Anam Al-Yumna
Santri Annuqayah
Latee Guluk-Guluk Sumenep
alyumna89@gmail.com
Terhitung sejak tahun baru 2012, saya merasa tercerahkan setiap
hari. Puluhan buku mampu mengobati dahaga saya dalam membaca. Hidup di pulau
Madura yang geliat baca masyarakatnya masih minim menuntut kecakapan tersendiri
dalam membaca buku. Jangan sampai terikut arus destruktif. Dan saya boleh
berbangga karena salah satu penyair nasional yang juga kiai saya, M Faizi,
dengan suka rela memberikan keleluasaan kepada para santri untuk membaca
bukunya. Setiap hari: pagi, siang, sore, maupun malam.
Saya mengenyam pendidikan keagamaan di salah satu
pesantren Madura yang sudah berperadaban tinggi, Annuqayah. Tolok ukur yang
saya gunakan untuk menyatakan itu ialah kepedulian pesantren yang berdiri 1887
itu terhadap urgensitas membaca. Terdiri dari belasan pesantren daerah dan
ragam satuan pendidikan, di dalamnya berdiri kukuh belasan perpustakaan atau
taman baca. Pengelolaannya ditangani oleh para santri dan atau siswa secara
optimal. Siapapun pasti mengamini, pencerahan pasti terbangun dari taman baca
tersebut.
Taman baca kiai M Faizi terbilang beda. Pengelolaannya
tidak terlalu formal. Tidak ada petugas khusus yang menanganinya. Taman baca tersebut
ditempatkan di serambi utara mushallanya, luasnya berkisar 7 x 3 meter.
Buku-buku ditaruh di dalam lemari yang terdiri dari 4 rak. Dan tiap-tiap rak
lemari itu terdiri dari buku-buku beragam jenis judul bacaan. Namun kalau
dipukul rata, kebanyakan berjenis buku sastra. Memikat dan fantastik!
Menariknya, buku-buku tersebut tampaknya memang diniatkan
untuk dibaca siapa saja. Setidaknya hal itu terlihat dari tempat yang dipilih
oleh kiai M Faizi. Karena memilih serambi mushalla pesantren, tentu tak ada pintu.
Konkretnya, taman baca itu dibuka non-stop sepanjang waktu. Dari situ tak heran
ketika dijumpai beberapa santri terlelap tidur di dalamnya, dengan nyenyaknya
berbantalkan buku.
Taman baca kiaiku itu amat besar manfaatnya. Para santri
yang tak punya uang banyak untuk membeli buku, tentu terbantu. Mereka berpeluang
tinggi memperluas cakrawala keilmuannya tanpa harus mengeluarkan uang untuk
beli buku. Mereka cukup berbekal kemauan tinggi, memanfaatkan waktu secara
optimal dengan rekreasi ke taman baca kiaiku itu. Bisa sendirian atau bahkan
rombongan dengan para santri lainnya yang memiliki minat tinggi dalam membaca.
Secara pribadi, merenungi adanya taman baca kiaiku itu,
saya kian tersadarkan bahwa selama ini memiliki mursyid yang wawasannya
amat tinggi. Saya amat mujur memiliki kiai yang ”gila baca”. Sebelumnya saya
menyangka kiaiku yang pernah diundang ke Jerman berkat produktivitas berkarya
itu mendalami puisi an sich, hanya membaca buku-buku puisi. Tetapi pada
akhirnya sangkaan saya keliru. Kiaiku itu ternyata membaca apa saja yang dapat
mendongkrak pengetahuannya yang sudah mapan. Ini terbukti dari buku-buku
miliknya yang terdiri dari ragam jenis bacaan: filsafat, sejarah, politik,
budaya, dan tentu agama.
Tidak hanya buku, taman baca kiaiku itu juga dilengkapi
dengan ragam majalah dan klipingan koran-koran edisi lama tapi tetap penting
dibaca. Majalah National Geographic dan jurnal Ulumul Quran merupakan dua
bacaan yang selalu menggoda selera bacaku. Siapapun tahu, terutama mereka yang
sadar pentingnya informasi, National Geographic adalah bacaan yang dapat
merangsang daya ingin tahu kita terhadap misteri kehidupan ini. Melaluinya,
wawasan pengetahuan kita bakal bertambah tajam, melebihi tajamnya silet.
Apalagi, majalah yang harganya berkisar Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu selalu
ter-up-to-date. Entah dari mana kiai M Faizi mendapatkannya.
Belum lagi jurnal Ulumul Quran. Melaluinya, pembaca dapat
memperdalam pemahaman keagamaannya secara kritis. Telaah pustaka dan hasil
penelitian para penulis serta peneliti andal Indonesia mewarnai jurnal
tersebut. Bahkan, karya-karya para penulis dan peneliti manca-negara pun hadir
di dalamnya.
Saat membaca buku, sesekali saya mencermati halaman
pertama sebelum daftar isi. Tak jarang saya jumpai tanda tangan penulisnya. Di
situ tertera kata-kata yang menunjukkan bahwa buku tersebut hadiah buat kiai M
Faizi dari penulis. Tanpa disadari, saya pun berdecak kagum atas luasnya
persahabatan kiai M Faizi dengan para penulis, sastrawan, penyair, dan atau
budayawan kenamaan Indonesia dan luar negeri seperti Jamal D Rahman, Joni
Ariadinata, Binhad Nurrohmat, dan seterusnya.
Semangat membaca santri tampaknya tidak hanya terangsang
dari buku-buku berkualitas di dalam taman baca kiaiku itu. Lebih dari itu ialah
sambutan hangat dari pemiliknya. Bisa dipastikan, kalau ada pembaca berkunjung
dan kebetulan kiai M Faizi tidak sedang bepergian, pengunjung tersebut bakal
mendapatkan senyuman hangat. Adakalanya ia nyaris tidak dapat menahan sakit
perut karena tertawa lepas atas humor-humor yang dilontarkan oleh kiai M Faizi,
seringkali di luar dugaan.
M Faizi, bagi saya, merupakan sosok kiai bersahaja dengan
segudang karya yang telah ’menerbangkan’ namanya ke mana-mana. Tidak hanya di
Indonesia, tapi juga lintas negara. Dan kini ia semakin menguatkan penilaian
banyak kalangan selama ini bahwa dirinya termasuk kiai yang peduli terhadap
peradaban dunia.
Bila anda masih ragu, berkunjunglah ke taman baca kiaiku
itu.
Tulisan ini dimuat di Warteg Surya, 10 Januari 2012.
1 komentar:
"Hampir berlebihan.."
di atas itu semua, terima kasih karena Anam termasuk yang paling sering tidur-tiduran di depan bekas lemari baju yang kini jadi rak buku itu...
Posting Komentar