Selasa, Juni 26, 2012

Rasyifatul Ma’rifah Terpilih sebagai Ketua Pengurus PPA Lubri 2012/2013


Nur Faizah, PPA Lubangsa Putri

Guluk-Guluk—Kepemimpinan Kurratun Aini di PPA Lubangsa Putri purna sudah. Sabtu (16/06) pada pukul 20.30 WIB bertempat di serambi pengasuh PPA Lubangsa Putri, Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pengurus PPA Lubangsa Putri diterima oleh pengasuh, dan kepengurusan secara resmi dinyatakan demisioner oleh Drs. K.H. A. Warits Ilyas selaku pengasuh PPA Lubangsa.

Dalam sambutannya, K.H. A. Warits Ilyas menyampaikan rasa terima kasihnya atas pengabdian pengurus selama satu periode ini. Ia juga mengharapkan agar pengurus di periode yang akan datang dapat membenahi kekurangan yang terdapat pada kepengurusan yang lalu.

Keesokan harinya, Senin (17/06) dilangsungkan pemilihan ketua pengurus yang bertempat di Musholla PPA Lubangsa Putri. Ada  tiga calon yang menjadi kandidat untuk pemilihan ketua pengurus pada periode ini. Dua kandidat diajukan oleh tim formatur, yakni Kurratun Aini (ketua pengurus periode 2011/2012) dan Rasyifatul Ma’rifah. Sedangkan kandidat yang diajukan oleh santri yang dipilih oleh perwakilan blok adalah Nur Faizah.

Pemilihan ketua pengurus kali ini tidak melibatkan seluruh santri sebagaimana pemilihan ketua pengurus dua tahun yang lalu. Pemilihan kali ini hanya melibatkan seluruh pengurus PPA Lubangsa Putri dan santri yang dipercaya untuk mewakili bloknya menyumbangkan suaranya pada Musyawarah Besar VI (Mubes VI) yang salah satu agendanya adalah pemilihan ketua pengurus PPA Lubangsa Putri.

Setelah dilakukan penghitungan suara, akhirnya ditetapkan Rasyifatul Ma’rifah sebagai ketua pengurus terpilih periode 2012/2013 dengan perolehan suara 26. Sedangkan Kurratun Aini mendapatkan 12 suara dan Nur Faizah memperoleh 19 suara.

Pada kesempatan ini, Rasyifatul Ma’rifah menyatakan keberatannya untuk memikul amanah sebagai ketua pengurus PPA Lubangsa Putri. Ia merasa tidak pantas menjadi ketua pengurus karena tanggung jawabnya amatlah besar dan jika ia salah langkah, maka taruhannya adalah PPA Lubangsa Putri. Namun dukungan pengurus yang lain serta keinginan untuk membenahi Lubangsa Putri ke depan membuatnya menerima kepercayaan santri untuk mengemban amanah di PPA Lubangsa Putri.

Di kesempatan yang sama, Rasyifah meminta kepada seluruh pengurus untuk menyampaikan harapannya terhadap kepengurusan periode 2012/2013 serta evaluasi kepada Rasyifah secara pribadi. Ada beberapa pengurus yang menyampaikan harapannya. Di antaranya adalah Qariatul Hasanah, wakil bendahara pengurus PPA Lubangsa Putri 2011/2012. Ia menyampaikan agar kepengurusan di masa yang akan datang bisa menjadi figur yang baik bagi santri. Selain itu, ia juga meminta Rasyifah agar lebih bersikap bijak dan lebih lembut terhadap mitra kerjanya. Tanggapan yang terakhir ini ditanggapi dengan senyum oleh Rasyifatul Ma’rifah.
           

Sabtu, Juni 23, 2012

Alumni Annuqayah Rapatkan Barisan di Pamekasan



Anam Al-Yumna, Alumnus PPA Latee

Pamekasan—Sebagai pesantren besar dengan ribuan santri di dalamnya, Pondok Pesantren Annuqayah telah melahirkan ratusan ribu alumni, termasuk pula di Kota Pendidikan semacam Pamekasan. Hanya saja, mereka belum solid dan kuat karena belum terwadahi dalam sebuah organisasi yang ditangani secara utuh nan serius.

Setidaknya, pernyataan di atas cukup mengemuka dalam acara silaturrahmi dan rapat pembentukan Ikatan Mahasiswa Alumni Annuqayah (Iman) di Aula Kemenag, Pamekasan, Minggu (17/6) pagi. Acara ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dan alumni Annuqayah di daerah Pamekasan.

“Awalnya kami diundang oleh senior untuk membentuk Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) sebagaimana di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Dalam kesempatan itu, dibangunlah komitmen untuk membentuk “Iman” yang kini sudah diresmikan secara bersama,” beber ketua panitia, Dedi Anshori.

Dalam kesempatan ini, alumnus senior Annuqayah yang kini menjadi asisten bupati Pamekasan, Anwari Khalil, memberikan arahan kepada segenap hadirin. Santri keluaran Annuqayah pada 1988 ini menegaskan, dirinya sangat mendukung dengan adanya organisasi yang nantinya menguatkan alumni Annuqayah.

“Annuqayah ini pesantren besar. Alumninya banyak dan berperan aktif dalam memajukan bangsa ini. Sebut saja A Bakir Ihsan, dan termasuk bupati kita KH Kholilurrahman yang pernah lama mengabdi sebagai dosen di Annuqayah,” ujar Anwari sembari menegaskan bahwa dirinya pasti mendukung penuh organisasi alumni Annuqayah.

“Kalau nantinya butuh sekretariat, kita bisa bicarakan. Saya siap bantu,” paparnya yang disambut tepuk tangan oleh hadirin.

Kalau nantinya Iman terbentuk secara resmi, Anwari berharap gairah kajian keilmuan digalakkan. “Jadikan organisasi ini sebagai wahana untuk memicu inspirasi untuk menjadi orang hebat, cerdas, dan betul-betul beriman,” tandasnya.

Masih menurut Anwari, organisasi Annuqayah semacam Ikatan Alumni Annuqayah yang telah tersebar sepanjang nusantara ini masih tak ubahnya ekor tikus.

“Awal-awalnya semangat dan banyak yang aktif di dalamnya, tetapi ke belakang kian sedikit dan akhirnya mati,” tegasnya sambil lalu berharap agar organisasi alumni Annuqayah di Pamekasan betul-betul dihidupkan dan kalau perlu bisa menjadi organisasi yang disegani di Pamekasan.

Beberapa jam kemudian, forum mengadakan pemilihan ketua Iman. Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya Dedi Anshori yang sedang menjadi ketua panitia didapuk sebagai ketua Iman.

Saat dikonfirmasi, Dedi berniat kuat untuk memajukan Iman.

“Insya Allah, saya tetap pada komitmen awal saya dalam menjalankan amanah kepemimpinan di organisasi ini. Secara umum, kami hendak mengkombinasikan esensi visi-misi Annuqayah dengan idealitas mahasiswa,” ujar Dedi.

Dikatakan, sebagai langkah pertama, pihaknya bakal memfokuskan terlebih dahulu pada pengembangan khazanah keilmuan dan kegiatan pengabdian.

“Kami mengharap dukungan dan kontribusi dari semua pihak untuk kebaikan organisasi ini. Semoga benar-benar bisa menjadi media yang pas untuk teman-teman mahasiswa guna berproses menjadi lebih baik lagi,” harapnya.

Kamis, Juni 07, 2012

Ikstida Raih Penghargaan Orda Terbaik dan Juara Umum


Nur Faizah, PPA Lubangsa Putri

Guluk-Guluk—Di PPA Lubangsa pada khususnya, Ikatan Keluarga Santri Timur Daya (Ikstida) dikenal sebagai organisasi daerah (orda) yang tidak hanya besar jumlah anggotanya, namun juga berkualitas. Nyaris setiap tahun Ikstida mendapat gelar sebagai juara umum atau orda terbaik di Lubangsa. Tetapi dua periode belakangan ini, prestasi Ikstida menurun drastis dan tak mendapat predikat apa pun di tingkatan orda.  

Namun pada Sabtu, 2 Juni 2012 pada acara Penutupan Aktivitas Santri (PAS) dan Penutupan Aktivitas orda (PAO) PPA Lubangsa Putri, Ikstida dinobatkan sebagai orda terbaik sekaligus Juara umum di PPA Lubangsa Putri dan menyisihkan empat orda lainnya. Empat orda tersebut adalah Ikatan Santri Pantai Utara (Iksaputra), Ikatan Santri Annuqayah Pamekasan-Sampang (Iksapansa), Ikatan Keluarga Santri Guluk-Guluk-Ganding (Iksagg) dan Persatuan Santri Lenteng (Persal).

Adapun kriteria penilaian dalam penentuan juara umum ini adalah banyaknya penghargaan yang didapat oleh orda dalam lomba-lomba yang diadakan oleh Pengurus Pembinaan dan Pengembangan Organisasi (P2O). Ikstida meraih juara di setiap lomba yang diadakan oleh P2O, yaitu juara ketiga pada lomba pembacaan burdah, juara ketiga pada lomba kreasi masak memasak dan juara kedua di lomba buletin sederhana (buser).

Sementara kriteria utama penilaian untuk penghargaan orda terbaik adalah sportivitas. Hal ini disampaikan oleh Siti Khairiyah, koordinator pengurus seksi P2O. Menurutnya inovasi yang dilakukan oleh tiap-tiap orda sudah lebih baik dari sebelumnya, namun masih ada orda yang kadang tidak menghiraukan nilai-nilai sportivitas. Ia mengimbau kepada seluruh anggota orda agar inovasi yang dilakukan tetap dipertahankan untuk orda masing-masing dengan menyadari keragaman serta tidak terjebak pada fanatisme dalam berorganisasi.      

Mengenai penghargaan yang diraih Ikstida ini, Nurul Alfiyah Kurniawati, ketua umum Ikstida, menyampaikan bahwa apa yang diperoleh Ikstida saat ini adalah anugerah terbesar dari Allah swt sekaligus buah dari perjuangannya bersama pengurus yang lain selama satu tahun. Kini ia bernapas lega karena sebentar lagi akan segera melepas jabatannya dan akan digantikan oleh orang lain, walaupun ada kemungkinan dirinya akan terpilih kembali.

Menanggapi hal ini, siswa kelas XI IPA MA 1 Annuqayah Putri ini hanya tersenyum masam dan menjawab dengan santai. “Masih banyak orang-orang Ikstida yang lebih mampu dan siap membawa Ikstida lebih maju ke depan, saya akan membuktikan bahwa Ikstida punya kader. Sekarang sudah saatnya saya istirahat, fokus ke sekolah. Lagi pula sebentar lagi saya kelas XII, siap-siap menghadapi Ujian Nasional,” pungkasnya sembari tersenyum ketika ditemui di MA 1 Annuqayah Putri.

Minggu, Juni 03, 2012

Mengantar Sang Juara

Farhatin Habibah bersama guru Matematika MTs 3 Annuqayah, H Hazin, B.A.
M. Faizi, Direktur Madaris III Annuqayah

 
“Pak, pulangnya lewat Karduluk, ya, Pak!”

“Wah, nggak mungkin, Dik. Ini sudah malam, sudah hampir jam 5. Nanti saya ditanyain orang rumah,” kata sopir itu, menolak ajakan anak-anak MTs 3 Annuqayah, peserta olimpiade yang diselenggarakan oleh Kankemenag Sumenep.

“Tapi, kasihan ini, Pak. Kami ingin membawa berita kemenangan Farhatin Habibah, teman kami ini, pada orang tuanya di Karduluk,” kata anak-anak, teman Titin—panggilan Farhatin—merengek-rengek kepada sopir L300 yang mereka sewa.

Akhirnya, mungkin juga karena kasihan, sopir putar balik. L300 biru itu melewati jalan lingkar, tembus ke Jalan Raya Sumenep-Pamekasan. Hitungannya, cara ini buang waktu dan buang solar. Kembali ke Guluk-Guluk lewat jalur selatan itu sama artinya buang-buang jarak sekitar 10-an kilometer. Lebih dari itu, sopir tentu lelah karena mereka berangkat jam 8 pagi dari sekolah. Karena sopir telah setuju, anak-anak bersorak gembira. Bapak-ibu Farhatin akan senang luar biasa menyambut putrinya yang datang sebagai juara, pikir mereka. Terbayang ibu Titin sibuk membuat teh. Sementara sang ayah melayani dua guru pendamping, Pak Hazin dan Pak Naufan, dengan seyum tak henti-henti dikulum.

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar isak tangis di kursi belakang. Pak Hazin menoleh. Farhatin menangis sesenggukan.

“Ya, kamu harus bersyukur, Nak, karena telah menjadi juara pertama. Teman-teman yang lain ini peringkat belasan saja.” Pak Hazin menyambut tangis bahagia itu. Dia mafhum, sebab, selama ini, belum pernah satu pun siswi dari madrasah tempat beliau mengajar memperoleh juara di bidang Matematika.

Mobil terus melaju dan Titin masih menangis.

“Kenapa, Tin?” Pak Hazin mulai curiga. Adakah salah seorang temannya telah mencuranginya? Adakah di antara teman Titin yang mengancamnya? Adakah dia takut pada sesuatu yang berada di luar keinginannya? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak terjawab.

“Sudah, nggak perlu menangis. Kami semua akan mengantarkan kamu ke rumah, menemui orang tuamu, dengan piala ini. Mereka pasti bahagia.”

* * *

Pak Hazin berjalan di depan, di belakang Farhatin yang menjadi penunjuk jalan, disusul Pak Naufan, dan keempat belas anak yang lain. Mereka telah tiba di lokasi menjelang Maghrib.

Seorang ibu menyambut mereka dalam keadaan kaget tak percaya. Ia ingin tersenyum, tapi ada suasana batin lain yang membuat senyum itu tertahan. Pak Hazin mengalihkan pandangan. Semua anak menunduk. Sontak, tenggorokan mereka menjadi kering mendadak.

Apa yang mereka lihat? Rumah itu tak berlepa tanpa beranda. Lantainya tanah, pun tidak rata. Dindingnya burbur, terkelupas di sana-sini. Semua tamu dipersilakan masuk ke “beranda” dalam. Ya, beranda yang menjadi satu dengan kamar dan dapur. Perkakas-perkakas tampak berserakan. Si ibu menghilang. Farhatin terdiam.

Tak ada percakapan kala itu. Semua tercekat. Mereka baru sadar, mereka telah datang pada saat yang tidak tepat. Lalu, si ibu datang tergopoh-gopoh membawa tikar dari tetangga sebelah. Jangankan meja-kursi, tikar pinjaman yang ia bawa itu tak cukup untuk mempersilakan duduk para tamu yang mengantar sang juara, putrinya ini.

Untunglah, Pak Hazin segera berinisiatif, ia berkata pelan pada anak-anak. “Nak, kalian sebagian duduk, secukupnya. Yang lain biarlah berdiri.” Lalu berkata pada ibu, “Bu, tidak perlu repot. Kami hanya ingin mengabarkan bahwa putri Ibu meraih juara ke-1 Matematika dalam olimpiade yang diselenggarakan oleh Kankemenag di Sumenep. Anak-anak yang lain ini juga ikut serta, namun mereka berada di peringkat belasan. Hanya Titin  yang juara pertama.”

“Iya, Pak. Terima kasih,” jawab si ibu dalam bahasa Madura. “Minta maaf, ya, Pak. Bapaknya Titin tidak bisa menyambut Bapak karena dia baru saja berangkat 3 hari lalu ke Kalimantan untuk mencari nafkah.”

“Oh, tidak apa-apa, Bu. Ini sudah cukup. Kami juga minta sambung doa karena Titin akan menjadi perwakilan Sumenep untuk penyisihan di tingkat provinsi, di Surabaya.”

Mestinya, si Ibu akan girang alang-kepalang mendengar berita ini. Namun, barangkali perasaan sedih melihat tamu yang berdiri (karena memang tidak ada tempat untuk duduk), tanpa jamuan, tanpa minuman, lebih kuat menguasai perasaannya. Titin dan ibu sama-sama diam. 

“Ini, Bu, untuk Ibu,” kata Pak Hazin segera ambil keputusan untuk menyerahkan amplop berisi uang pembinaan itu pada si ibu. Perlu diketahui, hadiah untuk Titin sebagai juara pertama Matematika pada Olimpiade Matematika, Sains, dan Agama adalah uang tunai Rp.150.000.

Adzan Maghrib telah berkumandang. Teja merah di ufuk barat mewarnai suasana batin semua orang yang ada di sana. Ibu terharu tak bisa bicara apa-apa. Pak Hazin kini mulai mengerti makna tangisan Titin di mobil tadi. Farhatin pun kembali ke pondok bersama teman-temannya. Juara matematika itu berjalan tertunduk, sambil berusaha mereka-reka: jika “perasaan bahagia sebagai juara” dikalikan dengan “perasaan sedih karena ia bersama ibunya tak bisa menyambut guru dan teman-temannya”, berapakah jumlahnya? Itulah pertanyaan matematis yang tidak ia jumpai dalam soal olimpiade siang tadi.

Farhatin Habibah (paling kiri) berfoto bersama para juara yang lain.


Tulisan ini semula dipublikasikan di sini.