Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa
GULUK-GULUK—Club Teater Lubangsa (CTL) Pamor mengadakan Workshop Keaktoran dan Sendratari. Pembukaannya dilaksanakan Kamis (5/3) kemarin dan ditempatkan di ruang kelas 3-A MTs 1 Annuqayah Putra. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari tersebut resmi dibuka sekitar pukul dua siang dan dihadiri oleh Massuha El-Arief, Pengurus PPA Lubangsa bidang Kesenian yang menaungi organisasi tersebut.
Penyaji yang mengisi dialog pada pembukaan workshop itu adalah Sattar Syam. Workshop diikuti oleh 22 peserta yang baru direkrut sebulan yang lalu, serta beberapa pengurus CTL Pamor dan panitia.
Mulanya, acara workshop itu akan digelar selama tiga hari dan sudah mendapat izin dari pengasuh PPA Lubangsa, Drs. K.H. A. Warits Ilyas. Namun karena ada beberapa halangan, seperti berhalangannya beberapa penyaji yang diundang untuk mengisi acara, maka acara tersebut dipersingkat menjadi dua hari saja, yakni dari hari Kamis siang hingga berakhir malam Sabtu.
“Kesulitan yang sangat kami rasakan adalah banyaknya penyaji yang kami undang selalu berhalangan. Jadi terpaksa kami persingkat saja,” ungkap Moh. Rifqi selaku ketua panitia.
Ia juga menambahkan bahwa acara workshop ini tak hanya berbentuk dialog seperti pada pembukaannya, tetapi juga dikenas dalam bentuk latihan dan praktik. “Jika hanya sekadar teori, para peserta baru tidak akan menyesuaikan diri dengan cepat,” imbuhnya.
Sebagai organisasi yang bergerak di bidang dunia seni drama, maka workshop tersebut sangat dibutuhkan sebagai modal awal di dunia akting, terutama bagi peserta baru. Hal ini diungkapkan oleh ketua umum CTL Pamor, Khairul Umam. Dalam sambutannya, Saong–sapaan akrab Khairul Umam–membeberkan betapa pentingnya modal awal itu. “Modal awal untuk meniti karier di dunia akting sangat dibutuhkan,” ungkapnya.
“Peserta baru diharapkan betul-betul mengikuti kegiatan ini dengan serius, sebab acara workshop ini sangat penting,” imbuh santri asal Ledokombo, Jember, itu ketika memberi pesan terakhir dalam sambutannya.
Jika diperhatikan dekor kegiatan ini, acara workshop tersebut terkesan main- main, sebab tulisannya itu dibuat dari sampul buku bekas hingga tulisan itu terlihat warna-warni. Namun Taufiqirrahman, selaku seksi akomodasi, membantahnya. Menurutnya, seratus persen acara ini bukan main-main, murni dari hasil keseriusan. Mengenai tulisan itu ia berpendapat bahwa itu sebagai bagian dari eksplorasi seni. “Di samping pengiritan, juga mengandung nilai seni,” ungkap santri asal Besuki, Situbondo tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar