Selasa, April 21, 2009

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (3)


Subaidi, Sekretariat PPA

Hiruk-pikuk pelaksanaan UN juga melanda Al-Hikmah. Hal yang menarik bukan karena mereka mengadakan kegiatan bimsus, try out, atau semacamnya. Akan tetapi, Al-Hikmah memandang UN hanya bagian kecil dari proses yang harus dijalani murid-murid di sana. “Ujian yang sesungguhnya bukan pada menjawab soal-soal UN, tapi bagaimana menjaga kejujuran dan sportivitas dalam pelaksanaan UN itu sendiri. Artinya, jika dianalogikan pada peperangan, peperangan yang terbesar adalah memerangi diri sendiri. Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi ketika selesai dan menang dalam sebuah peperangan,” itulah kutipan tausiyah yang disampaikan Ustadz Edy Kontjoro, Kepala SMA Al-Hikmah, dalam kegiatan Temu Wali dan Buka (Puasa) Bersama di Kamis (16/4) sore itu.
Al-Hikmah mengajak semua muridnya untuk menjalankan puasa sunnah (saya belum tahu apa ajakan itu sifatnya wajib atau semacam saran saja). Tentu saja ajakan itu itu diindahkan oleh sebagian besar murid SMA Al-Hikmah. Dan pada sore itu, semua kelas tiga bergabung dalam acara Temu Wali dan Buka Bersama yang dihadiri oleh semua orang tua/wali murid kelas tiga, jajaran pengurus Yayasan Al-Hikmah, dan ustadz-ustadzah serta kepala dan waka-wakanya. Acara yang dipandu oleh Bapak Andi, Wakil Kepala SMA Al-Hikmah ini, berjalan dengan khidmat. Dan bagi saya sangat mengesankan.
Pertama kali acara dibuka dengan pembacaan surat al-Fatihah, kemudian pembacaan ayat suci al-Qur’an, tausiyah Kepala Sekolah, tausiyah pengurus Yayasan, dan tausiyah perwakilan orang tua/siswa. Kegiatan ini merupakan acara tahunan yang dilaksanakan menjelang pelaksanaan UAN dan dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada murid-murid oleh pihak sekolah dan orang tua/wali murid.
Demi memompa semangat murid-muridnya, Ustadz Edy dalam tausiyahnya menjelaskan bahwa soal-soal UN merupakan hal kecil bagi mereka. Lalu beliau menunjukkan ujung jari kelingkingnya sebagai simbol “entengnya” soal-soal UN tersebut. Beliau meminta kepada semua murid untuk berlaku sportif dan jujur, tidak berbuat curang, entah dengan mencari bocoran soal, memburu kunci jawaban, dan lain sebagainya. Di Al-Hikmah soal-soal seperti UN dan tes SPMB sudah diberikan sejak kelas satu. Jadi mereka sudah terbiasa mengerjakan soal-soal semacam itu. Wajar saja jika kemudian murid-murid Al-Hikmah tidak begitu merisaukan UN tersebut.
Meskipun begitu, mereka tidak lengah begitu saja. Persiapan menjelang UN mereka isi dengan mengasah spiritualitas dan belajar intensif. Hal ini diejawantahkan dalam kegiatan selama 6 minggu. Kegiatan tersebut dibungkus dengan mengasramakan semua kelas tiga di sekolah. Jadi, selama kurang lebih dua bulan mereka tinggal di sekolah. Mereka menggiatkan shalat tahajjud, shalat berjamaah, puasa sunnah, dan kegiatan bernilai lainnya, termasuk memperdalam materi-materi yang diujikan di UN. Tepat 3 hari sebelum UN dilaksanakan, kegiatan 6 minggu itu berakhir dan diparipurnai dengan temu wali murid dan buka bersama tadi.
Di akhir acara, Ustadz Andi meminta kepada semua murid untuk meminta maaf kepada bapak/ibu mereka yang kebetulan juga hadir pada acara itu. Entah disetting bagaimana, tiba-tiba emosi anak-anak itu seperti diaduk-aduk dengan retorika Ustadz yang memiliki wajah anggun tersebut. “Anak-anak, jangan menunggu pulang, ayo datangi bapak-ibu kalian dan mintalah maaf! Cium kedua tangan bapak-ibumu! Dan Bapak-Ibu, maafkan kesalahan-kesalahan anak-anak Anda!”
Kemudian murid-murid itu berhamburan mendatangi bapak-ibu mereka, mereka sesenggukan, mengucurkan air mata. Begitu pula dengan orang tua mereka. Mereka berpelukan dan saling meminta maaf. Saya yang awalnya duduk di pojok ruangan, ikut berdiri menyaksikan momen-momen ini. Saya menghidupkan kamera dan mengambil beberapa gambar.
Keharuan itu tidak berhenti sampai di situ saja. Ustadz-ustadzah berdiri berjejer dan anak-anak itu mendatanginya. Mereka sekali lagi saling bersalaman, saling berpelukan dan minta maaf. Dalam hati saya berkata, “Ini belum saya temui di Annuqayah.” Saya terus saja mengabadikan mereka.
Selesai murid-murid meminta maaf kepada orang tua dan ustadz-ustadznya, giliran orang tua dan ustadz-ustadz yang saling mendatangi dan saling bersalaman, saling meminta maaf. Sangat mengharukan. Saya masih saja berkaca-kaca. Saya lihat teman-teman peserta magang juga seperti itu. Matanya berkaca-kaca.
Setelah itu, Ustadz Edy, si Kepala Sekolah, mendatangi anak buahnya, guru-guru Al-Hikmah, “Saya sangat berhutang budi kepada Anda ustadz!” kata beliau sembari memeluk satu persatu ustadz-ustadz yang merupakan anak buahnya itu. Sekali lagi, ini belum saya temui di Annuqayah. Saya terharu sekaligus kagum. Setelah selesai, tiba-tiba beliau mendatangi kami yang berdiri mematung. Beliau kemudian menyalami kami satu persatu dan berkata, “Doakan anak-anak kami, Ustadz!” Saya, yang mendapat giliran terakhir, cuma bisa bilang, “Ini mengagumkan Ustadz!” (Bersambung)

Berita terkait:
Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (1)
Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (2)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya suka tulisan ini.entah knp saya ikut menangis.serasa larut dlm suasana yg di ceritakan.