Kamis, Desember 04, 2008

SKIA Hafal, Santri Liburan

Faiq Haironi Aisyah, PPA Latee II

Detik-detik menuju liburan yang menyenangkan akhirnya tiba. Siapa yang tidak senang liburan, apalagi liburannya seminggu lebih, walau lebihnya hanya 2 atau 3 hari saja. Namun tak segampang itu para santri Latee II bisa menikmati liburannya.
Syaratnya, santri harus bisa menghafal SKIA (Syarat-Syarat Kecakapan Ibadah Amaliyah) yang telah ditentukan bagian-bagiannya. Untuk santri lama dan santri baru tentu berbeda, begitu juga dengan santri dari mulai kelas VII sampai XII juga berbeda materi yang harus dihafalkan. Setelah benar-benar hafal, para santri baik yang lama maupun yang baru akan mendapatkan tanda tangan dari pembimbingnya sebagai bukti bahwa mereka telah benar-benar hafal.
Ada sebagian santri yang merasa tegang ketika menghadap para pembimbingnya. Hal ini terbukti ketika santri (yang merasa tegang) menghadap pembimbingnya, mereka takut lupa, bahkan ada yang benar-benar lupa pada apa yang dihafalnya. “Berhubung saya santri baru, jadi ini pengalaman pertama saya dalam menghafal SKIA. Tegang sih, sampai-sampai tadi saya lupa sama hafalannya. Jadi pembimbingnya minta saya untuk menghafal lagi dan kembali setelah benar-benar hafal,” ujar Rohilatul Fikriyah yang tidak diluluskan oleh pembimbingnya karena dianggap tidak begitu hafal.
Bahkan Ummayatun, salah satu pembimbing materi fiqih untuk para santri baru, sempat bertanya pada saya dan teman-teman yang lain yang sama-sama baru kelas X. “Kalian tegang ga’ sih…?” Kami pun serentak menjawab “Ga’…!” Karena kebetulan di antara kami tidak ada yang merasa tegang.
Menurut para santri lama, ketika menghadap para pembimbing kita tidak hanya sekadar menghafal, namun para pembimbing akan mengajukan beberapa pertanyaan pengembangaan kepada para santri untuk menguji apakan santri itu benar-benar mengerti atau hanya sekedar hafal. Misalnya pertanyaan dari Ummayatun kepada kami para santri baru ketika menghafal SKIA bagian fiqih bab wudlu’. “Hakikat dari wudlu’ itu apa sih sebenarnya?” Kami pun menjawab, “Ialah untuk membersihkan anggota wudlu’ dari hadats dan najis.” “Kalau memang untuk membersihkan, lalu bagaiman dengan tayammum? Itu kan menggunakan debu, bukannya membersihkan, malah debu itu membuat semakin kotor?” lanjutnya. Jawaban kami, “Hakikat dari wudlu’ itu sebenarnya untuk membersihkan dari kotoran-kotoran atau noda-nodanya yang ada pada tubuh kita secara lahir, kalau secara bathin wudlu’ itu menghapus dosa-dosa kita. Jadi, wudlu’ itu membersihkan secara lahir dan bathin.”
Ternyata jawaban kami tidak mencukupi syarat untuk mendapatkan tanda tangan. Masih ada beberapa pertanyaan yang harus kami jawab untuk mendapatkan tanda tangan. Hafalan SKIA ini, bagi santri yang tidak hafal akan mendapatkan sanksi-sanksi. Bentuk-bentuk sanksinya antara lain dengan meminta maaf dan minta tanda tangan pada pengasuh sekaligus melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditentukan beliau. Atau juga membuang sampah se-Latee II dengan dipasangi tulisan (atribut) yang memalukan pada si terhukum. Atau tidak boleh pulang dan tidak boleh keluar dari area Latee II Atau tidak mendapatkan kartu santri.
Bagi santri yang betul-betul ingin pulang harus berjuang keras untuk menghafal SKIA dan mendapatkan tanda tangan dari pembimbingnya. Namun pertanyaannya sekarang adalah apakah para santri itu benar-benar mengetahui apa maksud sebenarnya dari diwajibkannya menghafal SKIA? Tanggapan beberapa santri ketika ditanya untuk apa mereka menghafal SKIA jawabannya bervariasi. Di antaranya ada yang menjawab karena mereka takut tidak bisa liburan. Untuk santri yang tidak begitu minat pulang tetap menghafal SKIA karena takut disuruh menghadap pengasuh atau hukuman yang lain.
Mengenai hal ini, Ummayatun angkat bicara. “Tujuan sebenarnya tidak hanya sekadar untuk dihafal, namun untuk diamalkan. Agar para santri nantinya benar-benar siap ketika sudah hidup di dunia luar (lingkungan luar pesantren),” ujarnya.
Jadi, untuk para santri (termasuk saya) yang selama ini menghafal SKIA hanya untuk mendapatkan tanda tangan sebagai syarat agar bisa pulang atau karena takut disuruh menghadap pengasuh dan sanksi lain, hendaknya introspeksi diri mulai sekarang juga. Karena alasan diwajibkannya menghafal SKIA adalah agar supaya apa yang mereka dapat di pesantren bisa mereka amalkan setelah keluar dari lingkungan pesantren dan supaya mereka benar-benar siap hidup di masyarakat.

Tidak ada komentar: