Senin, Desember 20, 2010

Pengurus PPA Lubangsa Optimalkan Belajar Santri

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Untuk mengoptimalkan santri dalam menempuh ujian semester ganjil yang baru saja mulai dilaksanakan di sekolah formal Annuqayah, pengurus PPA Lubangsa perketat pengawasan belajar santri.

Imam Abdurrahman, pengurus seksi Pendidikan, Pengajaran dan Pengembangan Keilmuan (P2PK), malam sabtu kemarin (17/12) seusai shalat Isya’ berjama’ah di Masjid Jamik Annuqayah menyampaikan beberapa poin penting terkait hal tersebut kepada santri Lubangsa.

Di antara upaya yang dilakukan adalah menonaktifkan bunyi-bunyian (musik), kegiatan rutin organisasi daerah, dan jam olahraga selama ujian semester ganjil berlangsung. Madrasah Diniyah yang biasanya dilaksanakan setelah shalat jama’ah Isya’ juga diliburkan.

Kegiatan yang masih tetap diaktifkan adalah pengajian al-Qur’an usai jama’ah shalat Maghrib dan pengajian kitab turats usai jama’ah shalat Subuh dan shalat ‘Ashar. “Tahun ini kedua kegiatan itu tidak kami nonaktifkan. Tahun kemarin kami telah mencoba menonaktifkan keduanya, tetapi santri kurang mengoptimalkan kesempatan itu untuk belajar. Misal, usai shalat Subuh santri banyak yang tidur, tidak belajar,” ucap Imam Abdurrahman.

Selain itu, pengurus P2PK juga telah membuat jadwal piket pengawasan santri setiap jam belajar berlangsung. Masing-masing blok ada 5 pengurus yang menjaga. Pengawasan itu diperketat karena dibandingkan pada tahun kemarin prestasi santri Lubangsa mengalami penurunan.

“Ketika saya masih siswa, Lubangsa menjadi yang terbaik di antara daerah yang lain. Banyak yang berprestasi, seperti juara kelas. Tapi saat ini prestasinya sudah kalah dengan santri Latee,” kata pengurus yang kini sudah semester VII itu.

Rabu, Desember 15, 2010

Markaz Bahasa Arab Annuqayah Adakan Pelatihan Mengelola Media Massa

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Ahad siang (12/12), pengurus Markaz Bahasa Arab Annuqayah (selanjutnya disebut Markaz) menggelar pelatihan mengelola media massa yang bertempat di lantai II kantor Sekretariat Bersama PP Annuqayah. Fasilitator pelatihan tersebut ialah ketua Lembaga Pers Mahasiswa Instika.

Pelatihan itu merupakan bagian dari program kerja Departemen Penerbitan dan Pers (Qismu Isdar wa Asshohafi) yang dikomandani Ahmad Nafi’uddin. Periode kepengurusan sebelumnya, pelatihan itu diprogramkan tapi tidak terlaksana karena ada kendala.

Menurut mahasiswa Instika fakultas Syari’ah jurusan Mu’amalah semester lima itu, pelatihan tersebut bertujuan mengenalkan pengelolaan media massa yang baik kepada pengurus Markaz. Selama ini, Markaz telah menerbitkan media massa berupa buletin. Tapi, lanjut Nafi’uddin, hasilnya banyak dikritik karena dipandang tidak selaras dengan aturan dalam jurnalistik.

“Markaz memiliki buletin bernama Ad-Dirasah. Buletin ini telah terbit empat kali. Hanya saja, penanganannya belum maksimal karena keterbatasan pengalaman redaksi dalam bidang penerbitan,” ujarnya kepada fasilitator sebelum pelatihan diakhiri.

Dalam kesempatan itu, struktur keredaksian dirampungkan. Secara aklamasi, pemimpin redaksi dipercayakan kepada Nafi’uddin.

Malam harinya, redaksi langsung mengadakan musyawarah persiapan penerbitan. Tema yang disetujui sementara ialah kebebasan berpikir (hurriyyatul afkar). Pemastian tema akan ditindaklanjuti pada Senin malam (13/12).

“Tema tersebut belum disetujui secara penuh karena ada beberapa redaksi yang berhalangan hadir ketika rapat penentuan tema. Besok malam (Senin malam, red) insya Allah akan siap dengan out line-nya,” paparnya saat ditemui di kantor Markaz.

Selasa, Desember 14, 2010

Nirmala Buka Pekan Kepramukaan dan Monitoring

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Ahad (12/12) sore kemarin, Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala membuka kegiatan rutin tengah tahun yaitu Pekan Kepramukaan dan Monitoring yang biasa dilaksanakan menjelang waktu ujian semester ganjil di sekolah formal. Pembukaan kegiatan ini dilaksanakan di Mushalla Lantai II PP Annuqayah Daerah Nirmala dan diikuti oleh seluruh santri.

Semula pembukaan akan dilangsungkan di halaman MTs 1 Annuqayah Putra dengan format pembukaan berbentuk upacara tapi kemudian dialihkan ke Mushalla Lantai II Nirmala. Pemindahan tempat pembukaan tersebut bukan tanpa alasan melainkan karena terkendala hujan.

A. Wahid, ketua panitia kegiatan ini, mengatakan bahwa PP Annuqayah Nirmala mempunyai tiga kegiatan pekan yakni Pekan Orientasi, Pekan Kepramukaan dan Monitoring, dan Pekan Evaluasi dan Haflah Akhir Sanah.

“Kegiatan Pekan Kepramukaan dan Monitoring ini dilaksanakan agar para santri sekalian lebih aktif dan efektif dalam belajar untuk menghadapi ujian semester pertama,” kata pengurus asal Desa Bakiong ini.

“Oleh karena itu saya dan teman-teman panitia berharap agar para santri berpartisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan ini,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus PP Annuqayah Nirmala, Lutfi Imam, S.Pd.I, mengungkapkan bahwa kegiatan pekan monitoring ini akan lebih ditekankan pada proses belajar. Diharapkan santri bisa belajar dengan tenang dan nyaman karena beberapa kegiatan akan diliburkan, seperti kegiatan Madrasah Diniyah.

Sebelum mengakhiri sambutannya Lutfi Imam membuka kegiatan ini dengan pembacaan Al-Fatihah dan disambut dengan meriah oleh para santri.

Kamis, Desember 09, 2010

Dari Sekolah Tinggi ke Institut

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Pada hari Selasa, 7 Desember yang lalu, bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1432 H, Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (STIKA) resmi beralih status menjadi Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika). Peresmian tersebut digelar di Aula II Instika.

Acara ini dihadiri oleh para pimpinan Perguruan Tinggi se-Sumenep, kepala sekolah SLTA se-Sumenep, beberapa kepala sekolah satuan pendidikan yang berada di bawah naungan PP Annuqayah, masyayikh PP Annuqayah, dan seluruh ketua Keluarga Besar Mahasiswa Instika.

Sekretaris Kopertais wilayah IV Surabaya, Hj Zamratul Mukaffa’, M.Ag menjadi tamu istimewa dalam acara itu. Beliaulah yang meresmikan INSTIKA mewakili koordinator kopertais wilayah IV Surabaya, Prof Dr Nur Syam, M.Si yang berhalangan hadir.

Surat Keputusan dari Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia diperoleh oleh pihak Instika tertanggal 6 Oktober 2010. Karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, peresmiannya baru dilaksanakan pada awal bulan Muharram ini.

Rektor Instika, KH. Abbadi Ishomuddin, M.A. menegaskan bahwa perubahan status dari sekolah tinggi ke institut bukanlah sekadar ikut-ikutan. Melainkan, itu dimaksudkan untuk mendorong perkembangan keilmuan di lingkungan PP Annuqayah secara umum dan di Instika pada khususnya.

“Kami sangat optimis mampu mengemban amanah ini. Di Kampus Putih ini sudah terdapat tiga doktor yang siap mengabdi di Instika. Apalagi, kami pikir perubahan status dari sekolah tinggi ke institut selaras dengan iklim keilmuan di lingkungan PP Annuqayah,” ujar rektor Instika itu saat sambutan.

Iklim keilmuan yang dimaksud, lanjutnya, berdasarkan pada sejarah nama PP Annuqayah yang diambil dari kitab Annuqayah karangan Syaikh As-Suyuthi. Kitab tersebut memuat dasar disiplin ilmu yang bisa memperluas wawasan siapa pun yang mengkajinya. Inilah yang menjadi landasan Instika selama ini sehingga tidak memandang ilmu secara dikotomis (terpetak-petak).

“Makanya kami mencanangkan akan membuka jurusan matematika dan bahasa Inggris. Hanya saja usaha tersebut kandas di tengah jalan karena tidak diterima oleh orang-orang di Jakarta. Mereka beralasan, dua jurusan itu atau yang sepadan dengannya adalah wewenang Mendiknas,” paparnya detail.

Pada kesempatan itu juga, Hj Zamratul Mukaffa’, M.Ag menjelaskan bahwa langkah yang ditempuh pihak Instika untuk mendapatkan SK peralihan status dari ST ke Institut hanyalah pemanasan saja. Selanjutnya, pihak Instika dituntut untuk bekerja ekstra mempertahankan SK tersebut.

SK itu diiringi dengan beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh pihak Instika agar proses peralihan ke institut tidak sia-sia. Pasalnya, dalam waktu dua tahun ke depan, pihak Instika harus melakukan beberapa langkah sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Syarat yang paling utama menurut Hj Zamratul Mukaffa’, M.Ag ialah mengembangkan program studi (prodi). Kalau sudah berubah status, sekurang-kurangnya terdapat enam prodi dan tiap prodi minimal ada dua jurusan. Target maksimal dari proses tersebut ialah dua tahun.

“Jika dalam waktu dua tahun prodi tersebut tidak terpenuhi, SK peralihan status dari sekolah tinggi ke institut terpaksa dicabut,” tegas alumnus PP Jombang itu sambil membetulkan kerudungnya.

Selain itu, tambahnya, Instika juga harus memiliki minimal enam dosen tetap yang memiliki kualifikasi tertentu. Adanya dosen ini menjadi prioritas kedua setelah pengembangan prodi.

“Keberadaan dosen ini penting diperhatikan. Meskipun tidak ada gedung, masih bisa disiasati dengan belajar di bawah pohon,” katanya tersenyum.

Tidak hanya itu, delapan standar pendidikan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 9 tahun 2005, juga wajib dipenuhi oleh pihak Instika. Standar pendidikan tersebut meliputi standar kompetensi kelulusan, standar isi, standar sarana dan prasarana, standar sistem evalusasi, standar penilaian, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, dan standar proses. Semuanya mesti tercover dalam manual mutu yang dibuat oleh pihak Instika.

Dari data yang diberikan pihak Instika, terdapat enam prodi yang sudah dipastikan bakal terlaksana tahun depan. Yakni, prodi bahasa Arab (fakultas tarbiyah), ekonomi syari’ah, perbankan syari’ah, manajemen perbankan syari’ah (fakultas syari’ah), prodi tasawuf dan psikoterapi (fakultas ushuluddin).

Saat ini masih terdapat tiga fakultas yang tiap-tiap fakultas terdiri dari satu jurusan. Yaitu, jurusan Pendidikan Agama Islam (Fakultas Tarbiyah), Tafsir Hadis (Fakultas Ushuluddin), dan Mu’amalat (Fakultas Syari’ah).

Acara peresmian ini ditutup dengan penyerahan cendera mata dari Rektor Instika kepada Hj Zamratul Mukaffa’, M.Ag sebagai perwakilan dari kopertais dan Drs KH A Warits Ilyas mewakili masyaikh PP Annuqayah.

Selasa, Desember 07, 2010

Genjot Potensi Santri dalam Bidang Kepustakaan


Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Selama dua hari, perpustakaan PP Annuqayah Latee menggelar diklat kepustakaan yang bertempat di Auditorium Lantai II MI Annuqayah. Acara yang dilaksanakan pada 2-3 Deseber tersebut diikuti oleh 27 santri dan 21 kru buletin Hijrah.

Menurut ketua perpustakaan, M Mahrus Bushthami, acara itu dilaksanakan dalam rangka menggenjot potensi para santri dalam bidang kepustakaan.

“Ini penting diselenggarakan mengingat peran perpustakaan pesantren selama ini mampu memberikan kontribusi tinggi dalam pengembangan keilmuan santri,” ujarnya saat memberikan sambutan ketika pembukaan, Kamis siang (2/12).

Dari tahun ke tahun, minat baca santri PP Annuqayah Latee cukup tinggi. Mereka berdesakan menekuni lembaran-lembaran kertas tiap kali jam buka; menelusuri lorong keilmuan tak bertepi.

Dari itulah M Mahrus Bushthami beserta pustakawan lainnya sadar betapa pentingnya membekali keilmuan para santri dalam hal kepustakaan.

“Salah satu tujuan dari pelaksanaan diklat kepustakaan ini ialah menjaring kader Pustakawan baru yang nantinya dimagangkan di perpustakaan yang kami kelola,” kata ketua panitia, M Farhan QR.

Proses dari magang itu muaranya akan diseleksi untuk ditetapkan sebagai pustakawan di awal pergantian kepengurusan nanti.

Terdapat empat materi yang disajikan dalam acara tersebut: manajemen kepustakaan, strategi membangun relasi dengan penerbit, strategi kaderisasi, dan teknik klasifikasi, inventarisasi, dan katalogisasi.

Manajemen kepustakaan difasilitatori oleh kepala perpustakaan SMA Annuqayah, Muhammad Lutfi. Sedangkan materi strategi membangun relasi dengan penerbit diisi oleh Administrator Biro Pengabdian Masyarakat (BPM) PP Annuqayah, Ahmad Sunandar. Dan penyaji materi strategi kaderisasi ialah ketua LPM INSTIKA. Adapun teknik klasifikasi, inventarisasi, dan katalogisasi difasilitatori oleh kepala perpustakaan BPM, Abdul Khaliq.

Dari awal hingga acara berakhir, peserta tampak antusias mengikuti materi yang diberikan oleh para penyaji. Alhasil, acara yang diparipurnai pada Jumat sore itu bejalan sesuai dengan rencana panitia.

Senin, Desember 06, 2010

Dialog Bahasa Arab Bersama Syaikh dari Mesir


Ach. Fannani Fudlaly R., Sekretariat PPA

Guluk-Guluk—Dalam rangka meningkatkan minat-bakat dan melahirkan santri yang ahli berbahasa Arab, Markaz al-Lughah al-Arabiyah PP. Annuqayah Ahad kemarin (05/11) menggelar dialog terbuka bersama Syaikh Shalah Muhammad Abdul Aziz Wahbah dari Mesir.

Agenda utama kegiatan ini adalah Pelantikan Pengurus Markaz al-Lughah al-Arabiyah Masa Bakti 1431/1432 yang kemudian diisi dengan dialog dengan tema “Al-Lughah al-Arabiyah Dauruha fi Takwiri Syakhshiatin Mutafaqqihina fi al-Din fi ‘Ashri al-Aulamah (Peran Bahasa Arab dalam Mewujudkan Insan Mutafaqqih fi al-Din di Era Globalisasi)”.

Acara yang diikuti oleh 1074 santri putra-putri se-Annuqayah bertempat di Aula As-Syarqawi INSTIK Annuqayah itu adalah langkah awal pengurus Markaz al-Lughah al-Arabiyah untuk mengembangkan potensi santri di bidang Bahasa Arab.

“Acara ini adalah salah satu upaya awal kami dalam memperluas wawasan kebahasaan santri Annuqayah, dari itu kami menghadirkan langsung Syaikh Abdul Aziz Wahbah dari Mesir, yang sudah 2 bulan menjadi guru bantu di PP. Al-Amien Prenduan,” ungkap Ibnu Hajar, Ketua Panitia Acara tersebut.

Di sela-sela dialognya, Syaikh Abdul Aziz Wahbah sempat mengutarakan tentang ketertarikannya dengan Indonesia. Dia juga mengatakan takjub dengan Islam di Indonesia.

“Sewaktu di kuliah di Fakultas Bahasa Al-Azhar, Mesir. Ada pelajaran tentang Tarikh Islamiyah (sejarah Islam), dan salah satu yang dibahas adalah Islam di Indonesia. Sejak itulah saya tertarik datang ke Indonesia. Dan alhamdulillah, saya diberi kesempatan oleh Allah untuk berada di Indonesia,” ungkapnya.

Dari acara ini, pengurus Markaz berharap para santri bisa mempunyai kemampuan berbahasa Arab, “Harapan saya cuma satu, yaitu bagaimana santri yang ikut bisa berpraktik sendiri, apalagi mereka sudah mengetahui langsung bagaimana orang Mesir berbahasa Arab,” papar Ketua Pengurus Markaz al-Lughah al-Arabiyah.

Sabtu, Desember 04, 2010

Tanamkan Cinta di Tahun Baru Hijriyah

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Pergantian tahun baru Hijriyah sudah di ambang mata. Selasa mendatang (7/12), kita bakal dihadapkan pada perubahan kalender umat Islam: 1432 H. Tentu perubahan ini akan terkesan biasa-biasa saja dan kurang bermakna bila umat Islam kurang menghayatinya dengan cinta.

Demikian dawuh pengasuh PP Annuqayah, KH Ahmad Basyir AS saat memberikan tausyiyah kepada para santrinya usai salat Magrib di masjid pesantren, Kamis malam (2/12).

Beliau memaparkan, cinta yang dimaksud ialah yang mengarah pada tiga hal: cinta kepada Allah (hablum minallah), cinta kepada manusia (hablum minannas), dan cinta kepada alam (hablum minal ‘alam).

“Ketiganya merupakan sublimasi (saripati) dari nilai-nilai yang terkandung dalam Aswaja. Dan cinta kepada Allah haruslah diutamakan dengan mengamalkan segala perintahNya serta menjauhi laranganNya,” ujar kiai yang sudah berumur 80 tahun itu.

Sedangkan cinta kepada manusia, tambahnya, minimal ditampakkan dengan menghormati dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Beliau sangat menyayangkan menyaksikan fenomena kekinian yang tak jarang manusia mengganggu ketenangan manusia lainnya.

“Kita bisa lihat sendiri betapa menjamurnya perilaku memiriskan yang ditunjukkan orang-orang tak bertanggung jawab di negeri ini, seperti budaya korupsi yang imbasnya menyengsarakan bangsa,” keluhnya.

Oleh karena itu, beliau sangat mengharap kepada para santrinya agar hati-hati dalam menapaki kehidupan ini. Salah satu bentuk kehati-hatian tersebut dapat ditunjukkan dengan upaya menanamkan rasa peduli terhadap sesama.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa hal itu masih belum cukup. Cinta kepada Allah dan sesama manusia harus diimbangi dengan cinta kepada alam. Beliau sempat menyinggung adanya pemanasan global yang pangkal utamanya ialah kurang pedulinya manusia terhadap alam (lingkungan).

“Ketiga cinta yang saya paparkan tadi tak ubahnya pelangi yang diharapkan mewarnai berbagai ruang kehidupan,” pungkasnya.

Jumat, Desember 03, 2010

Dari Nirmala hingga Columbia

Bernando J. Sujibto, alumnus PP Annuqayah daerah Nirmala (1998-2005), kini mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Suasana pagi di hari pertama, dari ketinggian lantai 9 kamar Cliff Apartment, salah satu apartemen terkenal untuk mahasiswa asing (international students) di lingkungan University of South Carolina, saya menabur pandang ke hamparan gedung-gedung universitas yang megah dan rapih ditumbuhi pohon-pohon oak, magnolia, crepe myrtle dan dogwood. Maklum jika hari pertama ini serasa dalam mimpi bagi saya sebagai orang kampung yang bahkan tak kenal listrik selama masa kecilnya. Saya membatin, bahwa sebentar lagi saya akan segera merasakan iklim intelektual dan akademik dari sebuah perguruan tinggi negeri yang terkenal di negara bagian selatan (southern) Amerika Serikat, South Carolina. Saya akan menghapuskan semua rasa penasaran tentang Amerika dan orang-orangnya yang terlanjur menggaung nyaring di tanah airku.

Saya sekarang sudah benar-benar menginjakkan kaki di sebuah negeri adidaya yang selalu mengusik sejak saya masih di bangku MTs (sederajat SMP), terutama ketika saya membaca karya sastra orang-orang besar seperti novel Uncle Tom's Cabin karya masterpiece Harriet Beecher Stowe, buku-buku petualangan Mark Twain, hingga cerpen-cerpen terjemahan karya Ernest Hemingway. Program beasiswa IELSP (Indonesian English Language Study Program) dari IIEF (The Indonesian International Education Foundation) untuk belajar bahasa dan budaya (culture programs) selama dua bulan—Juni sampai Juli 2010—ternyata telah mengabulkan mimpi saya ke Amerika.

Pagi menjelang musim panas, tapi sisa-sisa musim semi awal bulan Juni 2010 masih sedikit terasa yang bisa disaksikan melalui rekahan bunga-bunga dogwood yang berjejer sepanjang jalan dan bunga-bunga semak myrtle yang menghampar manis dalam pandangan mata. Kombinasi panas yang mulai menyengat dan indahnya warna bunga membuat saya betah belajar dan bergaul dengan teman-teman internasional di sini. Dari balik kaca jendela di kamar 313, saya menatap rinai cahaya matahari yang merembes ke dinding ungu dari julur daun-daun pohon oak yang tumbuh subur di belakang apartemen. Ingatan saya mengulur mundur jauh ke belakang, di saat-saat mimpi ini baru diucapkan!

***

Pada awalnya adalah mimpi dan imajinasi. Itulah yang saya alami ketika tempo dulu saya tinggal dan belajar di sebuah lembaga pendidikan Islam bernama Pondok Pesantren Annuqayah daerah Nirmala, salah satu pesantren terbesar di Sumenep, Madura. Di lembaga ini saya belajar ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, sekaligus bermimpi banyak tentang masa depan. Mimpi-mimpi itu lahir dari kamar pondokan yang kumuh dan berantakan. Kamar pondok berukuran sekitar 3x2,5 meter terasa sangat sesak. Kamar kecil dan sempit itu harus menampung 4-6 orang santri. Namun meski begitu, saya dan tentu juga teman-teman, sangat menikmati suasana seperti ini—sebagai jalan proses pematangan menuju masa depan yang lebih baik.

Saya belajar di pondok pesantren bersama seorang kakak bernama Hermanto Junaidi, yang telah menjadi sosok inspirator bagi saya. Dia hanya menemani proses belajar saya di pondok selama 2 tahun, dan selebihnya dia harus pulang ke rumah dan bolak-balik rumah sakit karena menderita sakit komplikasi. Akhirnya dia berpulang dengan tenang lebih awal di pertengahan bulan Agustus tahun 2002 setelah didera sakit lama. Sewaktu bersama di pondok, ada satu kalimat yang tidak mungkin saya lupakan dari seorang kakak ini.

“Suatu kelak nanti, namumu juga akan termuat di sini. Dan semua orang akan membaca karyamu.” Dia menunjukkan sebuah puisi di majalah Sahabat Pena, majalah korespondensi milik PT. Pos Indonesia yang beralamat di Bandung waktu itu. Sehari-hari sebagai santri baru saya mengikuti kebiasaan seorang kakak: menulis catatan harian, puisi, dan cerita pendek, di sela-sela mengaji kitab kuning.

Sebagai seorang anak yang terlahir dari keluarga miskin dengan pendapatan tidak menentu dari ladang sawah petani desa, saya harus “mengencangkan tali sarung” demi mengatur budget yang sangat pas-pasan dan bahkan kurang. Uang Rp. 30.000-40.000 dan segantang beras untuk satu bulan harus saya atur sedemikian hati-hati agar bisa mencukupi dan menyisihkan sebagian untuk menabung. Tak ada kata selain menabung walaupun sedikit untuk membeli buku pelajaran dan menambah koleksi bahan pustaka kesukaan. Saya tidak pernah membayangkan bagaimana bisa merampungkan pendidikan dalam kondisi seperti itu. Antara doa dan ikhtiar harus dipasangkan secara bersamaan dalam hidup seperti itu. Dan semangat ini pula yang telah melecutkan saya menerobos tajam demi masa depan!

Di tengah kondisi seperti itu, kesukaan saya membaca semakin tinggi dan menggila. Perpustakaan daerah hingga perpustakaan pusat di Pesantren Annuqayah menjadi tempat kedua setelah kamar pondok. Koleksi pustaka berupa cerita pendek klasik dan petualangan dari seluruh dunia, ditambah dengan bendelan majalah DeTik, Tempo, dan Forum tahun 70-80an menjadi bacaan favorit saya. Bahan pustaka yang tidak ada di perpustakaan, terutama majalah-majalah terbaru, harus saya beli sendiri dari tabungan. Majalah Sahabat Pena, Annida, dan Majalah Sastra Horison adalah kesukaan saya. Kegilaan membaca karya-karya sastra terus meningkat hingga memaksa saya melakukan segala cara demi mendapatkan buku-buku sastra dan majalah yang tidak tersedia di perpustakaan pesantren.

Demi selembar buku dan majalah, saya mulai keras memutar otak. Waktu itu baru kelas 2 MTs, saya menemui seorang penjual nasi bungkus keliling yang datang ke pondok setiap pagi. Saya menawarkan jasa kepada wanita paruh baya itu agar saya menjualkan nasi bungkusnya ke semua santri. Alhamdulilah, saya diterima menjadi pegawai penjual nasi bungkus dengan kontrak: saya mendapatkan Rp. 100 per bungkus dan mendapatkan bonos satu bungkus nasi gratis setiap hari. Lumayan, setiap hari saya bisa dapat nasi gratis dan menabung uang dari Rp. 1500 hingga 2000. Dari hasil ini, saya pun bisa menabung untuk membeli buku dan majalah kesukaan. Satu per satu buku-buku dan majalah malai menghiasi rak lemari buku. Saya sangat bangga dengan proses ini!

Dari hasil itu saya bisa membeli sebagian buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, Putu Wijaya, Seno Gumira Adjidarma, Najib Mahfouz, Anton Chekhov, O. Henry dan Ernest Hemingway. Majalah Sahabat Pena dan Horison pun menjadi menjadi bacaan wajib setiap bulannya.

Di akhir kelar 3 MTs, awal tahun 2001, ada sebuah pengalaman yang terus menusuk dalam ingatan hingga saat ini. Pagi itu hari Kamis saat Ibu datang membawa kiriman beras untuk keperluan saya semasak sehari-hari. Saya melihat Ibu datang dengan perbedaan yang sangat mencolok; sangat menggugah nurani saya sebagai anaknya. Kali ini Ibu membawa kotak kayu berukuran sekitar 50 cm persegi. Ibu memanggulnya sendiri di atas kepalanya dalam kondisi sedang hamil tua, usia sekitar 7 bulan. Deg! Jantung saya seperti terdiam derdetak melihat Ibu datang dari arah barat menuju kamar pondok. Mukanya yang mulai berkurut dalam usia 47, terlihat sangat capai dengan balutan keringat yang deras merembes di mukanya.

Saya langsung sungkem di pangkuannya dengan derai air mata yang tak bisa tertahan lagi. Saya menemukan kehangatan dan cinta terdalam seorang Ibu kepada anaknya, sebuah ketulusan yang tak ternilai demi kesuksesan seorang anak yang tengah berada dalam jenjang pendidikan. Demi itu semua, seorang Ibu mengorbankan semuanya untuk sang anak. Di balik keikhlasan dan kebesaran hati seoarang Ibu, saya semakin mengokohkan keyakinan tentang mimpi-mimpi masa depan yang saya pegang erat demi kesuksesan, kebanggaan dan kebahagiaan Ibu di hari nanti. Saya semakin dewasa dan siap menata hidup meski di tengah keterbatasan dan kesulitan demi kesulitan.

“Ini kotak kayu untuk menyimpan beras dan lauk, biar tidak terkena hujan di dapur,” titah Ibu dengan muka yang masih terlihat kecapaian. “Ini Ayahmu yang bikin semalaman,” tambah Ibu meski tanpa diminta. Ibu membenarkan letak kotak balok kayu seberat sekitar 10 kg itu, sembari mengeluarkan segantang beras dan nasi telor dari dalamnya.

Mata saya bercaka-kaca terbayang sebuah kampung kecil di rumah, juga sosok seorang Ayah tiri yang seperti Ayah saya sendiri. Ayah tiri saya benar-benar mencurahkan kasih sayang seperti Ayah asli yang sudah meninggal waktu saya berusia 8 tahun. Tapi mereka semua sekarang sudah berpulang ke haribaan Ilahi. Dua sosok Ayah yang berjiwa besar dalam hati anak-anaknya.

Saya tidak bisa bergerak banyak selain menatap mukanya dengan sangat dalam karena Ibu begitu paham ihwal kondisi dapur pondok meski belum pernah melihatnya. Ruangan dapur di pondok saya seadanya. Hanya dipagari setengah batu bata dan setengah atasnya dianggitkan anyaman bambu yang jika ada air hujan sudah pasti merembes ke lantai dapur yang beralas tanah itu. Seperti biasa, saya hanya berdiam diri sembari mendengarkan cerita-cerita tentang suasana kampung teranyar dan petuah-petuah yang keluar dari seorang Ibu. Di saat itu pula, spirit baru terus tumbuh menggelora di dada.

Proses belajar di pondok pun terus berjalan semakin keras bagi saya. Saya pegang kuat-kuat sebuah prinsip bahwa tak ada komproni demi perubahan masa depan saya sendiri. Hampir tak ada waktu tanpa buku, sembari diselengi diskusi kecil yang menjadi kesukaan saya. Di tengah proses seperti itu, aktivitas membaca, diskusi, dan menulis telah menjadi lingkaran hobby yang paling menyenangkan. Tak ayal jika saya kemudian terpanggil pula untuk menulis baik berupa puisi, cerpen, dan esai. Tahun 2001 adalah fase pertama tulisan saya diterima majalah Sastra Horison, dan selanjutnya majalah-majalah seperti Annida, Sahabat Pena, dan Kuntum menyambut baik tulisan-tulisan saya. Dalam kondisi seperti ini, saya semakin yakin bahwa hidup harus diperjuangkan demi kemenangan!

Tak terasa, seperti terbangun dari tidur panjang, waktu enam tahun sudah dilalui dengan kenangan manis dan pahit; sayup dan riang. Saya sudah berada di penghujung waktu di Pondok Pesantren Annuqayah.

“Ibu, setelah dari Nirmala, saya ingin melanjutkan kuliah.”

“Ya terserah kamu, Nak. Tapi Ibu tidak punya apa-apa lagi untuk membantu biayamu.”

“Tidak apa, Ibu. Yang penting diizinin melanjutkan kuliah. Soal biaya biar saya sendiri yang mencari.”

Ibu hanya mengangguk, Dari bola matanya memancarkan seribu keyakinan sembari mengusap ubun-ubun sang anak. Percapakan ini terjadi awal tahun 2004 di sebuah dapur sempit di rumah, saat saya sudah di kelas akhir Madrasah Aliyah. Sambil mengangkat singkong bakar yang sudah matang, sebagai santapan kesukaan kami, Ibu seperti biasa bercerita hal-hal ringan ihwal cocok tanam dan sawah. Sambal petis dan cabe di atas ulekan cobek membuat suasana begitu akrab. Dan semangat pun terus berkobar.

Saya kembali ke pondok pesantren dengan niat yang sudah sangat mantap. Keyakinan kepada masa depan pun semakin terkonsep dengan rapih. Seperti biasa, teman-teman santri yang sudah menjelang kelas akhir di Madrasah Aliyah akan saling bertanya tentang masa petualangan selanjutnya. Melanjutkan kemana setelah ini? Pertanyaan yang pasti terlempar dari satu teman ke teman lainnya. Alasan mereka pun beragam: ada yang langsung pulang, bertani lalu menikah; ada pula yang merantau jauh untuk kerja di kota; ada yang tetap mengabdi di pondok pesantren memperdalam ilmu agama; dan ada pula yang nekat melanjutkan studi ke perguruan tinggi di luar Madura. Saya termasuk yang terakhir: melanjutkan kuliah dengan tekat dan nekat!

Dalam setiap kesempatan diskusi bersama teman-teman santri, saya kerap mengatakan bahwa pertarungan hidup yang sebenarnya itu bukanlah di sini (di pesantren), tapi ada di luar sana, berhadapan dengan realitas hidup yang keras dan kasar, hidup dengan orientasi materi an sich, kompetisi tiada henti, dan bertahan di tengah kondisi seperti itu adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya. Dengan keyakinan itu pula, saya tancapkan mimpi besar dalam hidup saya, bahwa saya akan memulai petualangan yang sebenarnya, di luar sana, hingga pun ke luar negeri sana. Dan, saya yakin bisa! Saya pun melanjutkan petualangan berikutnya…

“Saya ingin merasakan pengalaman belajar di luar negeri!”

Inilah gumam terakhir sebelum akhirnya saya melangkahkan kaki dari penjara suci Annuqayah Daerah Nirmala. Saya cukup berkeyakinan bahwa bekal bahasa Inggris yang saya pelajari langsung dari seorang guru volunteer dari Australia, Margaret Rolling dan John Rolling, yang datang ke pondok pesantren akan memudahkan saya dalam proses pembelajaran demi petualangan berikutnya. Alhamdulilah, saya diberikan kesempatan menemani banyak waktu mereka berdua selama masih di Annuqayah. Bekal ini pun semakin memantapkan saya menatap masa depan, melangkah menuju petualangan antah berantah.

Yogyakarta menjadi kota dengan kekuatan misteri tersendiri yang telah menyedot arah petualangan saya berikutnya. Kota gudeg itu memang sudah merangsang pikiran sejak saya suka dunia membaca dan menulis di pondok pesantren. Bagi penggila buku, sungguh pembohong jika tidak kenal nama Yogyakarta sebagai rumah penerbit yang seabreg itu! Kota gudeg ini seperti sudah terbayang di depan mata sebagai arena perualangan yang menakjubkan, melanjutkan proses belajar, memperkaya pengalaman, dan manata masa depan hidup yang lebih bermartabat. Jika Anda suka dunia intelektual, datanglah ke Yogya. Dan sakarang saya merasakan itu.

Proses pun dimulai di Yogyakarta sejak awal tahun 2006. Proses hidup yang tak kalah kerasnya, dan bahkan lebih keras dari yang saya bayangkan. Hingga pun tidak makan berhari-hari, jadi pekerja serabutan, penerjemah amatiran, jualan buku, jualan koran, dan jadi pengamen di alun-alun adalah serangkaian realitas hidup yang keras itu. Saya melaluinya dengan tegar, hingga akhirnya bisa kuliah, dan diberikan kesempatan mendapatkan beasiswa belajar bahasa dan budaya ke Amerika. Kesempatan belajar ke negeri Paman Sam menjadi pijakan pertama menatap dunia masa depan yang sungguh beragam dan menakjubkan itu; masa depan seorang anak desa miskin yang kini berada di tengah pusaran peradaban dunia.

***
Ya, ternyata saya bisa menggapai mimpi itu; mimpi yang terasa jauh dan sangat sulit terwujud bagi orang tidak mampu seperti saya; mimpi berpetualang ke antah berantah yang sudah saya lalui hingga ke negara bagian South Carolina, Amerika. Tapi benar, nothing is impossible! Semua akan menjadi mungkin ketika kita meyakininya dan melakukannya dengan tekun, doa, ikhtiar, dan kesabaran yang mendalam. Setelah itu, yakinlah bahwa Allah yang akan menentukan arah hidup kita sesuai dengan ridhaNya.

Sebelum matahari pagi musim panas di Columbia beranjak meninggi, dengan tatapan mata yang terus menabur pandang ke pohon-pohon oak dan crepe myrtle yang tumbuh subur di belakang apartemen, saya terngiang sebuah buku penting yang menjadi tongggak estafet motivasi berjudul Zero to Hero karya Solihin Abu Izzudin. Buku ini ibarat kamus hidup yang terus membangkitkan saya sejak saya membacanya di Yogyakarta pada akhir tahun 2006. Buku ini pula yang telah meyakinkan saya bahwa seorang hero atau somebody pada awalnya adalah zero dan nobody. Ya, buku ini benar-benar menjadi buku hidup dalam diri saya.

Yogyakarta, 02 Desember 2010

Tulisan ini semula dipublikasikan di sini. Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010.

Rabu, Desember 01, 2010

Pustakawan Latee Persiapkan Diklat Kepustakaan

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Jumat malam yang lalu (26/11) pustakawan Latee mengadakan rapat persiapan diklat kepustakaan di mushalla pesantren. Hadir pada kesempatan tersebut koordinator departemen publikasi dan organisasi PPA Latee dan lima kader perpustakaan yang magang di buletin Hijrah.

Rapat dipimpin langsung oleh ketua panitia yang dipilih beberapa hari sebelumnya, Moh. Farhan QR. Dia memberikan gambaran bagaimana format kegiatan yang pesertanya dibatasi 30 orang tersebut.

Menurutnya, diklat yang disepakati pelaksanaannya selama dua hari itu (2-3/12) bakal dibuka dengan bedah buletin Hijrah edisi 26 yang terbit bulan November ini.

“Baru setelah itu kita masuk pada sesi pelatihan,” katanya.

Pemimpin redaksi buletin Hijrah, Romaiki Hafni menyetujui ide tersebut. Begitu pula dengan yang lainnya.

“Dengan begitu, kru Hijrah tidak perlu memikirkan kapan waktu pelaksanaan bedah buletin. Kegiatan ini ibarat naik kuda sambil pakai payung, kita akan untung dua kali sekaligus,” ujarnya sambil tertawa.

Pembicaraan selanjutnya difokuskan pada kalender kerja dan perincian kebutuhan. Dari upaya itu diketahui bahwa dana yang dibutuhkan dalam kegiatan ini berjumlah Rp.513.000,-.

“Semoga saja ketua pengurus bisa memaklumi kebutuhan diklat ini. Sebab, suntikan dana memang murni dari pesantren. Kita tidak bisa mengajukan proposal bantuan dana ke luar karena pengasuh sangat tidak mengizinkannya,” harap sekretaris Diklat, Yusnizar Islami.

“Kita tidak usah khawatir terkait persoalan dana. Terpenting ialah rincian kebutuhannya serta orientasi dari acara ini jelas. Itulah tugas kita saat ini,” tegas ketua perpustakaan Latee, M. Mahrus Busthami.

Kegiatan ini diagendakan akan dibuka pukul 13.00 WIB pada hari Kamis mendatang (2/12). Materinya meliputi manajemen kepustakaan, strategi kaderisasi, langkah-langkah inventarisasi dan klasifikasi, dan strategi membangun relasi dengan penerbit.

Selasa, November 16, 2010

Beri Syarat untuk Pulang

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Senin (15/11), seusai salat Subuh di musalla Latee, KH Ahmad Basyir AS memberikan kuliah tujuh menit (kultum) kepada santrinya. Kultum ini dilakukan sebagai bekal bagi santri sebelum beranjak pulang menghadapi liburan Idul Adhha.

Di Annuqayah, liburan Idul Adhha dimulai sejak Minggu siang (14/11) untuk santriwati. Sedangkan santri putra Senin pagi (15/11).

Dalam tausyiahnya, pengasuh PPA Latee tersebut menekankan agar santri ihsan kepada orangtua mereka.

“Seperti yang sering saya katakan, menjaga identitas kesantrian merupakan suatu kewajiban. Berlaku ihsan kepada ibu dan ayah juga termasuk kebaikan yang tidak boleh diremehkan,” ujarnya.

Liburan, lanjut beliau, adalah momen penting untuk menerapkan segala ilmu yang telah diperoleh selama bermukim di pesantren.

“Di pesantren selalu diajarkan yang namanya akhlak. Dari itulah santri mesti bersikap sopan santun kepada orangtuanya,” tambahnya.

Menurut beliau, contoh sopan santun yang cukup sederhana ialah etika dalam bertutur. Oleh beliau, santri yang kurang memerhatikan etika tersebut tidak layak dikatakan santri.

“Lucu sekali manakala ada santri yang dalam bertutur kata kepada orangtuanya tidak menggunakan bahasa yang halus. Berbahasa halus kepada orangtua menjadi syarat utama bagi santri untuk bisa pulang,” tegasnya.

Oleh karena itu, beliau amat menyayangkan kepada santri yang masih juga tak acuh untuk bertutur menggunakan bahasa halus kepada siapa pun, terutama terhadap orangtua mereka.

“Santri yang keberatan bertutur dengan bahasa halus kepada orangtuanya lebih baik tidak usah pulang saja meskipun liburan,” kata beliau dengan sungguh-sungguh.

Senin, November 15, 2010

Biro Penerbitan, Perpustakaan, dan Pusat Data PP Annuqayah Persiapkan Visioning

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Rapat persiapan visioning Biro Penerbitan, Perpustakaan, dan Pusat Data PP Annuqayah (BP3 PPA) digelar di kediaman K M Faizi Sabtu malam (13/11). Rapat ini dihadiri oleh KH Muhammad Shalahuddin Warits, K M Zamiel El-Muttaqien, K M Faizi, K M Naqib Hasan. Hadir pula saat itu enam pustakawan Annuqayah dan tiga jurnalis dari Pusat Data Annuqayah. Rapat dipandu langsung oleh ketua biro BP3 PPA, KH Muhammad Shalahuddin Warits.

Ujung dari rapat itu disepakati bahwa perlu diadakan workshop dalam rangka visioning BP3 PPA. Sementara, workshop disetujui akan dilaksanakan pada tanggal 25-26 bulan ini dengan membentuk tim. Fandrik HS Putra dipercaya sebagai ketua tim oleh ketua BP3 PPA.

Perkenalan mengawali acara rapat. Inilah yang menjadikan rapat berjalan santai tapi pasti. Keseriusan ada kalanya diimbangi dengan guyonan-guyonan yang menyegarkan.

Sebagai pengantar, K Mamak—panggilan akrab KH Muhammad Shalahuddin Warits—menginginkan agar potensi kegiatan PP Annuqayah bisa terakomodasi dengan baik. Peran BP3 PPA sangat menentukan hal itu.

“Hal semacam itu telah diperbincangkan dalam Jumat Informal Meeting (JIM), Jumat kemarin (12/11). Ketua pengurus PP Annuqayah, K Hanif Hasan, juga hadir saat itu,” kata K Naqib Hasan.

JIM adalah semacam forum yang mempertemukan kiai-kiai muda Annuqayah tiap kali usai salat Jumat. Kadang bertempat di masjid jamik Annuqayah, ada kalanya pula ditempatkan di kediaman kiai-kiai muda Annuqayah, semisal kediamannya K M Faizi.

Menurut K Naqib Hasan, kerja BP3 PPA selama ini masih belum jelas tujuannya.

“Seperti menerbitkan media cetak, kemudian mati,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut K Naqib Hasan, setidaknya terdapat tiga poin penting yang perlu dimusyawarahkan dalam rapat persiapan visioning BP3 PPA.

Pertama, inventarisasi kegiatan. Kedua, membenahi manajemen pengelolaan data dan perpustakaan. Ketiga, peserta rapat juga memikirkan dan menyusun draf kegiatan agar visioning nanti lebih jelas arahnya.

Sebelum banyak berkomentar, K Miming—panggian akrab K M Zamiel El-Muttaqien—mempertanyakan jumlah perpustakaan yang ada di lingkungan Annuqayah kepada pusat data dan pustakawan Annuqayah. Semuanya tidak dapat menjawab.

“Hal-hal ringan seperti itu harusnya juga diketahui oleh teman-teman,” tegas K Miming.

Beliau melanjutkan bahwa segala informasi yang berkenaan dengan perpustakaan di lingkungan Annuqayah harusnya berpusat di perpustakaan pusat Annuqayah.

“Perpustakaan Annuqayah harus menjadi civitas akademika di lingkungan pesantren untuk mengakses semua buku yang ada di Annuqayah. Teman-teman pustakawan dituntut bisa memainkan posisi sentrum,” paparnya.

Sebagai tahap awal, tambah K Miming, BP3 PPA mesti mempunyai gambaran struktur yang pasti.

“Saya membayangkan ada tiga lembaga di biro ini. Tapi yang menjadi persoalan ialah bagaimana kemudian dengan tugas biro,” tanya K Miming.

K Mamak tidak melewatkan begitu saja pertanyaan direktur BPM Annuqayah di atas.

“Setidaknya, biro ini membuat kita berada di Google. Hanya saja kita mungkin sudah kurang menguasai ilmunya,” kata K Mamak.

Persoalan itu, kata K Miming, sangat mudah diatasi melalui kerja sama dengan ITS. Yang terpenting ialah BP3 PPA memiliki satu inti yang harus dipegang oleh biro. Memenej informasi dengan baik juga menjadi keharusan yang tak terelakkan.

Sebagai tahap awal, lanjutnya, penting kiranya diadakan workshop supaya visi-misi BP3 PPA menjadi terarah dan ada kejelasan.

“Teman-teman BPM bisa bantu. Peralatan di BPM lengkap. Nanti teman-teman bisa pinjam. Selain itu, teman-teman juga bisa minta bantuan kepada ‘senior’ BPM, Sunandar, untuk menjadi fasilitator jalannya workshop,” ujar K Miming.

Senin, November 08, 2010

SMA 3 Annuqayah Mengkader Jurnalis


Ummul Karimah, PPA. Karang Jati Putri

GULUK-GULUK—Pada hari Jum’at (05/11) kemarin, SMA 3 Annuqayah menggelar acara pelatihan jurnalistik. Acara yang dilaksanakan dengan sederhana ini bermula dari semangat kepala SMA 3 Annuqayah, M. Mushthafa, yang menginginkan agar blog Madaris 3 Annuqayah tetap aktif dan semarak. Akhirnya keinginan tersebut mendapat respons semangat dari beberapa siswa yang mendaftar untuk mengikuti acara tersebut.

Acara yang dimulai pada pukul 09.05 WIB itu bertempat di perpustakaan Madaris 3 Annuqayah dengan difasilitasi langsung oleh M. Mushthafa. Para peserta yang berjumlah 10 orang tampak antusias dalam memperkenalkan diri dan bercerita pengalaman menulis mereka.

“Acara semacam ini sudah lama tidak ada. Saya jadi ingat Februari 2008 lalu. Dulu sampai serius bikin panduan jurnalistik. Ini bukunya saya bawa,” kenang M. Mushthafa sambil menunjukkan buku bersampul biru kepada seluruh peserta.

Acara tersebut berjalan santai tapi serius, sampai-sampai hujan yang turun amat deras di pertengahan acara tak menjadi masalah dan bahkan tak dihiraukan oleh peserta.

Siti Nur Aini, siswa kelas XII IPS, mengatakan bahwa acara ini mengasyikkan, tidak terlalu tegang dan keterangan mudah dicerna serta dipahami. “Penyampaian Ra Mushthafa selalu disertai contoh sehingga saya langsung ngerti,” tambahnya.

Dalam penyampaiannya di bagian awal, M. Mushthafa memancing siswa dengan beberapa pertanyaan mendasar. Seperti, mengapa berita perlu ditulis, mengapa siswa perlu menulis berita padahal sudah ada wartawan, dan apa fungsi citizen journalism (jurnalisme warga) yang kini marak diperbincangkan.

Peserta antusias untuk menjawab sehingga sedikit demi sedikit pertanyaan-pertanyaan itu dapat terjawab dengan sendirinya. Barulah setelah itu, M. Mushthafa memberi pendalaman materi tentang penulisan berita.

M. Mushthafa juga menyampaikan beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis. Salah-satunya adalah harus punya rasa ingin tahu, peka, dan punya naluri berita. “Seorang jurnalis tidak perlu menunggu ada acara atau kejadian, tapi mengkaji hal-hal sederhana dan dapat mengambil sisi menariknya,” paparnya.

Pada pukul 11.00 WIB peserta dibubarkan untuk istirahat dan berlatih menulis berita apa saja. Mereka sepakat untuk berkumpul pada pukul 13.00 WIB. Pada sesi terakhir, semua peserta membacakan karya masing-masing yang langsung dikomentari oleh M. Mushthafa.

“Jadi kalau 1 bulan masing-masing yang hadir di sini menulis satu berita saja, berapa karya dalam setahun? Pasti blog Madaris 3 Annuqayah akan ramai. Anak-anak, saya tunggu karyanya,” pungkasnya sambil memasukkan kamera ke dalam tasnya.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Minggu, November 07, 2010

Perpustakaan Latee Kian Mengenaskan


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Hujan yang mengguyur bumi Annuqayah Jumat siang kemarin (5/11) membawa petaka bagi perpustakaan PPA Latee. Sebanyak 23 kliping koran, 16 majalah, dan 9 buku basah. Genting perpustakaan yang bocor menjadi penyebab dari kejadian itu.

“Telah lama genting perpustakaan ini bocor dan tidak diganti,” ujar Sekretaris perpustakaan Latee, M Syaiful Bahri.

Syaiful menegaskan bahwa tidak digantinya genting yang bocor tersebut bukan dikarenakan para pustakawan lalai. Melainkan, kondisilah yang tidak memungkinkan.

”Kayu-kayu yang menjadi penyangga genting sudah lapuk. Kalau kami naiki untuk mengganti genting, tamatlah riwayat kami, haha...” tambahnya terbahak-bahak.

Dari tahun ke tahun, tiap kali musim penghujan, perpustakaan tersebut selalu saja dimasuki air hujan. Tidak hanya lewat genting. Beberapa bulan yang lalu perpustakaan Latee kebanjiran. Air masuk ke dalam perpustakaan lewat gedung belakang.

”Mungkin karena sudah tua, sehingga pondasi bangunan perpustakaan ini ditembus air. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama karena para pustakawan mengatasinya dengan membuat parit di belakang perpustakaan,” ungkap ketua perpustakaan, M Mahrus Busthami.

”Kami hanya kasihan kepada para santri yang semangat bacanya menggebu. Sering karena persoalan genting bocor mereka jadi sungkan ke perpustakaan. Ya, siapa yang senang baca di tempat yang basah,” kata santri kelas 3 MA Tahfidh itu.

Selain masalah genting bocor, M Mahrus Busthami juga menyinggung persoalan perhatian pengurus pesantren yang sangat minim.

”Salah satu buktinya, sudah dua tahun lebih anggaran pembelian buku tidak cair. Padahal buku-buku di sini tidak sedikit yang sudah lapuk dan tidak menyenangkan untuk dibaca,” sesalnya.


Secara terpisah, Ustadz M Athwi Busthami, ketua pengurus PPA Latee, menanggapi kondisi perpustakaan Latee dengan wajah agak muram.

”Sebenarnya bukan kami tidak memikirkan bagaimana kondisi yang menimpa perpustakaan Latee. Gedung yang selama ini ditempati oleh perpustakaan kami akui kurang layak pakai. Tapi keadaan menuntut hal itu. Latee masih belum mempunyai gedung yang mencukupi,” katanya.

Selain itu, Ustadz Athwi menyatakan bahwa tidak cairnya uang yang dianggarkan guna pembelian buku perpustakaan disebabkan adanya kendala pembangunan.

”Uang pesantren terkuras untuk biaya pembangunan. Tahun ini saja Latee melaksanakan pembangunan Gedung Diniyah Lantai II. Jujur, kami belum siap memenuhi permohonan uang pencairan buku dari adik-adik pustakawan,” pungkasnya.

Sharing Kepenulisan Bersama Ahmad Sahidah


Siti Nur Aini, PPA Karang Jati Putri

GULUK-GULUK—Pada hari Ahad tanggal 17 Oktober 2010, SMA 3 Annuqayah mengadakan acara sharing seputar kepenulisan bersama Ahmad Sahidah, seorang dosen di Malaysia. Temanya "Kreativitas Berpikir dan Menulis". Kira-kira ada 30 orang siswa yang mengikuti acara tersebut. Di antaranya terdiri dari utusan tiap kelas di SMA 3 Annuqayah dan ada juga utusan dari sekolah lain di Annuqayah.

Acara yang bertempat di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah itu dimulai pada pukul 12.45 WIB, sepulang sekolah.

Meskipun cuaca pada saat itu panas sekali, ditambah lagi sejak dari pagi otak para siswa dipenuhi dengan materi di kelas, tapi acara tetap berlangsung dengan lancar. Sahidah mampu membuat suasana pada saat itu tidak monoton. Ia memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mudah, sehingga para siswa saling berebutan untuk menjawab pertanyaannya itu.

Sahidah adalah alumni Annuqayah. Di Annuqayah, ia menempuh studi di MTs 1 dan MA 1 Annuqayah. Sewaktu Aliyah, ia pernah menjabat sebagai ketua OSIS. Selama di Annuqayah, ia mondok di Latee.

Karena itulah ia sangat antusias sekali untuk memberikan ilmunya dan berbagi pengalaman dengan siswa Annuqayah. Seperti halnya pada kesempatan itu ia memberikan motivasi kepada siswa sepintas tentang dunia kepenulisan agar dalam diri siswa tertanam keinginan untuk menulis.

Menurut Sahidah menulis adalah hal yang mudah asal ada keinginan. Berkat menulislah ia bisa melanjutkan studi dan kini bekerja sebagai dosen di Malaysia.

“Menulis bisa dimulai dengan mengamati hal-hal kecil di sekitar kita. Dengan begitu maka akan timbul pertanyaan dalam benak kita,” tutur alumnus IAIN Sunan Kalijaga dan Universitas Sains Malaysia itu.

Acara berlangsung selama hampir dua jam. Di akhir acara, Sahidah menekankan kepada siswa untuk tidak malu bertanya, karena malu bertanya sesat di jalan.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Sabtu, November 06, 2010

MI 3 Annuqayah Praktik Materi Sains Perubahan Suatu Benda


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Pada hari Sabtu, 23 Oktober lalu, tiga hari sebelum dilaksanakannya praktik korespondensi, siswi MI 3 Annuqayah melakukan praktik materi sains. Materi praktik pada hari itu tentang perubahan suatu benda.

Praktik dilakukan dengan tujuan agar siswi tahu dan melihat langsung bagaimana proses perubahan suatu benda terjadi. “Perubahan suatu benda disebabkan oleh beberapa faktor: suhu, air, mikroorganisme, dan waktu,” kata Mega, mengawali materi.

Sore itu siswi MI 3 Annuqayah melakukan praktik perubahan benda yang disebabkan oleh suhu. Pertama, mereka menyediakan dua buah kompor. Setelah kompor menyala, anak-anak meletakkan panci di atasnya yang sebelumnya sudah diisi air.

“Nah, coba kalian perhatikan sekarang, air yang dipanaskan hingga mendidih dapat mengubah wujudnya menjadi uap. Ini yang disebut dengan perubahan suatu benda,” katanya, menjelaskan.

Kegiatan hari itu diikuti oleh dua belas siswi, dan dilangsungkan di Star, Sabajarin. Sedangkan materi dimulai pukul 15.30 WIB dan berakhir pada pukul 16.45 WIB.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Selasa, November 02, 2010

Lajnah Falakiyah PP Annuqayah Gelar Pelatihan Ilmu Falak

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Bertempat di Lantai II Kantor Sekretariat Bersama PP Annuqayah, Lajnah Falakiyah PP Annuqayah (selanjutnya ditulis Lajnah) menggelar pelatihan ilmu falak. Pelatihan ini dilangsungkan selama dua hari, dari hari Kamis sampai Jum’at sore (28-29/10).

Acara yang dibuka sekitar pukul 14.00 WIB ini diikuti oleh 20 santri Annuqayah. Mereka terdiri dari beragam tingkatan; MTs. 2 orang, tingkat Aliyah 10 orang, dan mahasiswa STIK Annuqayah 8 orang.

Menurut salah satu pengurus Lajnah, Ahmad Faidhal (24), pelatihan ini merupakan yang pertama diadakan oleh PP Annuqayah. Hal itu berkait erat dengan baru dibentuknya Lajnah tahun kemarin (2009).

“Pelatihan ini mengacu pada program kerja yang telah dirumuskan oleh pengurus Lajnah masa bakti 2010/2011. Oleh karenanya, pelatihan ini ditangani langsung oleh 12 pengurus Lajnah,” katanya saat dijumpai di kantor PPA Latee Minggu pagi (31/10).

Santri PPA Latee yang mondok tanggal 14 Juli 2002 itu melanjutkan bahwa pelatihan ini benar-benar diseriusi oleh pengurus Lajnah. Persiapannya saja memakan waktu setengah bulan.

“Karena pelatihan ini pertama kalinya, maka kami upayakan berlangsung secara maksimal dan sesuai harapan bersama,” ujar santri yang juga dipercaya sebagai Koordinator Departemen Olahraga, Kesenian, dan Keterampilan PPA Latee itu.

Tutor dalam kegiatan yang pesertanya tidak dipungut biaya ini ialah empat orang yang semuanya tercatat sebagai pengurus Lajnah, yaitu Ahmad Faidhal, Ahmad Usmuni, Firdausyi, dan Hefni. Keempatnya menguasai banyak hal tentang ilmu falak.

Keempat tutor tersebut menjelaskan materi yang berbeda. Ahmad Faidhal menjelaskan “Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Falak dan Awal Masuk Waktu Salat Isya’”, Ahmad Usmuni tentang “Awal Masuk Waktu Salat Dzuhur”, Firdausyi memaparkan “Awal Masuk Waktu Salat Ashar”, sedangkan Hefni berkenaan dengan “Awal Masuk Waktu Salat Subuh”.

Dari awal hingga akhir pelatihan, semua peserta tidak ada yang absen.

“Saya optimis para peserta mampu mengembangkan sendiri ilmu dan keterampilan yang mereka peroleh selama ikut pelatihan. Dari semangat mereka dalam mengikuti pelatihan, diharapkan nantinya mereka bisa diajak kerja sama mengabdi di Lajnah,” tambah Faidhal.

Faidhal sangat berharap agar kegiatan semacam pelatihan ilmu falak ini bisa berkesinambungan tiap tahunnya.

“Misalnya, tahun depan akan ditambah dengan materi bagaimana mengetahui dan memahami dua gerhana. Dan, masih banyak materi ilmu falak lainnya yang penting diketahui dan dipahami oleh kita selaku umat Islam,” tandasnya.

Senin, November 01, 2010

Setengah Jam K Basyir Bicara Bencana

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Tidak seperti biasanya, usai shalat jama’ah Maghrib Kamis malam yang lalu (28/10), KH Ahmad Basyir AS menyampaikan taushiyah cukup lama. Dari sekitar pukul 18.04 sampai 18.36 WIB, beliau berbicara tentang bencana yang selama ini melanda Indonesia. Lumrahnya, beliau hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit.

“Musibah datang silih berganti. Dalam rentetan tahun selalu saja Indonesia ditimpa bencana. Padahal, Indonesia merupakan negara yang di atasnya berdiam beribu-ribu masyarakat muslim. Dengan kata lain, penduduk Indonesia didominasi oleh orang-orang Islam. Tapi, mengapa musibah datang tiada henti?,” tanya beliau.

Perkataan serta pertanyaan K Basyir di atas menyedot perhatian santri yang berjama’ah shalat Maghrib di musalla Latee. Pandangan santri fokus ke depan, menyaksikan dan mendengarkan dengan khidmat dawuh pengasuh PPA Latee itu. Semangat beliau itu direspons secara baik oleh santri.

Musibah yang menimpa Indonesia mengingatkan beliau kepada musibah-musibah yang menimpa umat terdahulu. Secara jelas, beliau utarakan bencana apa saja yang menimpa umat para Nabi. Termasuk pula musibah yang menimpa para Nabi itu sendiri.
Dikatakan olehnya, musibah-musibah yang menimpa manusia mengarah pada dua hal; bisa saja musibah itu sebagai ujian bagi kaum beriman, bisa saja pula ia bagian dari azab dunia yang ditimpakan Allah kepada manusia yang ingkar kepada-Nya.

Beliau berpandangan, bisa saja bencana yang sering menimpa manusia di era kekinian lebih dekat kepada azab ketimbang ujian. Alasan yang beliau utarakan ialah karena kebanyakan manusia sudah abai terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.

“Pencemaran udara, penebangan pohon tanpa mempertimbangkan manfaat-mudaratnya, degradasi moral yang tercermin dari maraknya perilaku korupsi, dan perilaku buruk lainnya tidak menutup kemungkinan merupakan sumber dari segala bencana ini,” pungkasnya.

Jumat, Oktober 29, 2010

Cukup Ranu Saja

Edy Junaidi, alumnus PPA Lubangsa (2000-2006), kini bekerja sebagai webmaster PT Starsindo Millenia Utama Malang

"Saya sangat menyayangkan menyaksikan tingkah laku beberapa santri yang sudah tidak mencerminkan kesantriannya.” –KH Ahmad Basyir AS

Membaca pernyataan pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Latee di atas yang saya baca di weblog Annuqayah membuat saya ingin berbagi sedikit cerita dengan teman-teman santri tentang apa yang saya alami pada sekitar awal pertengahan tahun 2009 lalu. Waktu itu saya dan istri saya berada di perantauan: Malang, Jawa Timur. Di kota inilah saya dan istri saya mengadu nasib sambil belajar hidup mandiri (semandiri-mandirinya).

Sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur, Malang juga biasa disebut dengan Kota Wisata dan Kota Pendidikan, sehingga tak ayal setiap hari kota Malang selalu dijejali para wisatawan, baik lokal maupun asing. Selain itu Malang juga dijejali oleh para pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai wilayah dan daerah di Indonesia, termasuk dari Madura.

Singkat cerita, pada suatu saat saya kedatangan teman yang mau bermalam di tempat saya. Teman saya ini alumni di salah satu pesantren di Sumenep (nama pesantren sengaja saya rahasiakan). Sebut saja namanya Ranu (samaran). Keperluan Ranu ini adalah dalam rangka mengikuti tes SPMB di salah satu Perguruan Tinggi di kota dingin ini.

Satu jam berlalu hingga 24 jam Ranu bermalam di rumah kontrakan saya, tingkah lakunya benar-benar menguji kesabaran saya, baik tingkah laku dalam maupun di luar rumah terhadap tetangga kanan, kiri dan depan rumah saya. Bahkan saya pernah ditegur oleh tetangga dan Pak RT untuk mengingatkan Ranu ini agar bertatakrama dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Ikhwal kejadiannya seperti ini. Pertama; Kala itu Ranu pinjam motor saya untuk keluar ingin bertemu dengan temannya. Berhubung rumah saya agak masuk melewati jalan sempit dan banyak anak-anak sering bermain di jalan itu, maka untuk mengendarai motor harus dengan sangat pelan dan hati-hati. Nah si Ranu ini malah bertindak sebaliknya: ngebut seenaknya dan bahkan tidak menghiraukan (bertegur sapa) dengan beberapa orang ketika berpapasan dengannya.

Tahu kalau motor itu punya saya, beberapa tetangga pun bilang sama saya, "Mas, itu teman Sampean ya? Bilangin entar ya Mas, di sini itu kampung gak usah pake ngebut-ngebut segala, kalo mau kebut-kebutan mending ke Buring (arena balapan motor cross di Malang) aja sana..!!" Benar-benar tamparan dahsyat bagi keluarga saya untuk pertama kalinya sejak berada di perantauan.

Kejadian kedua; setiap kali si Ranu makan nasi bungkus, karena mungkin sudah kebiasaannya, Ranu biasa membuang bungkus nasi itu tidak pada tempatnya. Ranu biasa membuangnya lewat jendela kamar atau di teras depan rumah saya, padahal tempat sampah sudah saya sediakan. Saya seolah merasa menjadi babu di rumah sendiri. Mau mengingatkan gak enak, tidak diingatkan ya tetap gak enak. Benar-benar dilematis.

Awalnya saya bersabar dulu dengan memunguti sampah-sampahnya untuk dibuang tempat sampah. Namun lama kelamaan kesabaran saya habis. Saya pun membiarkan sampah-sampahnya tetap berserakan di depan rumah saya. Keesokan harinya tak ayal saya kena semprot sama petugas sampah dan Pak RT. Ini juga untuk pertama kalinya selama di perantauan saya "disemprot" Pak RT.

Bagi saya, peristiwa ini benar-benar tragis. Mungkin saya akan mafhum jika hal ini dilakukan oleh seseorang yang bukan lulusan pesantren yang tidak begitu paham tatakrama. Namun saya menjadi miris sendiri ketika hal itu dilakukan oleh alumnus pesantren yang mestinya menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah baik di pesantren maupun di tengah-tengah masyarakat. Kejadian di atas hanyalah secuil saja yang saya ceritakan. Masih ada lagi peristiwa-peristiwa memalukan lainnya yang tidak bisa saya kemukakan disini.

Dengan menuliskan ini, terus terang sama sekali saya tidak ada maksud bertendensi negatif terhadap siapa pun. Saya hanya berharap peristiwa ini menjadi bahan renungan dan cerminan bagi kita bersama untuk tidak terjadi lagi di masa-masa selanjutnya. Cukuplah peristiwa ini terjadi pada Ranu dan keluarga saya saja. Untuk Ranu, Jika kebetulan membaca tulisan ini, mudah-mudahan Anda menyadari dan mengetahui tentang begitu berkecamuknya perasaan saya waktu itu. Mudah-mudahan Anda diberikan kesadaran untuk belajar lagi tentang cara hidup dan beretika di masyarakat.

Ketua Baru Lahirkan Spirit Baru

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Tatapan matanya teduh. Senyum yang tersungging di bibirnya membiaskan ketenangan. Kopiah putih menghiasi kepalanya. Baju batiknya terlihat serasi dengan sarung gelapnya.

Amanah menjadi ketua Markaz Bahasa Arab Annuqayah menuntut pemuda yang bernama Abdul Muqid itu membawa perubahan ke arah yang mencerahkan. Terpilihnya secara aklamasi Senin malam (25/10) yang lalu melahirkan spirit baru dalam hidupnya.

“Jabatan ini adalah cambuk bagi saya untuk selalu semangat dalam mengembangkan Markaz selama satu tahun ke depan,” ujarnya saat dijumpai di PPA Lubangsa Blok A/16 Selasa pagi (26/10).

Muqid, begitu dia biasa dipanggil, merasa senang dipercaya menahkodai Markaz mengarungi samudera keilmuan, terutama berkenaan dengan pengembangan keterampilan dalam berbahasa Arab.

“Jujur, saya sangat senang mengemban kepercayaan ini. Karena dengan begitu saya bisa belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik,” katanya.

Kesenangan itu berbanding lurus dengan kecintaannya terhadap bahasa Arab. Dia menyukai bahasa Arab jauh hari sebelum dia menginjakkan kakinya di bumi Annuqayah, enam tahun yang lalu (2004).

Kemampuan Muqid dalam berbahasa Arab telah teruji tatkala dia masih di bangku MTs. Darul Falah, Bunga Waru, Kadur, Pamekasan. Tiap haflatul imtihan selalu saja dia menjadi juara dalam ajang lomba bahasa Arab semisal pidato bahasa Arab, cerdas-cermat bahasa Arab, dan sebagainya.

Bagaimana rencana dia ke depan dalam memajukan Markaz melebihi kepengurusan periode sebelumnya?

“Sebagai tahap awal, kami akan membenahi administrasi Markaz yang selama ini kurang diperhatikan. Selain itu, kami juga akan merealisasikan segala kegiatan yang pada kepengurusan periode sebelumnya belum terlaksana. Selebihnya, akan kami musyawarahkan dalam perumusan program kerja,” paparnya detail.

Setidaknya, ada dua kegiatan yang dia sayangkan tidak terlaksana pada periode 2009/2010. Pertama, penampilan-penampilan bahasa Arab setiap bulan antardaerah di Annuqayah. Kedua, penerbitan majalah bahasa Arab Annuqayah.

Oleh Muqid, kedua kegiatan tersebut akan diusahakan terlaksana pada periode kepemimpinannya. Selain itu, dia juga akan berupaya agar kantor Markaz Bahasa Arab dan Markaz Bahasa Inggris dipisah tempatnya.

Dia melanjutkan, bahwa disatukannya kantor dua bahasa tersebut sangat tidak efektif. Terutama saat menyelenggarakan kegiatan yang lumayan besar, semisal haflah Sya’baniyah pada 2-5 Oktober yang lalu.

Dia sangat berharap agar ketua PP Annuqayah, Drs KH A Hanif Hasan, bisa mewujudkan rencananya itu.

“Markaz Bahasa Arab Annuqayah selama ini juga ikut andil dalam kemajuan pesantren Annuqayah. Maka wajarlah bila kami mengharap kepedulian dari atasan,” ujarnya sambil tersenyum.

Kamis, Oktober 28, 2010

Tingkatkan Spiritualitas Santri Melalui Halaqah

Siti Khairiyah, PPA Lubangsa Putri

Guluk-Guluk—Senin malam kemarin (25/10), tepatnya pukul 20.24 WIB, pembimbing halaqah yang terdiri dari pengurus PPA Lubangsa Putri menyebar ke seluruh kamar yang ada di Lubangsa Putri guna silaturrahiem pertama antara pembimbing halaqah dengan anak yang dibimbing untuk kepengurusan periode 2010-2011.

“Halaqah ini betujuan untuk meningkatkan spiritualitas santri dan juga upaya perbaikan akhlak santri,” ungkap Saidatul Mardliyah, koordinator Bimbingan dan Pengembangan Keislamam (BPK) ketika memberikan breafing kepada pembimbing halaqah sebelum diberangkatkan dari kantor pesantren menuju kamar yang menjadi tanggungan masing-masing.

Rasyifatul Ma’rifah selaku sekertaris juga mengingatkan bahwa sesuai dengan yang telah disampaikan ketua pengurus PPA Lubri, Ummu Salamah, pada rapat pleno I tanggal 1 Oktober lalu, target utama kepengurusan tahun ini adalah pemaksimalan halaqah.

Pada silaturrahmi pertama tersebut ada tiga poin yang disampaikan oleh pembimbing halaqah. Tiga poin tersebut merupakan program jangka pendek 2 bulan yang meliputi November-Desember. Poin pertama adalah 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun), poin kedua adalah muru’ah (menjaga sikap), poin ketiga adalah tatacara menyikapi najis.

Untuk efisiensi halaqah ini, BPK, selaku pemilik program halaqah menyediakan buku absen pembimbing halaqah di setiap kamar. Absensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kontrol yang dilakukan oleh pembimbing. Khusus pembimbing halaqah, evaluasi dilaksanakan tiap 2 bulan oleh pengurus BPK.

Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah Belajar Korespondensi


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Selasa sore (26/10) kemarin, beberapa siswi yang tergabung dalam komunitas sanggar pelangi Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah berkumpul di Star, laboratorium belajar yang biasa digunakan untuk melangsungkan kegiatan ekstrakurikuler oleh siswi-siswi MI 3 Annuqayah.

Sore itu mereka belajar dan praktik materi surat-menyurat (korespondensi). Korespondensi adalah aktivitas mengirim surat kepada kerabat dan sanak saudara. Biasanya, korespondensi ditulis tangan dan dikirm melalui layanan pos. Seiring dengan laju perkembangan dunia teknologi dan kebutuhan informasi yang serba cepat, tradisi korespondensi mulai tergerus dan digantikan dengan layanan pesan singkat (short message service).

Kegiatan pada sore itu merupakan upaya kecil Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah untuk merawat dan menumbuhkembangkan kembali tradisi tulis-menulis. ”Dengan korespondensi, anak-anak jadi tahu bahwa dulu, sebelum berkembang teknologi telepon selular, kakak-kakak mereka menggunakan media korespondensi untuk mengirim kabar kepada kerabat dan sanak saudara,” kata Mega ESY, tutor Sanggar Pelangi sore itu.

Kegiatan yang dimulai pukul 15.30 WIB itu diikuti sembilan belas siswi dari berbagai kelas. Biasanya, mereka datang awal setelah adzan Ashar berkumandang. Seringkali terlebih dahulu mereka berkumpul sambil berbagi cerita sebelum kegiatan dilangsungkan. Di akhir pertemuan, surat-surat dibaca satu persatu oleh tutor kegiatan. Setiap surat tuntas dibaca, anak-anak menghujaninya dengan tepuk tangan. Mereka lalu pulang ke rumah masing-masing pukul 17.00 WIB.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Rabu, Oktober 27, 2010

Analisis SWOT, Bekal Pembuatan Proker

Siti Khairiyah, PPA Lubangsa Putri

Guluk-Guluk—Ahad kemarin (24/10), pengurus Pengembangan dan Pembinaan Organisasi (P2O) PPA Lubangsa Putri mengadakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) bagi pengurus harian Organisasi Daerah (Orda) yang berada di bawah naungan P2O.

Lima organisasi tersebut meliputi Ikatan Keluarga Santri Timur Daya (IKSTIDA), Ikatan Keluarga Santri Pantai Utara (IKSAPUTRA), Persatuan Santri Lenteng (PERSAL), Ikatan Keluarga Santri Guluk-Guluk (IKSAGG), dan Ikatan Keluarga Santri Pamekasan Sampang (IKSAPANSA).

Khairunnisa’, kordinator P2O, memaparkan bahwa kegiatan analisis SWOT ini merupakan bekal yang diberikan oleh P2O kepada pengurus Orda sebelum membuat program kerja (proker) agar proker Orda tidak hanya melanjutkan proker warisan dari periode sebelumnya.

Analisis SWOT yang dilaksanakan di ruang kelas X IPS 2 MA 1 Annuqayah Putri tersebut sebenarnya merupakan lanjutan dari analisis SWOT yang dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober lalu. Pada pertemuan pertama, kesepakatan antara peserta dengan Dauri, fasilitator acara ini, kegiatan analisis SWOT akan dilanjutkan pada hari Ahad tanggal 24 Oktober dimulai pukul 14.15 WIB sampai 16.30 WIB,

Pada pertemuan pertama (18/10), peserta yang berjumlah 24 orang tampak kurang antusias dalam mengikuti materi yang disampaikan. ”Semangat peserta ini belum tersulut karena materi yang disampaikan masih pengenalan untuk masuk pembahasan analisis SWOT. Jadi, rata-rata peserta ini masih dalam tahap kebingungan. Entah jika nanti sudah masuk pada materinya dan peserta sudah paham kegunaannya,” ungkap Raudlatul Jannah, ketua IKSAGG sekaligus peserta pada kegiatan itu.

Pada pertemuan kedua Ahad kemarin (24/10), seluruh peserta terlibat aktif dalam forum. Di akhir acara, Hikmatun, ketua IKSAPANSA mengatakan, ”Sepertinya proker yang menjadi warisan para senior harus dirombak total.”

Abdul Muqid Terpilih Secara Aklamasi

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Rencana kongres pemilihan ketua Markaz Bahasa Arab Annuqayah masa bakti 2010/2011 akhirnya terwujud juga.

Senin malam (25/10), bertempat di ruang rapat kantor sekretariat bersama PP Annuqayah, kongres tersebut digelar. Acara itu dihadiri oleh 12 pengurus Markaz dari 20 pengurus yang ada. Drs KH A Hanif Hasan, Drs KH Abd Wadud Munir, dan Sudarmin Hamzah, S.H.I., juga hadir.

Sebelum pemilihan dimulai, Ahmad Khotib (ketua Markaz 2009/2010) memberikan laporan pertanggungjawaban tertulis kepada peserta kongres. Tidak satu pun peserta kongres yang berkeberatan atas laporan itu. Muaranya, pelaksanaan pemilihan ketua berjalan secara singkat.

Tidak terduga sebelumnya, kedua kandidat (Muhammad Khalis dan Ibnu Hajar) yang sama-sama dari PPA Latee mengundurkan diri. Mengemban amanah sebagai pengurus Madrasah Diniyah Latee dijadikan alasan kuat oleh Muhammad Khalis.

“Menangani Madrasah Diniyah Latee bukanlah perkara mudah. Amanah ini butuh waktu khusus dan tenaga ekstra. Saya yakin, teman-teman memaklumi kondisi saya saat ini,” katanya.

Begitu pula dengan Ibnu Hajar. Tahun ini ia dipercaya sebagai sekretaris departemen ketertiban dan keamanan PPA Latee. Selain itu, ia juga berproses di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STIK Annuqayah.

“Sebenarnya, saya sangat berkeinginan belajar bagaimana menjadi ketua, tapi tidak untuk tahun ini,” ujarnya bersungguh-sungguh.

Dalam kesempatan berharga itu, hanya tinggal satu kandidat yang akan dipilih. Tanpa banyak komentar, forum secara serentak mendaulat Abdul Muqid sebagai ketua Markaz Bahasa Arab PP Annuqayah masa bakti 2010/2011.

Sebelum acara diakhiri, Drs KH A Hanif Hasan dan Drs KH Abd Wadud Munir menyampaikan beberapa pesan kepada ketua terpilih.

“Saya lihat Abdul Muqid tampak enerjik. Saya mengharap Saudara Muqid berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan Markaz ke depan. Sebab, bagaimanapun, ketua sangat menentukan hal itu,” tutur Drs KH A Hanif Hasan.

“Semangat mengabdi adalah kuncinya. Menjadi ketua jangan sampai lembek. Optimislah!,” ujar Drs KH Abd Wadud Munir diiringi dengan senyuman.

Di tempat terpisah, Ali Hisyam, salah satu pengurus Markaz menyatakan kegembiraannya atas terpilihnya Abdul Muqid sebagai ketua.

“Saya sudah kenal lama dengan Muqid. Dia cerdas dan bisa dipercaya. Sungguh, saya sangat senang menjadi bawahannya,” papar santri PPA Lubangsa itu.

Pernyataan Ali Hisyam di atas tidak berangkat dari ruang kosong.

“Semua itu telah dibuktikan oleh Muqid tatkala menjadi ketua panitia dalam Haflaf Sya’baniyah 2-5 Oktober yang lalu,” demikian kata pengurus Markaz yang lain, Ahmad Fudhaili, menguatkan pernyataan Ali Hisyam.

Selasa, Oktober 26, 2010

CTL-Pamor Seleksi Anggota Baru

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Kamis siang (21/10) yang lalu, Club Teater Lubangsa Pamor (CTL-Pamor) mengadakan tes seleksi calon anggota baru. Calon anggota baru itu akan diambil sebanyak 11 orang dari 25 peserta yang mendaftarkan diri. Selama proses seleksi, setiap peserta akan melewati pos-pos tertentu untuk unjuk kebolehan fisik dan mental.

Tes seleksi yang berlangsung sehari semalam itu dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama ada sepuluh pos, dimulai sejak Kamis siang pukul 12.15 WIB sampai 16.30 WIB. Peserta berkumpul dan diberangkatkan dari halaman blok F yang merupakan pos pertama sampai pada pos terakhir di depan masjid jamik Annuqayah.

Pos pertama adalah pos pendaftaran. Masing-masing peserta wajib mengisi formulir pendaftaran sebelum melanjutkan pada pos berikutnya. Tiap peserta dikenakan biaya pendaftaran Rp. 5000. “Pos ini hanya sebagai kelengkapan administrasi CTL saja. Pendaftaran peserta secara lisan sudah jauh-jauh hari dilaksanakan sebelumnya,” ungkap Taufik Sutrisno, sekretaris panitia.

Sembilan pos lainnya memiliki peran yang berbeda. Di pos-pos itu para panitia menguji peserta dalam berakting: menjadi tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis dengan berbagai sifat manusia semisal menjadi orang baik, demawan, bijaksana, sombong, arogan, tempramental dan lain sebagainya.

Tes tahap kedua berkaitan dengan materi. Tahap ini ada 7 pos, dimulai sesudah shalat Isyak, tepat pukul 19.30 WIB sampai Jumat dini hari (22/10) pukul 03.15 WIB. Secara berurutan, masing-masing dari tujuh pos itu adalah pos pengarahan di halaman masjid jamik Annuqayah, pos keislaman di pertigaan jalan Toko Pak Jamil, pos kepesantrenan di simpang tiga Toko ABC, pos penggemblengan di halaman kampus STIKA putri, pos gestur di asta Kiai Abdullah Sajjad, pos ke-CTL-an di sebelah selatan aula As-Syarqawi dan pos finish (pengumpulan peserta) di halaman kampus STIKA putra.

Setelah itu, peserta diajak menuju ke atas Bukit Lancaran untuk bertadabbur dengan alam. Di sana, mereka digembleng tentang keaktoran. Sesudah itu, sekitar pukul tiga dini hari, sebagai penutup acara, panitia mengadakan sebuah perenungan yang dipimpin oleh Saong Ala Ringgo dan Mun’im Arisandi.

Peserta yang dinyatakan lulus tidak diumumkan di tempat itu. Semua peserta akan dapat surat keterangan lulus dan tidak lulus pada Jum’at siangnya (21/10). “Bagi peserta yang lulus seleksi wajib melunasi herregistrasi Rp. 21.000 dan bisa langsung mengikuti kegiatan rutin CTL-pamor setiap malam Sabtu,” ungkap Jauhari, ketua CTL-Pamor.

Senin, Oktober 25, 2010

Lubangsa Putri Adakan Binasaba’10

Nur Hasanah, PPA Lubangsa Putri

Guluk-Guluk—Pengurus PPA Lubangsa putri menyelenggarakan bimbingan dan pembinaan santri baru 2010 (Binasaba’10). Binasaba merupakan kegiatan rutin tahunan yang merupakan program wajib bagi santriwati Lubangsa putri.

Kegiatan yang diikuti 180 peserta ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut, yakni sejak hari Rabu siang 6 Oktober sampai hari Jumat 8 Oktober yang lalu. Khusus hari Rabu dan Kamis, Binasaba’10 dilangsungkan siang hari. Hal ini dikarenakan mayoritas peserta adalah siswa yang masih harus bersekolah.

Pelaksanaan Binasaba kali ini dikemas dengan beberapa penyajian antara lain: sosialisasi tata tertib Lubangsa Putri serta bagaimana cara berakhlakul karimah oleh Ummu Salamah, ketua pengurus PPA Lubangsa putri; Thaharah dan tata cara shalat yang baik dan benar oleh Ny Khotibah A. Win, SE, salah satu putra pengasuh PPA Lubangsa Putri; serta tentang ke-Annuqayah-an oleh KH A. Warits Ilyas, pengasuh Lubangsa Putri sendiri.

Terdapat perbedaan kostum di antara semua peserta Binasaba. Peserta MI memakai rok hijau, peserta MTs dan sederajat memakai rok dongker, peserta MA dan sederajat memakai rok abu-abu, dan peserta PT memakai rok hitam. Selain yang tersebut di atas, asesoris yang ditentukan panitia sama rata, yakni memakai kerudung, baju, dan kaos warna putih, tas plastik dasi kertas, dll. Hal yang dibedakan ini sengaja dilakukan agar memudahkan panitia untuk mengenal kapasitas peserta dalam hal pembimbingan dan pembinaan ini.

Selain menyuguhkan beberapa materi untuk semua peserta, panitia Binasaba’10 juga mensetting dengan berbagai game dan role play edukatif, seperti nyanyi-nyanyian dan bermain sambil belajar. Di samping itu pula, semua peserta diajak berkunjung ke makam pahlawan yang diisi dengan tahlil bersama.

Kegiatan Binasaba’10 ini diformat semenarik mungkin dan menyenangkan, agar tidak tercipta kejenuhan dan sedikit mengurangi ketidakkerasan para peserta.

Yang masih sangat disayangkan dan menjadi keresahan Nailul Fauziah, ketua panitia Binasaba’10, ialah mayoritas panitia mempunyai job lain di luar kepanitiaan, sehingga panitia yang tersisa yang harus bekerja ganda dalam menyelesaikan tugas-tugas kepanitiaan.

“Memang kurang kerja sama (dari keseluruhan panitia, red) tapi bisa tertutupi. Ketika diminta apa (baca: bantuan pekerjaan) mereka (panitia yang ada) langsung mau mengerjakan,” ungkap Ilul, sapaan akrabnya. Dan dia sangat mengharap untuk kepengurusan yang akan datang, yang dipilih sebagai panitia adalah orang yang sekiranya siap bekerja dan tidak mempunyai banyak job.

Pengurus Markaz Siap Selenggarakan Kongres

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Detik-detik akhir kepengurusan Markaz Bahasa Arab Annuqayah masa bakti 2009/2010 sudah di ambang mata. Panitia kongres telah terbentuk pada Rabu malam (20/10) lalu. Berselang satu hari kemudian (21/10), para kandidat pun terpilih.

“Ada tiga kandidat yang dipercaya oleh teman-teman. Mereka ialah Abdul Muqid, Muhammad Khalis, dan Ibnu Hajar. Salah satu dari mereka-lah yang nantinya akan dipercaya mengemban amanah sebagai ketua Markaz Bahasa Arab masa bakti 2010/2011,” papar ketua panitia kongres, M. Harirur Rahman saat ditemui Ahad siang (24/10) kemarin di depan PPA Latee rayon Al-Qurthubi nomor 20.

Tiga kandidat tersebut, lanjut Harir, dipandang layak menjadi ketua karena semenjak menjadi pengurus, mereka telah membuktikan kemampuan dan keseriusannya.

Menurut santri asal Guluk-Guluk Barat itu, sebenarnya pemilihan ketua akan dilaksanakan Jum’at malam (22/10) kemarin. Tapi, ada tiga faktor yang menjadi kendala sehingga hingga kini rencana pemilihan tersebut belum mewujud nyata.

“Komputer Markaz rusak dan kas Markaz kosong. Inilah yang menjadi kendala utamanya. Di samping itu, kesibukan para dewan pengasuh juga menjadi alasan berikutnya,” kata santri yang lahir 5 Februari 1993 itu.

Kendala semacam itu tidak menjadikan semangat panitia melemah. Bahkan, itu dipandang sebagai tantangan yang wajar terjadi dalam sebuah organisasi. Oleh panitia, kendala tersebut disikapi secara serius.

“Uang yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kongres ini mencapai Rp. 187.000,-. Uang tersebut kini sudah cair dari pesantren sebagai respons dari surat pencairan dana yang kami ajukan hari Rabu (20/10) yang lalu,” ujarnya.

Begitu pula komputer Markaz. Kini komputer itu dapat difungsikan sebagaimana mestinya setelah panitia pontang-panting mencari orang yang bisa memperbaikinya.

Sebagai langkah berikutnya, panitia akan segera menyelenggarakan kongres. Bila tidak ada kendala, kongres tersebut bakal dilangsungkan pada Senin malam (25/10) nanti.

Dalam kongres itu, ada lima dewan pengasuh yang akan diundang panitia. Mereka ialah KH M Tsabit Khazin, Drs. KH Abd. Wadud Munir, Drs. KH A Hanif Hasan, KH. Mushthafa Erfan, L.c, dan KH Muhammad Shalahuddin Warits.

“Mudah-mudahan mereka bisa hadir pada acara kongres yang sangat bersejarah ini. Keterlibatan mereka sangat berpengaruh terhadap kesemangatan teman-teman dalam mengemban amanah kepengurusan,” kata Harir dengan pengharapan yang sungguh-sungguh.

Minggu, Oktober 24, 2010

PAS dan PAO Lubri Berjalan Amburadul

Nur Hasanah, PPA Lubangsa Putri

Kamis 14 Oktober yang lalu, pengurus PPA Lubangsa Putri menggelar Pembukaan Aktivitas Santri (PAS) dan Pembukaan Aktivitas ORDA (PAO). Acara yang berlangsung sekitar pukul 21.00-24.00 WIB itu ditempatkan di area Samsara Garden, lebih tepatnya di sebelah selatan blok E.

Zahrotuttamamah, dalam sambutannya sebagai ketua panitia, mengatakan bahwa dengan diselenggarakannya PAS dan PAO, tata tertib pesantren dan kegiatan Organisasi Daerah (ORDA) secara simbilos diaktifkan kembali.

Acara tersebut terkesan amburadul. Banyak hal yang tidak sesuai dengan rencana awal, seperti molornya waktu sampai satu jam dan terlalu padatnya hiburan. Hal tersebut mengakibatkan pembacaan Surat Keputusan (SK) pengurus Organisasi Daerah (ORDA) harus dipersingkat, karena waktu sudah terlalu malam. Padalah pelantikan pengurus ORDA merupakan inti dari acara.

Kendala ini berawal dari ketidaksiapan panitia. Inayatul Qudsiyah, koordinator seksi acara, mengungkapkan bahwa koordinasi antarpanitia sangat kurang. Contohnya, ada beberapa hiburan yang akan ditampilkan di luar sepengetahuan panitia yang lain.

Sesuai dengan hasil rapat, dalam sesi penampilan hanya dua samman, satu puisi dan penampilan Sanggar Al-Zalzalah. Hiburan tambahan yang diketahui oleh koordinator seksi acara hanya pembacaan Syi’ir Madura.

Penambahan satu samman dan lagu “Reng Madhure” di luar pengetahuan koordinator seksi sebelumnya. Padahal, pada chek in terakhir, penampilan dari Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) English Club dan Syu’bah Al-Arabiyah dihapus karena dikhawatirkan waktu tidak cukup. Ternyata masih ada tambahan lagi. “Dan saya sebagai koordinator seksi tidak tahu sebelumnya,” ungkapnya di teras koperasi sebelum acara selesai.

Sabtu, Oktober 23, 2010

Ceramah Umum dan Silaturrahmi Menakertrans RI dengan Sarjana STIK Annuqayah

Para hadirin dalam acara Ceramah Umum dan Silaturrahmi Menakertrans RI dengan Sarjana STIK Annuqayah pada hari Sabtu, 9 Oktober 2010 di Aula Asy-Syarqawi.

Para hadirin dalam acara Ceramah Umum dan Silaturrahmi Menakertrans RI dengan Sarjana STIK Annuqayah pada hari Sabtu, 9 Oktober 2010 di Aula Asy-Syarqawi.

Menakertrans RI, Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., baru saja tiba bersama rombongan, disambut oleh Ketua STIK Annuqayah, Drs. K.H. Abbadi Ishom, M.A.

Menakertrans RI, Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., berbincang dengan Dewan Masyayikh Annuqayah.

Menakertrans RI, Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., bersama Dewan Masyayikh Annuqayah.


Drs. K.H. A. Warits Ilyas, salah satu Dewan Masyayikh PP Annuqayah, memberi sambutan dalam acara Ceramah Umum dan Silaturrahmi Menakertrans RI dengan Sarjana STIK Annuqayah.


Menakertrans RI, Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., menyampaikan ceramah umum di hadapan para hadirin dalam acara Ceramah Umum dan Silaturrahmi Menakertrans RI dengan Sarjana STIK Annuqayah.

Siswi MI 3 Annuqayah Praktik Materi Sains


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Pada hari Sabtu 16 Oktober yang lalu, beberapa siswi MI 3 Annuqayah mengikuti bimsus sains. Kali ini mereka belajar dan praktik tentang materi konduktor dan isolator.

Sebelumnya, seperti biasa, tutor menyampaikan materi tersebut terlebih dahulu. Pertama, anak-anak diminta untuk menyalakan tiga batang lilin. Kemudian mereka secara bergiliran meletakkan paku, kawat, kayu dan media yang lain di atas lilin.

Sembari memanaskan benda di atas lilin, di buku catatan, anak-anak membuat dua kolom untuk mengindentifikasi sifat benda tersebut. Satu kolom untuk daftar nama-nama benda yang masuk dalam kategori konduktor, kolom satunya untuk benda yang masuk dalam kategori isolator. Untuk keperluan praktik, mereka membawa sendiri bahan-bahannya.

Meski dengan peralatan yang sederhana, praktik sore itu cukup efektif. Selain itu, bahannya murah meriah. ”Dengan praktik langsung seperti ini, anak-anak dapat lebih mudah paham,” kata Mega. “Ini juga bagian dari proyek MI 3 Annuqayah untuk membiasakan anak-anak akrab dengan dunia penelitian,” lanjutnya, menutup kegiatan sore itu.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Jumat, Oktober 22, 2010

Ingatkan Santri Perhatikan Akhlak

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Usai shalat sunnah ba’da Maghrib Kamis (21/10) kemarin, KH Ahmad Basyir AS tidak langsung turun dari mushalla. Beliau masih berdiri di depan para santri. Pada saat itulah beliau menyampaikan beberapa hal berkenaan dengan akhlak.

Diawali dengan cerita, beliau menegaskan kepada santri bahwa ada satu adagium yang dulu dilekatkan kepada Annuqayah oleh masyarakat. Adagium tersebut berbunyi: “Kalau mau belajar tatakrama atau akhlak, mondoklah ke Annuqayah”.

Tapi, kata beliau, kalimat yang sangat mengagumkan tersebut kini mulai memudar. Berubahnya zaman melahirkan perubahan pula terhadap Annuqayah, terutama akhlak para santrinya.

“Saya sangat menyayangkan menyaksikan tingkah laku beberapa santri yang sudah tidak mencerminkan kesantriannya,” ujarnya.

Oleh karena itu, beliau sangat berharap kepada santri agar tidak menyepelekan akhlak. Dari segi pakaian saja, beliau menekankan agar santri tidak melepaskan kopiah meskipun berada di luar pesantren.

“Santri yang tidak memakai kopiah lebih-lebih ketika di luar pesantren, bukanlah santri Latee,” tegasnya.

Namun begitu, beliau mengartikan akhlak tidak sebatas berkenaan dengan tingkah laku atau penampilan saja. Menurut beliau, akhlak dapat diartikan senang kepada kebaikan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pandangan beliau, akhlak yang tidak dilandasi dengan ilmu akan sia-sia. Ilmu pun sulit diperoleh tanpa adanya keikhlasan. Dan, lanjut beliau, keikhlasan tersebut masih belum sempurna manakala tidak diwujudkan dalam tindakan nyata.

Kamis, Oktober 14, 2010

Guru Madaris 3 Annuqayah Berefleksi tentang Tantangan Pendidikan Formal di Pesantren

M. Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Hari Ahad (10/10) kemarin, guru-guru di lingkungan Madaris 3 Annuqayah mengikuti acara pertama dari rangkaian kegiatan yang bertajuk Orientasi Guru Madaris 3 Annuqayah. Acara yang berupa diskusi dengan tema “Tantangan Lembaga Pendidikan Formal di Pesantren” dan bertempat di Aula Madaris 3 Annuqayah ini menghadirkan H. A. Pandji Taufiq sebagai nara sumber.

Acara dimulai pada pukul 14.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.15 WIB. Dalam sambutannya, Direktur Madaris 3 Annuqayah, K. M. Faizi, mengemukakan bahwa tujuan dilaksanakannya acara ini adalah untuk mengajak guru-guru di lingkungan Madaris 3 Annuqayah merenungkan kembali berbagai persoalan kependidikan pada umumnya dan peran guru pada khususnya terkait dengan tantangan kependidikan yang dihadapi saat ini.

“Banyak sekali perubahan yang telah terjadi di lingkungan lembaga pendidikan kita di pesantren. Dahulu, pesantren nyaris benar-benar mandiri dalam hal pembiayaan pendidikan. Sekarang sudah banyak bantuan dari pemerintah. Memang itu bisa meringankan beban pengelola, tapi ternyata kadang menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan,” tuturnya.

Dalam penyajiannya, Pak Pandji, demikian beliau akrab disapa, mengemukakan beberapa poin penting. Di antaranya bahwa orang pesantren perlu meneguhkan kepercayaan dirinya bahwa pendidikan ala pesantren telah berperan sangat penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun, Pak Pandji melanjutkan, semenjak era otonomi daerah, saat pemerintah mulai banyak mengalokasikan dana bantuan untuk pendidikan di pesantren, pesantren mengalami kegamangan terutama terkait dengan keteguhannya memelihara tujuan dasar pendidikan pesantren.

“Di satu sisi, negara belum tahu benar apa itu pendidikan pesantren, dan di sisi yang lain pesantren cenderung terkejut menghadapi situasi baru berupa suplai dana yang melimpah ini,” papar pria yang kini masih menjabat sebagai Ketua Yayasan Annuqayah ini.

Guru-guru yang hadir sangat antusias menanggapi, mengomentari, dan mengemukakan pertanyaan. M. Mahfud Manaf, guru MI 3 Annuqayah yang baru saja diangkat sebagai Kepala MA 2 Annuqayah, mengemukakan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan pesantren adalah keengganan sejumlah peserta didik untuk mengikuti pendidikan agama di sekolah. Roziqoh, salah seorang guru lainnya, mengomentari bahwa rendahnya partisipasi orangtua dalam hal pembiayaan pendidikan mengakibatkan rendahnya kontrol dari orangtua.

Acara ini ditutup dengan doa pada sekitar pukul 16.10 WIB, dipimpin oleh salah seorang guru senior di Madaris 3 Annuqayah, Moh. Sakran, A.Md.


Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.