Senin, Januari 16, 2012

Instika Gelar Diskusi Bersama Guru Besar UI

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Prof. Dr. Prijono Tjiptoheriyanto, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas (UI) Jakarta, Ahad sore yang lalu (08/01) mengisi acara diskusi di kampus Instika. Ia menjadi pembicara tunggal pada diskusi yang bertajuk “Prospek Alumni Pondok Pesantren dalam Pengembangan Ekonomi Nasional.”

Profesor Prijono menyampaikan beberapa hal dalam ceramahnya tersebut, dimulai tentang tiga perubahan mendasar di era reformasi ini, yakni demokratisasi, desentralisasi otonomi daerah, dan tata kelola pemerintahan.

Di era reformasi, sistem pemerintahan demokrasi telah menyebabkan satu kekuatan muncul selain trias politika, yaitu peran media, baik media massa atau media elektronik. Media berperan penting dalam pembentukan negara demokrasi, yakni sebagai kontrol kebijakan pemerintah. Namun, media juga bisa digunakan sebagai kampanye politik.

“Dulu, pada zaman orde baru, orang Indonesia yang sakit gigi harus periksa ke rumah sakit Singapura. Mereka takut mengobatinya di Indonesia. Kenapa? Karena orang Indonesia, ketika itu ,dilarang buka mulut,” candanya.

Menurutnya peran media di era reformasi sangat vital, dan beberapa politisi menyadari hal ini sehingga memanfaatkan media dengan baik untuk kepentingan politik.

“Lihat saja Surya Paloh yang memiliki Metro TV dan Media Indonesia. Ical (Aburizal Bakri) punya TV-One dan kabarnya Surabaya Pos juga telah dikuasainya. Baru-baru ini muncul Dahlan Iskan, yang memiliki Jawa Pos, sebagai Menteri BUMN,” ungkapnya

Desentralisasi otonomi daerah turut berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Daerah-daerah yang ada di Indonesia dapat mengembangkan dirinya tanpa harus disetir oleh pemerintah pusat. Disamping itu, kebijakan ini juga memberi peluang kepada seluruh masyarakat di berbagai daerah untuk mencalonkan diri sebagai ketua atau kepala daerah.

“Kalau masa Pak Harto (Soeharto) itu kan hanya orang-orangnya saja, yang separtai dengannya,” tutur lelaki yang memakai batik bermotif kotak warna biru itu.

Yang terakhir adalah tata kelola pemerintahan yang baik. Pak Pri berbagi pengalaman mengenai hasil penelitian yang ia lakukan terhadap tata kelola pemerintahan di empat negara; Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia sendiri.

Dari hasil penelitian itu, ada lima poin mendasar yang bisa diambil. Ia tidak menyebutkan secara rinci kelima poin itu. Namun, katanya, di antara poin yang paling mendasar di antaranya adalah adanya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Meski Indonesia masih menjadi salah satu negara terkorup di Asia, paling tidak adanya KPK telah memberikan sepucuk harapan kepada masyarakat akan tegaknya keadilan dan terwujudnya kesejahteraan,” pungkasnya.

Ia menambahkan, semua kebijakan itu akan menjadi baik ujung-ujungnya juga tergantung pada pemimpin.

“Tata kelola kenegaraan yang baik mensyaratkan harus mempunyai pemimpin yang memiliki visi misi yang jelas,” paparnya.

Sebelum diskusi dimulai, mantan sekretaris Wakil Presiden RI 2002-2009 itu mengaku kurang banyak mengetahui tentang perekonomian negara saat ini. Sejak 2006, lelaki yang mengagumi kepribadian Dr. H. Hamzah Haz, mantan wakil presiden RI 2001-2004, lebih bergiat di bidang administrasi publik. Oleh karena itu, ia menyatakan kepada para peserta diskusi untuk berbicara tentang tata kelola kenegaraan saja.

Turut hadir di tempat acara, di aula Instika, lantai II kampus bagian selatan, rektor Instika Drs. H. Abbadi Ishomuddin, M.A., ketua pengurus PP Annuqayah K.H. A. Hanif Hasan, ketua Yayasan Annuqayah, Taufiqurrahman, dan ketua PC NU Sumenep H. A. Pandji Taufiq yang sekaligus ditunjuk sebagai moderator oleh panitia.

Saat diskusi berlangsung, kerap kali ia melontarkan humor-humor politik yang membuat hadirin tertawa. Suasana diskusi pun tak menjenuhkan.

Tidak ada komentar: