yang berpendidikan. Pendidikan yang memerdekakan bangsanya adalah pendidikan yang tidak tercerabut dari akar budaya di mana pendidikan itu diterapkan.

“Sejalan dengan nafas pemberdayaan tersebut, Aswaja yang dijadikan pijakan interaksi sosial dalam Islam juga bermuarakan pada rahmatan lil ‘alamin. Tapi tak diingkari pula bahwa perbedaan mazhab dalam Islam juga mampu memecah ukhuwah islamiyah yang terbangun. Dan Aswaja telah membuktikan mampu mengantisipasi hal itu,” papar pemuda yang digadang-gadang sebagai calon ketua komisariat PMII Guluk-Guluk itu.

Penting diinformasikan, bahwa materi Studium General yang mengacu pada tema utama tentang tantangan Aswaja di atas bakal didiskusikan secara mendalam pada hari Selasa (12/9) siang. Panitia sudah mengundang Ro’is Syuriyah PW NU Jatim, KH Miftahul Akhyar sebagai pembicara.

Pesantren & Wali Santri Harus Bersinergi

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Hubungan pesantren dan wali santri harus terjalin secara sinergis. Mesti terbangun kerja sama yang kukuh antara keduanya. Ketika penanganan santri hanya dipasrahkan sepenuhnya kepada pesantren, maka tidak menutup kemungkinan bakal terjadi ketidakmaksimalan. Terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan akhlak santri itu sendiri.

Demikian pesan dan harapan pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Latee, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura saat sambutan dalam acara Ikatan Wali Santri di mushalla Latee, Sabtu (10/9) pagi.

Menurut tokoh NU Sumenep itu, “pesantren” dan “sekolah” terdapat perbedaan. Perbedaannya ialah terletak pada penanaman nilai-nilai keagamaan di dalamnya.

“Menanamkan spirit akidah dalam diri anak didik merupakan suatu hal yang amat mendasar yang terdapat di dunia pesantren. Inilah yang jarang didapati di bangku sekolah,” tegas K Basyir sembari didengarkan oleh para wali santri secara khidmat.

Lebih jauh, K Basyir menyatakan miris mencermati kenyataan pola hidup glamor yang dilakoni kebanyakan pemuda saat ini. Sebut saja misalnya, tradisi pacaran dan mabuk-mabukan.

“Kita seakan mudah mendapati kabar mengenai gencarnya pemuda sekarang berpacaran dan mabuk-mabukan. Belum lagi persoalan narkoba yang dapat mengancam masa depan mereka,” tambahnya.

Dalam pertemuan yang dihelat setahun sekali itu, K Basyir menyitir hadis yang menyatakan bahwa orang yang sakit karena mabuk-mabukan tidak perlu dijenguk dan tidak usah disalati bila mati.

Masih menurut K Basyir, mereka yang sudah tergelincir pada persoalan pacaran dan mabuk-mabukan serta sejenisnya, terbilang sudah kehilangan iman.

“Kalau masih punya iman sekalipun secuil, tak mungkin melakukan maksiat,” imbuhnya.

Dari itulah, K Basyir mengimbau kepada para wali santri agar memperhatikan kehidupan putra-putrinya ketika pulang dari pesantren, baik tatkala liburan pesantren maupun tatkala sudah berhenti kelak. Di situlah jalinan sinergi antara pesantren dan wali santri dapat dilabuhkan.

Pada kesempatan itu, K Basyir juga menyinggung persoalan politik ke-NU-an. Menurutnya, orang-orang NU tak arif menakala bergelut dengan dunia politik. Lebih-lebih bila sampai “memperjualbelikan” organisasi yang didirikan oleh para ulama itu.

“NU merupakan organisasi pemberdayaan, amat tak layak bila sampai dinodai dengan ragam kepentingan yang tidak selaras dengan visi-misinya,” tandasnya.

Minggu, September 11, 2011

Empat Piala Buat Latee

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Pertengahan bulan Ramadan kemarin, empat santri PP Annuqayah Latee berhasil menyabet empat piala dalam lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) se-Kabupaten Sumenep. Lomba yang digelar oleh Darul Qur’an Kabupaten Sumenep ini berlangsung sejak tanggal 10-18 Agustus 2011, bertempat di Masjid Agung Sumenep dan Masjid Al-Aqsha Tarate.

Sekitar 170-an peserta beradu keahlian. Mereka adalah delegasi dari sekolah-sekolah diniyah dan formal, pondok pesantren, organisasi kemasyarakatan, dan umum.

Setelah melalui persaingan ketat, jebollah nama Abdurrahman Junaidi (Juara 1 MTQ cabang tilawah), Abd. Ghani (Juara 2 MTQ cabang tilawah), Muhammad Malik Al-Farobi (Juara 2 MTQ cabang tartil), dan Moh Farid (Juara Harapan 1 MTQ cabang tilawah).

Ustadz Harun Adiyanto (24), Koordinator Lomba, saat diwawancarai Sabtu (10/9) pagi menyatakan bahwa pelaksanaan lomba kali ini berlangsung sesuai harapan bersama. Tidak ada kecurangan di dalamnya. Hal ini bisa dimaklumi mengingat para jurinya terdiri dari orang-orang yang sudah berpengalaman. Yaitu, ustadz Syafa’ad, ustadz Dasuqi Yahya, ustadzah Mamluatul Hikamah, dan ustadzah Nur Asiyah.

Sebagai Pembina Qori’ PP Annuqayah, ustadz Harun Adiyanto menyatakan bangga atas prestasi anak-anak didiknya. Menurutnya, keberhasilan tersebut tidak dapat dilepaskan dari semangat untuk selalu membenahi diri yang tertanam kuat dalam diri mereka.

Lebih dari itu, ustadz Harun Adiyanto berpesan agar prestasi-prestasi itu tidak melahirkan kesombongan diri. Sebab, menurutnya, kesabaran dan keikhlasan serta rendah hati adalah kunci mencapai kesuksesan.