Minggu, November 25, 2012

Pesantren Krisis Air


K. M. Faizi, Pengasuh PP Annuqayah al-Furqaan

Hingga pertengahan Nopember 2012, hanya 2 kali hujan turun di daerah Guluk-Guluk, Sumenep. Masyarakat Guluk-Guluk, khususnya kampung Daleman dan sekitarnya, mulai khawatir karena debit air di Sumber Daleman sangat minim. Cuaca tetap panas di siang maupun di malam hari.

Menjelang akhir bulan, saat ini, hujan telah turun hampir setiap hari. Akan tetapi, debit air di Sumber Daleman belum bertambah juga, masih seperti hari-hari sebelumnya; kotor, hijau gelap, nyaris tidak dapat digunakan. Beberapa sumur yang ada di sekitar mata air itupun semakin dalam. Pompa air elektrik tidak mampu menyedot air lebih melimpah daripada sebelumnya.

Kesulitan mendapatkan air bersih bukan hanya menjadi masalah masyarakat, melainkan juga menjadi masalah serius bagi santri dan pesantren. Kebutuhan air masyarakat sekitar masih tercukupi oleh sumur yang ada di rumah mereka. Pesantren membutuhkan debit air lebih banyak mengingat akan dipergunakan oleh santri yang relatif banyak. Masalah ini terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah, khususnya di daerah Alfurqan Sabajarin.

Selama ini, para santri Alfurqan Sabajarin menggunakan air yang berasal dari mata air Sumber Daleman, kira-kira berjarak 100 meter dari pesantren. Air yang disedot dengan pompa elektrik itu tidak mampu lagi terkirim ke pondok. Puncaknya kesulitan ini terjadi pada hari Rabu malam Kamis, yakni ketika para santri hendak memperingati Malam 1 Muharram 1434 H (14 Nopember 2012). Para santri kesulitan untuk ambil air wudu’ karena air di jeding sudah habis sama sekali. Rencana doa bersama dan mengaji Alquran yang semula akan dilaksanakan seusai shalat Maghrib pun tertunda hingga sesudah shalat Isya’. Para santri bersepakat sewa mobil bak terbuka untuk mandi dan ambil air wudu’ di Sumber Payung, Ganding, yang jaraknya berkisar 2,5 kilometer dari pesantren. Adapun ongkos untuk sewa mobil ini diperoleh dari hasil patungan 35 orang santri.

Sejatinya, di pondok terdapat sumur yang airnya dapat digunakan untuk kepentingan santri, sekurang-kurangnya untuk bersuci. Namun, belakangan, sumur yang letaknya persis di samping kiri mushalla pondok dan telah berusia puluhan tahun itu juga semakin dangkal. Airnya baru dapat disedot setelah dibiarkan bertambah debitnya beberapa hari terlebih dulu.

Melihat situasi seperti ini, Khotim, seksi peribadatan Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Alfurqan Sabajarin, mempunyai gagasan untuk meminjam kendaraan pick up milik salah seorang wali santri. Kendaraan inilah yang akhirnya digunakan santri untuk pergi mencari air di sumber atau mataair terdekat.

“Jika banyak santri yang ikut, maka mobil tidak dapat mengangkut air. Namun, jika hanya sebagian orang saja, maka kami dapat mengambil air dari sumber dan membawanya di bak belakang mobil Carry ini dengan wadah terpal,” begitu dia menjelaskan.

"Jeding bergerak"
“Orang tua wali santri Miftahul Ulum selaku pemilik kendaraan telah memberikan izin atas penggunaan kendaraan tersebut sepanjang untuk kepentingan pesantren, bahkan hingga pada waktu yang tidak ditentukan,” imbuh Khotim. “Kami menarik sumbangan uang bensin setiap kali pergi mencari air,” tambahnya begitu ditanya menyangkut danaoperasional mobil. “Biasanya seribu rupiah sudah cukup untuk beberapa kali angkut air.”

Sumber Daleman biasanya akan leddu’ (istilah masyarakat setempat untuk menyebut muncratnya mataair kembali dalam debit besar) setelah hujan turun setiap hari selama kurang lebih sebulan. Ketika air sumber Daleman telah melimpah, kebutuhan air untuk masyarakat dan santri di Annuqayah pun akan tercukupi. Para santri berharap, curah hujan akan segera menyemburkan mataair Sumber Daleman kembali yang saat ini merupakan situasi terburuknya.