Rabu, April 22, 2009

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (4)

Subaidi, Sekretariat PPA

Jika Anda kebetulan sedang berselancar di internet, cobalah kunjungi website Al-Hikmah. Pada header halaman situs, terpampang jelas sebuah motto, “Berbudi dan Berprestasi”. Dua kata itulah yang menginspirasi Al-Hikmah untuk menghasilkan manusia-manusia yang mumpuni di bidang ilmu dan teknologi namun juga mampu menjunjung nilai-nilai dan adat ketimuran, lebih-lebih syariat Islam dan akhlaqul karimah. Sejatinya, Al-Hikmah adalah lembaga dakwah Islam berbasis pendidikan.
Dengan sistem yang kuat mengakar serta dedikasi tinggi para pengelolanya, tak heran jika kemudian Al-Hikmah menjadi lembaga yang keberadaannya sangat diperhitungkan, khususnya di kota Surabaya. Meskipun begitu, Al-Hikmah mau membuka diri untuk menjadi lembaga Islam percontohan yang mudah dan layak dicontoh. Kira-kira seperti itulah yang disampaikan salah seorang staf Yayasan Al-Hikmah, Ustadz Mukhtar. Satu hal yang mungkin perlu menjadi catatan adalah bahwa biaya pendidikan di Al-Hikmah relatif mahal, bahkan tidak terjangkau masyarakat bawah.
Bahwa Al-Hikmah mahal sudah pasti. Namun hal itu seimbang dengan apa yang Al-Hikmah lakukan untuk para peserta didiknya. Apalagi Al-Hikmah mengadopsi sistem Full Day School yang tentu saja biaya operasionalnya lebih tinggi dibanding sekolah konvensional lainnya.
Guru-Guru di Al-Hikmah sangat berdedikasi dan disiplin. Mereka bagus bacaan al-Qur’annya, disiplin shalat malamnya, dan capacity buildingnya terus berkembang, baik hal itu dilakukan secara otodidak dengan membaca, ataupun melalui program-program pengembangan atau pelatihan yang dilaksanakan oleh Yayasan Al-Hikmah.
Hebatnya lagi, semua ustadz di Al-Hikmah adalah guru agama—guru agama yang kebetulan mengampu materi umum semisal Biologi, Kimia, Fisika, dan lainnya. Akan tetapi jangan dikira bahwa yang dimaksud dengan guru agama di sini mereka semua sarjana agama (S.Ag, atau S.Pd.I) seperti di Annuqayah. Sama sekali tidak. Mereka memang kompeten sesuai dengan materi yang diampunya. Artinya, jika mengampu materi Biologi, mereka memang Sarjana Pendidikan Biologi atau sejenisnya.
Di Al-Hikmah tidak ada satuan pendidikan di bawah Yayasan yang mengangkat sendiri ustadz-ustadznya. Semua pendidik dan tenaga kependidikan lainnya direkrut oleh Yayasan. Rekrutmennya pun tidak main-main. Mereka menerapkan persyaratan-persayaratan tertentu untuk diterima menjadi ustadz atau tenaga pendidik di Al-Hikmah. Pertama-tama yang menjadi kriteria calon ustadz adalah ibadah dan bacaan al-Qur’annya. Dari cerita Pak Mukhtar, ketika ada calon ustadz yang mendaftar, maka yang ditanya pertama kali adalah, “Jam berapa tadi pagi Anda bangun untuk shalat subuh?”
Menilai kualitas ibadah seorang calon ustadz, gampangnya, bisa dilihat dari bagaimana dia melaksanakan shalat shubuh. Jika subuhnya berbarengan dengan terbitnya matahari, maka hampir bisa dipastikan bahwa ibadah-ibadah yang lainnya juga amburadul. Untuk menilai bahwa seorang calon ustadz melaksanakan amalan-amalan hasanah, maka ditanyakan doa-doa harian untuk pekerjaan-pekerjaan kecil, seperti doa mau makan, atau doa berkendara, dan sebagainya.
Ada hal menarik sarat hikmah yang kami dapatkan ketika kami duduk-duduk santai menunggu shalat Jum’at di Masjid SMA Al-Hikmah. Salah seorang dari peserta magang mengajak ngobrol salah seorang tenaga kebersihan masjid yang kebetulan waktu itu sedang mengepel lantai masjid. Umurnya kira-kira 60 tahunan. Namun dia sangat enerjik dan tangkas mengepel lantai hingga kilap—sekadar diketahui, kebersihan di Al-Hikmah sangatlah terjaga dan memiliki standar mutu tertentu yang terus dikontrol. Dari obrolan itu kami kemudian tahu bahwa tenaga kebersihan itu ternyata juga merangkap sebagai ustadz yang mengajarkan tafsir kepada ustadz-ustadz Al-Hikmah yang lainnya. Masya Allah!!!
Di lain waktu, ada salah seorang guru Annuqayah yang membeli makanan ringan di kantin Al-Hikmah. Entah karena alasan apa, dia tidak duduk di kursi yang telah disediakan. Dia makan dalam keadaan berdiri. Sejurus kemudian ada seorang murid (di Al-Hikmah tidak ada istilah siswa) yang datang menghampiri beliau dan berkata, “Ustadz, mohon maaf mengganggu. Dalam Islam makan dalam keadaan berdiri itu kurang baik. Silakan ….(duduk, red)” ujar murid itu dengan sangat sopan sembari mempersilakan si guru Annuqayah untuk duduk di kursi. (Bersambung)

Tidak ada komentar: