Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan
GULUK-GULUK—Memang berat mengelola sanggar yang hidup di lingkungan pesantren. Selain orang-orangnya terstigma negatif, kontribusi secara materi sulit didapat dari pesantren, sehingga untuk memenuhi hal-hal yang bersifat materi para anggota sanggar sendirilah yang harus turun jalan. Dihadapkan pada kondisi demikian, banyak sanggar yang ada di Annuqayah harus berpikir dua kali untuk mengadakan acara seni, karena masalah utama yang mereka hadapi adalah persoalan finansial. Hal ini barangkali yang menjadi picu melecutnya konflik dalam tubuh Sanggar Basmalah PP Annuqayah Lubangsa Selatan, Guluk-Guluk, Sumenep.
Menurut penuturan Farid R., salah satu anggota Sanggar Basmalah, konflik bermula saat seorang senior Sanggar Basmalah, Abd. Basith Cobart, ingin mendata para anggota Sanggar. Data itu akan disetorkan kepada tim sukses salah seorang caleg yang kebetulan memperebutkan kursi DPRD Sumenep dari dapil III (Ganding, Guluk-Guluk, Pragaan). Menurut dia, data tersebut akan menjadi bukti bahwa anggota Sangggar Basmalah rela menyerahkan hak suaranya kepada caleg tersebut. Kebetulan rekam jejak caleg itu memang memiliki banyak peran dalam hal seni dan kesusastraan di Sumenep secara khusus dan Madura secara umum. Bahkan sebelum menjadi caleg, dia memangku jabatan sebagai ketua salah satu lembaga yang membawahi kelompok-kelompok seni yang ada di kabupaten paling timur Madura ini.
Negatifnya, proses pendataan ini tidak melalui proses musyawarah yang melibatkan seluruh pengurus dan anggota Sanggar. Bahkan terkesan sepihak. Dari sinilah mulai muncul suara-suara sumbang dari beberapa senior yang lain. Ada yang menanggapinya dengan biasa-biasa saja, ada yang mendukung, dan ada pula yang menolak sama sekali.
Untuk mengakomodasi suara-suara sumbang itu, dilaksanakanlah musyawarah yang bertujuan untuk memperjelas duduk persoalannya. Senin (6/4) kemarin, bertempat di Blok C/02 Lubangsa Selatan, senior Sanggar diminta berkumpul untuk membahas masalah tersebut. Dalam musyawarah itu langkah yang diambil oleh Basith ternyata banyak ditentang oleh kawan-kawannya yang lain.
Achmad Faisol, salah satunya, menyatakan bahwa institusi Sanggar yang notabene bergerak dalam seni harus netral terhadap politik. Karena dari dulu politik memang sudah meminggirkan dunia sastra. “Hanya pada musim kampanye saja ada sebagian caleg yang mengaumkan dirinya akan memanggul aspirasi para seniman,” lanjut Wakil Sekretaris PPA Lubangsa Selatan ini. Lil Jalal Ambar, ketua Sanggar Basmalah juga angkat bicara. Dia mengatakan, suara-suara manis para caleg hanya terdengar pada momen-momen tertentu. Di luar itu tak ada apa-apa, kering-kerontang. Apalagi kalau ditanya bukti. Apa yang bisa diharapkan dari mereka?
“Mengatasnamakan institusi Sanggar untuk mendukung seorang caleg itu tidak dibenarkan. Kalau bergeraknya di luar institusi Sanggar boleh-boleh saja mengajak anak-anak Basmalah, bahkan saya sekalipun, tapi kalau dengan Sanggar itu tidak bisa,” katanya. Chairul Umam Syah lebih pedas mengritik langkah yang diambil Abd. Basith. Dia menyatakan, perbuatan seperti itu bisa dikategorikan pembelotan dan pengkhianatan terhadap Sanggar. Itu termasuk menjual harga diri organisasi. Padahal dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Sanggar sebagai organisasi non profit-independen tidak boleh terikat dengan institusi lain secara struktural, apalagi dengan organisasi politik semacam partai.
Rofiq El Suf lebih bijak mengometari persoalan tadi. Ia mengingatkan bahwa tidak ada salahnya kita mendukung salah-satu kompetitor caleg dalam pemilu 2009. Namun, menurut dia, catatan penting yang harus dipegang oleh masing-masing anggota Sanggar adalah harus betul-betul bisa menilai siapa yang mereka dukung. “Tidak semua caleg itu buruk. Kalau memang dipandang mampu mengemban aspirasi kita (sebagai seniman, red.) di tingkat birokrasi, kenapa tidak?” katanya.
Dihujani dengan banyak pertimbangan dan kritik pedas, Abd. Basith memaklumi dan minta maaf karena tidak lebih dulu bermusyawarah dengan anggota Sanggar yang lain, terutama para senior. Dia mengurai kenapa tindakan ini dia ambil. Menurut dia, caleg tersebut bisa dijadikan jalur aspirasi para seniman. Dia tidak memungkiri bahwa ada banyak caleg yang hanya berkoar-koar, tapi setelah menjadi anggota dewan nyaris tidak ada janji-janjinya yang terealisasi.
Ditemui Selasa pagi (7/4), Abd. Basith menyatakan, tindakannya secara prosedural dan struktural memang salah. Namun, menurutnya, langkah yang diambil tidak sepenuhnya harus ditolak. Dia mengambil data para anggota Sanggar karena ada kabar kalau Sanggar itu terbukti secara hitam di atas putih (di atas kertas) mendukung caleg tersebut, maka Sanggar akan memperoleh suntikan dana. “Saya kira tak ada salahnya uang itu kita ambil untuk kepentingan Sanggar. Selama ini program kerja tidak berjalan kan karena tidak adanya dana, bahkan insentif sekalipun, dari pesantren. Ketimbang dana itu digunakan secara personal oleh orang yang tidak punya kepentingan dengan pendidikan”. Dia juga mengatakan, keterikatan dengan partai itu sifatnya sangat personal. Bisa jadi secara keseluruhan anggota Sanggar, di atas kertas, mendukung caleg tersebut. Namun siapa yang bisa menebak hasil akhir pemilu nanti? “Di TPS, siapa yang bisa menebak?” katanya sambil tersenyum.
Rabu, April 08, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar