Selasa, April 07, 2009

Kegiatan Seni Sering Dipandang Negatif di Pesantren

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Untuk kali yang kedua, Sanggar Basmalah PP Annuqayah Lubangsa Selatan, Guluk-Guluk, Sumenep, kembali menggelar safari kepada tokoh yang dianggap mampu memberikan wawasan keilmuan, khususnya yang berkaitan dengan seni secara umum maupun sastra secara khusus. Pada pertemuan pertama kali tanggal 29 Maret 2009 lalu, mereka memilih Kiai Ahmad Maimun Syamsuddin sebagai pembicara, dengan tema “Iqbal, Sosok dan Pemikirannya”.
Acara yang kedua ini berlangsung pada Ahad, 5 April 2009, pukul 21:00 WIB hingga 22:13 WIB, bertempat di Aula Diniyah Lubangsa Selatan. Kali ini sebagai jujukan pemateri adalah Ach. Rofiq Syuja’, Ketua Pengurus PP Annuqayah Lubangsa Selatan. Tidak seperti sebelumnya, pemateri pada acara tersebut mengambil dari tokoh yang background pemikirannya di luar sastra.
Ditemui di sela-sela acara, Lil Jalal Ambar, ketua Sanggar Basmalah, menyebutkan, pengurus harian dan senior Sanggar sepakat untuk mengundang ketua Pengurus Lubangsa Selatan karena tema yang diangkat sangat sesuai dengan posisi beliau sebagai ketua Pengurus. “Tema yang kita angkat dalam acara kali ini adalah tentang posisi Sanggar di mata pesantren. Saya kira sangat pas sekali dengan poisisi beliau,” tuturnya.
Dalam pembicaraan pendahuluan, Ambar, sapaan akrab Lil Jalal Ambar, menyatakan kalau selama ini perhatian pengurus pesantren PP Annuqayah Lubangsa Selatan terhadap keberadaan sanggar masih sangat minus. Menurutnya, yang sudah dilakukan oleh pesantren hanya berkutat pada persoalan-persoalan yang sifatnya administratif, semisal rekomendasi untuk mengikuti kegiatan di luar pesantren. Lainnya nyaris tidak ada, apalagi yang berbentuk materi. Sebagai organisasi yang lahir di dalam lingkup pesantren kondisi seperti ini kian menambah berat tugas para anggota sanggar.
Ambar menilai, masih ada kesan negatif yang terpancang dalam benak sebagian besar pengurus pesantren terhadap eksistensi sanggar dan segenap pengelolanya. Semenjak dahulu stigma negatif memang telah berhambur. Anggota sanggar sebagai seniman sering dikesankan sebagai kaum urakan, bebal, nakal, suka melanggar, dan sifat-sifat jelek lainnya. “Padahal, pemahaman yang sebenarnya tidak harus sesempit yang mereka kira. Itu hanya tampilan luarnya saja,” jelasnya.
Menanggapi prolog forum Ambar, Rofiq Syuja’ mengurai benang merah persoalan yang membelit sanggar di Lubangsa Selatan. Beliau membenarkan bahwa di kalangan petinggi pesantren memang masih ada kesan negatif terhadap sanggar. Bahkan, ada sebagian dari mereka yang ngotot ingin menghapus organisasi seni ini. Hal itu karena ada beberapa kasus pelanggaran terhadap undang-undang pesantren yang memang dilakukan oleh sebagian anggota Sanggar. Kondisi ini diperparah lagi dengan ketidaktahuan sebagian pengurus itu terhadap dunia sanggar yang sebenarnya.
Menanggapi statemen yang datang dari internal pengurus, Rofiq, sapaan akrab Ketua Pengurus Lubangsa Selatan tersebut, sebagai pimpinan dia berusaha berpikir proporsional. Dia tidak langsung mengiyakan gagasan itu. Dia berusaha mempertimbangkan dari banyak segi dampak buruk yang akan timbul jika organisasi seni di Lubangsa Selatan benar-benar dihapus. Dengan berbagai pertimbangan, gagasan itu akhirnya ditolak. Alasan yang paling utama adalah pengurus tidak boleh memenjara kreativitas seni yang dimiliki oleh para santri. Sebab, tidak semua mereka akan menjadi pemanggul kitab atau menjadi kiai. Tidak menutup kemungkinan mereka nantinya ada yang menjadi seniman kesohor. Rofiq mengatakan, sebagai ketua pengurus dirinya sangat mendukung berlangsungnya aktivitas seni dan kesusastraan di Lubangsa Selatan. Karena seni memupuk kepekaan perasaan para santri. Namun catatan beliau, harus sesuai dengan nilai-nilai kepesantrenan.
Acara tersebut dipungkasi dengan sharing. Para anggota Sanggar diperkenankan memberikan pertanyaan mengenai apa yang telah dipaparkan oleh pemateri. Namun, nyaris seluruh pertanyaan yang dimunculkan audien keluar dari tema yang digagas oleh senior. Kebanyakan mereka mengritik kinerja pengurus yang mereka anggap juga melanggar undang-undang. Dengan kerendahan hati, Rofiq pun setia menjawab pertanyaan mereka satu-persatu.
Ditemui saat usai acara, Khairul Umam, salah satu senior dan penggagas program “safari tokoh” ini mengatakan bahwa acara seperti ini memang diproyeksikan dilaksanakan tiap minggu. “Rencananya kami akan safari ke tokoh-tokoh yang tersebar di seluruh Annuqayah, terutama mereka yang aktif di dunia seni dan sastra. Bahkan, kalau ada kesempatan kami akan juga safari ke tokoh di luar Annuqayah,” jelasnya. Acara seperti ini dipandang signifikan karena selain mengirit biaya, juga tidak mengharuskan pemateri hadir ke Lubangsa Selatan, namun anggota Sanggar sendiri yang datang ke tempat kediaman sang tokoh.

Tidak ada komentar: