Sabtu, April 25, 2009

Catatan dari Acara Launching Buletin Tapak dan Ulang Tahun Sanggar Basmalah yang Keenam

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Dalam beberapa tahun terakhir, iklim kesenian di Annuqayah mengalami dekadensi. Salah satu bukti, terbaca dari merosotnya karya-karya sastrawan Annuqayah yang muncul di media massa dan menipisnya perolehan penghargaan yang diterima oleh mereka dari berbagai kompetisi sastra tanah air. Para seniman Annuqayah kini seperti sedang berleha-leha menikmati kejayaan para pendahulunya. Annuqayah pada beberapa tahun yang lalu memang sempat memiliki seniman yang karya-karyanya banyak muncul di media massa, baik koran maupun majalah. Di antara nama-nama yang bisa disebut dalam periode itu adalah Sofyan RH. Zaid, Bernando J. Sujibto, M. Wail Irsyad, Ra Mamber, dan lain-lain. Namun kini, selepas nama-nama itu pergi mengembara ke belantara kota, jejaknya seperti patung yang eksis namun miskin pengaruh terhadap penerusnya. Hanya tinggal nama dan kenangan yang membanggakan!
Demikian teropong Lil Jalal Ambar yang disampaikan dalam acara Launching Buletin Tapak dan ulang tahun Sanggar Basmalah PPA Lubangsa Selatan yang ke-6, Kamis malam (23/4), bertempat di Aula Diniyah Lubangsa Selatan. Dalam kesempatan tersebut ia juga menyatakan bahwa seniman Annuqayah sekarang sedang mengidap penyakit gila popularitas. Mereka hanya memoles bagian luar, tanpa berusaha mengasah bagian dalamnya, yang berarti kemampuan intelektualitas. “Hanya berbekal gelang karet lima buah dan baju yang compang-camping, mereka sudah mengatakan dirinya adalah seniman. Tapi ditanya mana karyanya, mereka bilang tidak ada. Ini patut disayangkan,” katanya.
Menemani Ambar, panggilannya, salah satu pengurus Sanggar Basmalah, Fahrur Rozi, juga angkat bicara. Ia membahas tentang minimnya media yang menampung karya sastrawan Annuqayah secara khusus dan sastrawan Madura secara umum. Menurutnya, ada fenomena yang sangat lucu dalam kamus kesusastraan Pulau Garam ini. Dia mencontohkan, kira-kira tiga tahun yang lalu majalah sastra Horison pernah memberikan ruang istimewa bagi sastrawan Madura. Dalam edisi tersebut seluruh karya yang diterbitkan adalah karya sastrawan Madura. Beberapa bulan yang lalu juga muncul di koran Suara Karya beberapa tulisan yang coba mengulas tentang fenomena kesusastraan Madura. Dalam tulisan tersebut ternyata mayoritas sastrawan Madura adalah dari Sumenep dan kebanyakan mereka adalah kaum santri.
Namun, terlepas dari perhatian yang diberikan sastra Indonesia tersebut, fenomena menyedihkan muncul. Kalau ditanya adakah media massa yang menampung karya sastra sastrawan Sumenep di lingkungan mereka sendiri? Jawabannya, nyaris tidak ada. Kalaupun ada, perhatiannya tak lebih hanya sebagai pelengkap penderita. Tidak jarang media “membuang” karya sastra oleh karena ada sebuah iklan seorang caleg ingin nempel di media tersebut. Buletin Tera, STKIP Sumenep, yang digadang-gadang menjadi ikon buletin sastra di Madura ternyata tak berkabar lagi, hilang entah ke mana.
Acara Ulang Tahun Sanggar Basmalah dan launching Buletin Tapak tersebut didesain dengan sangat sederhana. Para undangan berasal dari kantong-kantong kesusastraan, pustakawan, dan kru buletin yang ada di Annuqayah. Dalam sambutannya, Abd. Basith Cobart, mewakili departemen Olahraga dan Kesenian (Orkesen) PPA Lubangsa Selatan, menyambut baik ide yang digagas oleh Sanggar Basmalah dengan menerbitkan buletin. Menurutnya, hal itu sangat membantu terbentuknya iklim kesusastraan yang baik di Annuqayah. Dia juga salut kepada anggota Sanggar Basmalah karena dalam catatannya hanya Basmalah yang selama ini sering mengadakan acara.
Dalam acara tersebut, prosesi ulang tahun dilaksanakan dengan peniupan lilin oleh ketua Sanggar Basmalah, Lil Jalal Ambar. Prosesi juga diiringi dengan lagu Happy Birthday yang dinyanyikan oleh anggota sanggar yang berderet di belakang Ambar. Setelah prosesi, giliran tampil beberapa seniman Annuqayah. Mereka unjuk kebolehan dengan membaca puisi. Sholeh dari Sanggar Saksi, PPA Latee dan Homaidi dari Sanggar Padi, PPA Lubangsa Selatan mendapat kesempatan untuk tampil di hadapan undangan. Selain mereka adalah dari anggota Sanggar Basmalah sendiri.
Kemudian acara dilanjutkan dengan launching buletin. Dalam hal ini, Chaerul Umam Sah, salah satu senior Basmalah, didapuk mengawal acara. Dengan mendeklamasikan beberapa bait puisi, ia melaunching buletin tersebut. Setelah dilaunching, buletin tersebut dipresentasikan kepada undangan yang hadir. Ditunjuk sebagai presentator adalah Lil Jalal Ambar, ketua Sanggar Basmalah sekaligus Pimpinan Redaksi Buletin Tapak, dan Fahrur Rozi, salah satu Dewan Redaksi buletin tersebut.
Buletin Tapak memang Buletin yang diformat sangat sederhana. Dalam edisi perdananya, buletin ini dicetak dalam bentuk stensilan. Jumlah halamannya hanya delapan halaman dengan ukuran kwarto lipat dua. Banyak undangan yang mengusulkan, untuk terbitan berikutnya jumlah halamannya diperbanyak. Buletin ini diproyeksikan terbit tiap kisaran waktu tiga bulan sekali.

2 komentar:

Bernando J Sujibto mengatakan...

wah.... semangat terus ya... teman2 seniman dan penulis Anuqayah....

Afianti Fatimah mengatakan...

terima kasih mas BJ atas motivasinya! kita juga butuh komunikasi dengan teman-teman yang ada di luar!