Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan
GULUK-GULUK—Mengulang kesuksesan pendahulunya, Ach. Fawaid, pada 2006, kini M. Haukil juga menjadi finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) IX 2009 yang diadakan oleh Magistra Utama, Malang, pada 31 Maret-26 Mei 2009. Empat tahun lalu, Ach. Fawaid, yang kini menjadi alumnus, berhasil pulang dengan menyabet juara II. Mampukah Haukil, sapaannya, pulang dengan keberhasilan yang sama, bahkan melebihi, pada kompetisi kali ini?
Ditemui di Perpustakaan Lubangsa Selatan Rabu siang, (29/4), M. Haukil mengatakan, pemberitahuan tentang nama-nama yang masuk nominasi sebagai finalis LKTI itu dikirim panitia melalui fax ke Madrasah Aliyah (MA) 1 Putri Annuqayah, karena MA 1 Putra, yang dikontak panitia, tidak memiliki fax. Haukil sendiri sebenarnya adalah siswa MA Tahfidz Annuqayah, akan tetapi panitia mengirim informasi ke pihak MA 1 Putra, karena dari sana juga mengirim kompetitor dalam ajang lomba tersebut walaupun belum masuk dalam daftar finalis. Pemberitahuan itu dikirim pada hari Ahad (26/4) dan sampai ke tangan Haukil keesokan harinya, Senin.
Lewat karyanya yang berjudul, Menjadi Pembelajar di “Universitas Besar Kehidupan”, M. Haukil berhasil menyisihkan sedikitnya 207 naskah dari 223 naskah yang masuk ke panitia. Dia menjadi finalis bersama 15 orang lainnya dari berbagai penjuru nusantara. Dialah satu-satunya peserta dari Madura yang lolos ke babak final. Lainnya tumbang di tingkat seleksi karya.
Menurut Haukil, konsep yang ditawarkan dalam karyanya adalah tentang pembelajaran seumur hidup kepada anak didik. Dia mengampanyekan konsep pembelajaran Active Learning dalam kehidupan mereka. Agar belajar tidak hanya berhenti pada ruang dan waktu. “Hidup adalah karya, bukan usia,” kata pria yang murah senyum ini, mengutip selarik sajak K. M. Faizi.
Haukil akan mempertanggungjawabkan karyanya di hadapan para juri pada 25-26 Mei 2009 yang akan datang. Dia menjadwal keberangkatannya pada 24 Mei 2009, satu hari sebelum acara berlangsung, untuk mempersiapkan segala keperluannya di rumah pamannya di Malang. Dia tidak ingin kecolongan kembali mewarnai kompetisinya, seperti yang terjadi beberapa bulan lalu saat akan presentasi karya tulisnya di Universitas Paramadina, Jakarta. Dia harus menelan pil pahit sebagai juara harapan II karena terlambat datang yang menyebabkan dirinya tidak bisa presentasi.
Selain presentasi, dia juga akan menampilkan kebolehan dalam berakting. Acara ini juga satu dari serangkaian program yang akan berlangsung pada acara tersebut. Ditanya apa yang akan ditampilkannya dalam unjuk kebolehan tersebut, Haukil mengatakan dirinya ingin menampilkan monolog, peran yang selama ini belum pernah dilakukannya. Alasannya, selain lebih mendidik, juga lebih atraktif dan menantang. Saat ini dia sedang menyiapkan naskah yang akan dilakoninya. Dan dalam waktu yang masih agak lama ini ia akan mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Secara keseluruhan persiapannya masih 50%, katanya. Itu karena, akunya, dia sedang sibuk dengan Ujian Nasinal (UN) dan mempersiapkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Perpustakaan Lubangsa Selatan yang tidak lama lagi akan digelar. Dia kebetulan saat ini menjabat sebagai ketua.
Haukil menargetkan dalam kompetisi ini dirinya harus menjadi juara I. Dia ingin mengungguli keberhasilan Ach. Fawaid pada empat tahun silam. Dia merasa kalau dirinya bisa menjadi juara I, berarti ada perkembangan. “Kalau tetap nomor dua, kan berarti mandeg,” lanjutnya. Dari rekam jejaknya, remaja yang masih berumur 18 tahun ini (lahir pada 16 Januari 1991), sudah menorehkan segudang prestasi, baik tingkat lokal maupun nasional. Dua kali menjadi juara I lomba LKTI se-Sumenep, masing-masing diadakan oleh Perpustakaan Daerah Sumenep, Agustus 2008, dan STKIP PGRI Sumenep, Juni 2008; juara I LKTI tingkat nasional di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, November 2008; juara harapan II penulisan esai tingkat SLTA se-Indonesia, Januari 2009 (tanpa presentasi) di Paramadina, Jakarta. Selain itu, karya-karyanya tersebar di beberapa media antara lain, Radar Madura, Tabloid Info, dan beberapa media online.
Ditanya tentang berapa jumlah hadiah untuk kompetisi kali ini, dia mengatakan bahwa jumlahnya tidak terlalu besar. Total hadiah sebanyak Rp. 19 juta. Namun jumlah itu dibagi-bagikan kepada 16 finalis. Untuk juara I hanya mendapatkan Rp. 2.250.000,-. Tapi meski tak sebesar yang diberikan oleh beberapa kompetisi lainnya, ia merasa bangga jika ia pulang dengan prestasi yang membanggakan. “Yang penting dapat juara. Hadiah sedikit tak jadi masalah. Hadiah itu nomor 23, tapi dari 1-22 tidak ada?” katanya lantas tertawa.
Kesibukan lain Haukil saat ini adalah mempersiapkan diri untuk menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu menjadi mahasiswa. Keinginan besarnya adalah kuliah di luar kota, yaitu Universitas Paramadina, Jakarta.. Dia ingin mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI). Berkat keberhasilannya menjadi juara pada kompetisi LKTI beberapa bulan lalu, membuatnya dibebaskan dari beban biaya dan persyaratan tes tulis. Saat ini dia hanya disibukkan dengan menyiapkan berkas-berkas administrasi. Jadi, setelah berkas administrasi rampung, dia hanya menunggu keputusan dari pihak kampus.
GULUK-GULUK—Mengulang kesuksesan pendahulunya, Ach. Fawaid, pada 2006, kini M. Haukil juga menjadi finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) IX 2009 yang diadakan oleh Magistra Utama, Malang, pada 31 Maret-26 Mei 2009. Empat tahun lalu, Ach. Fawaid, yang kini menjadi alumnus, berhasil pulang dengan menyabet juara II. Mampukah Haukil, sapaannya, pulang dengan keberhasilan yang sama, bahkan melebihi, pada kompetisi kali ini?
Ditemui di Perpustakaan Lubangsa Selatan Rabu siang, (29/4), M. Haukil mengatakan, pemberitahuan tentang nama-nama yang masuk nominasi sebagai finalis LKTI itu dikirim panitia melalui fax ke Madrasah Aliyah (MA) 1 Putri Annuqayah, karena MA 1 Putra, yang dikontak panitia, tidak memiliki fax. Haukil sendiri sebenarnya adalah siswa MA Tahfidz Annuqayah, akan tetapi panitia mengirim informasi ke pihak MA 1 Putra, karena dari sana juga mengirim kompetitor dalam ajang lomba tersebut walaupun belum masuk dalam daftar finalis. Pemberitahuan itu dikirim pada hari Ahad (26/4) dan sampai ke tangan Haukil keesokan harinya, Senin.
Lewat karyanya yang berjudul, Menjadi Pembelajar di “Universitas Besar Kehidupan”, M. Haukil berhasil menyisihkan sedikitnya 207 naskah dari 223 naskah yang masuk ke panitia. Dia menjadi finalis bersama 15 orang lainnya dari berbagai penjuru nusantara. Dialah satu-satunya peserta dari Madura yang lolos ke babak final. Lainnya tumbang di tingkat seleksi karya.
Menurut Haukil, konsep yang ditawarkan dalam karyanya adalah tentang pembelajaran seumur hidup kepada anak didik. Dia mengampanyekan konsep pembelajaran Active Learning dalam kehidupan mereka. Agar belajar tidak hanya berhenti pada ruang dan waktu. “Hidup adalah karya, bukan usia,” kata pria yang murah senyum ini, mengutip selarik sajak K. M. Faizi.
Haukil akan mempertanggungjawabkan karyanya di hadapan para juri pada 25-26 Mei 2009 yang akan datang. Dia menjadwal keberangkatannya pada 24 Mei 2009, satu hari sebelum acara berlangsung, untuk mempersiapkan segala keperluannya di rumah pamannya di Malang. Dia tidak ingin kecolongan kembali mewarnai kompetisinya, seperti yang terjadi beberapa bulan lalu saat akan presentasi karya tulisnya di Universitas Paramadina, Jakarta. Dia harus menelan pil pahit sebagai juara harapan II karena terlambat datang yang menyebabkan dirinya tidak bisa presentasi.
Selain presentasi, dia juga akan menampilkan kebolehan dalam berakting. Acara ini juga satu dari serangkaian program yang akan berlangsung pada acara tersebut. Ditanya apa yang akan ditampilkannya dalam unjuk kebolehan tersebut, Haukil mengatakan dirinya ingin menampilkan monolog, peran yang selama ini belum pernah dilakukannya. Alasannya, selain lebih mendidik, juga lebih atraktif dan menantang. Saat ini dia sedang menyiapkan naskah yang akan dilakoninya. Dan dalam waktu yang masih agak lama ini ia akan mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Secara keseluruhan persiapannya masih 50%, katanya. Itu karena, akunya, dia sedang sibuk dengan Ujian Nasinal (UN) dan mempersiapkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Perpustakaan Lubangsa Selatan yang tidak lama lagi akan digelar. Dia kebetulan saat ini menjabat sebagai ketua.
Haukil menargetkan dalam kompetisi ini dirinya harus menjadi juara I. Dia ingin mengungguli keberhasilan Ach. Fawaid pada empat tahun silam. Dia merasa kalau dirinya bisa menjadi juara I, berarti ada perkembangan. “Kalau tetap nomor dua, kan berarti mandeg,” lanjutnya. Dari rekam jejaknya, remaja yang masih berumur 18 tahun ini (lahir pada 16 Januari 1991), sudah menorehkan segudang prestasi, baik tingkat lokal maupun nasional. Dua kali menjadi juara I lomba LKTI se-Sumenep, masing-masing diadakan oleh Perpustakaan Daerah Sumenep, Agustus 2008, dan STKIP PGRI Sumenep, Juni 2008; juara I LKTI tingkat nasional di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, November 2008; juara harapan II penulisan esai tingkat SLTA se-Indonesia, Januari 2009 (tanpa presentasi) di Paramadina, Jakarta. Selain itu, karya-karyanya tersebar di beberapa media antara lain, Radar Madura, Tabloid Info, dan beberapa media online.
Ditanya tentang berapa jumlah hadiah untuk kompetisi kali ini, dia mengatakan bahwa jumlahnya tidak terlalu besar. Total hadiah sebanyak Rp. 19 juta. Namun jumlah itu dibagi-bagikan kepada 16 finalis. Untuk juara I hanya mendapatkan Rp. 2.250.000,-. Tapi meski tak sebesar yang diberikan oleh beberapa kompetisi lainnya, ia merasa bangga jika ia pulang dengan prestasi yang membanggakan. “Yang penting dapat juara. Hadiah sedikit tak jadi masalah. Hadiah itu nomor 23, tapi dari 1-22 tidak ada?” katanya lantas tertawa.
Kesibukan lain Haukil saat ini adalah mempersiapkan diri untuk menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu menjadi mahasiswa. Keinginan besarnya adalah kuliah di luar kota, yaitu Universitas Paramadina, Jakarta.. Dia ingin mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI). Berkat keberhasilannya menjadi juara pada kompetisi LKTI beberapa bulan lalu, membuatnya dibebaskan dari beban biaya dan persyaratan tes tulis. Saat ini dia hanya disibukkan dengan menyiapkan berkas-berkas administrasi. Jadi, setelah berkas administrasi rampung, dia hanya menunggu keputusan dari pihak kampus.
2 komentar:
Hati-Hati...
Jangan keasyikan ikut lomba, bahaya itu!! Ntar cuma menulis hanya kalau ada lomba...
Yang terpenting adalah berkarya (menulis), dan lomba merupakan bagian darinya (wa-matowah!!)
:-D
Posting Komentar