Senin, September 16, 2013

Taufiq Ismail Luncurkan Bukunya di Annuqayah


Umarul Faruq, PPA Latee

Sudah sejak pagi tadi, sekitar pukul 08.00 WIB, santri putri Annuqayah berduyun-duyun ke Aula Asy-Syarqawi. Mereka berkumpul jauh lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Padahal Taufiq Ismail dijadwalkan masih akan tiba pukul 09.00 WIB. Mereka tampak bersemangat sekali untuk mengikuti acara peluncuran buku Taufiq Ismail yang berjudul Debu di Atas Debu itu. Sedangkan santri putra pukul 08.00 WIB memang sudah banyak yang tiba di kampus Instika, tapi yang masuk ke ruangan aula hanya dua orang.

Hari itu, Ahad 8 September, Taufiq Ismail, penyair besar tanah air yang paling sepuh saat ini, berkunjung ke Annuqayah dalam rangka peluncuran buku terbarunya. Buku berjudul Turâb Fawq al-Turâb atau Debu di Atas Debu merupakan buku kumpulan puisi dwi-bahasa Indonesia Arab yang berisi karya-karya Taufiq Ismail yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Prof. Dr. Nabilah Lubis, pimpinan umum majalah Alo Indonesia yang berdarah asli Mesir.

Acara ini diadakan oleh Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Instika bekerja sama dengan majalah sastra Horison dan Rumah Puisi-nya Taufiq Ismail. Acara ini juga dimaksudkan sebagai kuliah umum untuk seluruh mahasiswa baru Instika tahun 2013. Tapi walaupun begitu, acara ini bersifat terbuka. Jadi siapapun boleh mengikutinya.

Pukul 09.00 WIB rombongan Taufiq Ismail tiba di kampus Instika setelah menempuh perjalanan dari kota Sumenep tempat beliau menginap. Beliau dan rombongan langsung dipersilakan singgah sejenak di ruang rektorat untuk istirahat. Di dalam rombongan itu, selain Taufiq Ismail juga ada Bu Ati Ismail (istri Taufiq Ismail), Linda Djalil (penulis buku kumpulan puisi jurnalistik Cintaku Lewat Kripik Balado), Sastri Sunarti Sweeney (ketua redaksi majalah Horison), Jamal D Rahman (redaksi majalah Horison), Prof. Dr. Sangidu, M.Hum. (guru besar sastra Arab UGM), dan M. Subarkah (wartawan Republika).

Setelah istirahat sejenak, Taufiq Ismail dan rombongan pun bergegas ke ruangan Aula asy-Syarqawi, karena sebentar lagi acara segera dimulai. Dengan diawali pembukaan dan lantunan ayat-ayat suci al-Quran acara pun dimulai. Disusul sambutan dari K.H. A. Hanif Hasan mewakili pengasuh PP Annuqayah dan diskusi buku Turâb Fawq al-Turâb.

Dalam diskusi ini Jamal D Rahman bertindak sebagai moderator. Sementara para pematerinya adalah Taufiq Ismail sendiri, Prof. Sangidu, Sastri Sunarti Sweeney, dan K. Ubaidillah Tsabit. Diskusi berjalan lancar dan cukup memakan waktu, hampir tiga jam. Dalam diskusi ini, Jamal D Rahman mempersilakan beberapa peserta untuk bertanya terkait dengan proses kreatif Taufiq Ismail menjadi penyair dan hal-hal lain terkait buku Turâb Fawq al-Turâb. Namun sebelum Jamal D Rahman memberikan kesempatan kepada audiens secara umum, terlebih dahulu dia mempersilakan K. Baihaqi dan K. A. Hanif Hasan untuk memberi tanggapan atas buku tersebut.

Setelah diskusi, acara berikutnya adalah pembacaan beberapa puisi Turâb Fawq al-Turâb dalam dua bahasa. Untuk versi bahasa Arabnya, Instika sudah mempersiapkan empat orang mahasiswa untuk membacakannya. Mereka membacakan puisi-puisi terpilih secara berkolaborasi. Ada enam puisi yang dibacakan pada waktu itu, yaitu: Anakku Bertanya Tentang Rasul (Ibnî Yas’alu `an al-Rasûl) oleh Linda Djalil, Sajadah Panjang (Sajjâdah Mumtaddah) oleh Jamal D Rahman, Sembilan Pertanyaan Cucuk Kiyai untuk Kakeknya (Tis`ah As’ilah min Hafîd al-Syaikh) oleh Jamal D Rahman, Yerussalem (Al-Quds) oleh Linda Djalil, Di Depan Multazam (Amâma al-Multazam) dan Celupkan Jarimu ke Air Lautan (Ighmis Ushbu`ak fî Miyâh al-Bahr) oleh Pak Taufiq Ismail.

Puisi-puisi ini dibaca dalam dua bahasa. Mereka membaca dalam bahasa Indonesianya, sementara versi bahasa Arabnya dibacakan oleh beberapa mahasiswa Instika yang bertugas. Puisi-puisi ini dibaca secara bergantian bait per bait.

Pada puncak acara, ada sesi pemberian cinderamata dari PP Annuqayah untuk Taufiq Ismail dan Bu Ati. Cinderamata itu berupa kain batik yang merupakan hasil interpretasi dari puisi Taufiq Ismail untuk Bu Ati. Puisi itu berjudul berjudul Adakah Suara Cemara. Taufiq dan Bu Ati disilakan membentangkan kain tersebut sambil diiringi pembacaan puisi Adakah Suara Cemara oleh K. M. Zamiel El-Muttaqien. Setelah itu, K. Ubaidillah Tsabit membacakan puisi tersebut dalam versi bahasa Arabnya.

Ternyata momen itu berhasil membuat haru seluruh isi aula. Romantisme cinta mereka berdua sangat terasa. Bahkan Bu Ati sempat menitikkan air mata saat K. Ubaidillah Tsabit membawakan puisi cinta itu dengan lagu nahawand, lagu yang biasa digunakan dalam tilawatil Quran.

Suasana ini berlangsung cukup lama dan khidmat. Semua peserta diam memperhatikan hingga selesai. Bahkan ada beberapa peserta wanita yang ikut menitikkan air mata karena terbawa suasana. Taufiq Ismail, Bu Ati, dan para hadirin betul-betul terharu oleh suguhan itu.

Setelah pemberian cinderamata selesai, acara pun berakhir. Para peserta, baik putra maupun putri, berhamburan ke depan untuk foto bersama. Taufiq Ismail melayani mereka dengan sabar. Baru sekitar seperempat jam kemudian, beliau sudah bisa keluar untuk istirahat dan makan siang. Selagi waktu makan siang ini, Pak Taufiq Ismail juga menyempatkan diri membubuhkan tanda tangannya di beberapa buku Turâb Fawq al-Turâb yang baru saja dipesan oleh beberapa orang.

Sebelum rombongan Taufiq Ismail bertolak dari kampus sehabis makan siang, Bu Ati sempat memperhatikan papan nama “INSTIKA” di depan gedung rektorat Instika.

“Ini kok tidak ada nama tempatnya?” tanyanya. “Seharusnya di sini juga dituliskan nama tempat, biar ketika nanti saya melihat foto saya di depan bangunan ini, saya bisa ingat, ini saya waktu di Madura. Kalau tidak ada nama tempatnya, mungkin saya akan lupa dan bertanya-tanya, ini di mana ya?” katanya.

“Betul,” tambah Linda Djalil. “Nama tempat itu penting, agar jika ada orang lihat foto saya nanti mereka bisa tahu kalau Instika yang pernah saya kunjungi itu ada di Madura atau di Sumenep. Tapi kalau tidak ada, orang tidak akan tahu kan?”

Aha, ternyata mereka sempat juga memperhatikan hal seremeh itu.

Habis berkata demikian, mereka pun masuk ke mobil dan pergi dari kampus menuju kediaman K. Ubaidillah Tsabit sebelum akhirnya bubar dari PP Annuqayah.