Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa
GULUK-GULUK—Hari Jum’at adalah hari yang sangat dinanti-nantikan oleh santri di berbagai daerah di PP Annuqayah, karena hari Jum’at bagi santri menjadi hari libur. Semua kegiatan pesantren diliburkan. Tinggal pilih-pilih saja kegiatan apa saja yang akan dilalukan sendiri. Ingin tidur sepuasnya, terserah!
Ada satu yang paling dinanti bagi santri di hari itu. Hari Jum’at adalah hari panennya santri. Banyak santri yang dikunjungi orang tuanya pada hari Jum’at. Selain menanti datangnya kiriman bekal dari orang tua, hari itu juga menjadi ajang pelampiasan kerinduan mereka terhadap keluarga. Tak jarang banyak santri yang menanti datangnya keluarga hingga sampai di jalan-jalan sekitar pesantren.
Lain halnya dengan santri PP Annuqayah Lubangsa, yang tercatat sebagai salah satu daerah dengan jumlah santri yang besar di Annuqayah. Santri Lubangsa membagi hari Jum’at menjadi dua bagian yang saling berselang-seling, yakni Jum’at kubro (besar) dan sughro (kecil). Jum’at kubro dan sughro terjadi dua kali dalam sebulan dan hari Jum’at (24/4) kemarin termasuk hari Jum’at kubro. Mereka menamakan hari Jum’at itu dengan berlandaskan pada banyaknya santri yang dikunjungi keluarga mereka. Kebanyakan santri dikunjungi orang tuanya setiap setengah bulan sekali.
Banyak santri yang nongkrong di depan Masjid Jamik hanya untuk menanti “harta karun” dari rumah mereka. ”Saya nunggu eppak. Sekarang sudah saatnya kiriman. Janjinya mau datang pagi ini, tapi kok tidak datang-datang juga ya!” ungkap Khairuddin sambil sesekali kelihat ke arah utara sepanjang jalan MTs dan MA 1 Annuqayah Putra.
Tak lama kemudian santri yang tercatat sebagai siswa di MTs 1 Annuqayah Putra itu melonjak kegirangan setelah melihat ayahnya datang dengan sepeda motor Suzuki Tornado. ”Itu eppak datang,“ ungkapnya girang sekali.
Jum’at kubro ini bukan hanya menguntungkan bagi yang dikunjungi orang tuanya. Yang tidak pun juga untung. Seperti yang dikatakan oleh Saiful Bahri, jika pada hari Jum’at kubro ia tak usah menanak karena banyak temannya yang dikirim bekal oleh keluarga mereka. Tinggal menunggu panggilan saja, atau bertamu ke bilik teman.
“Seperti sekarang, saya tidak usah menanak. Banyak teman yang meminta saya untuk ikut makan makanan yang dibawa keluarga mereka,” ungkapnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar