Fahrur Rozi, PPA Lubsel
Penyakit kusta bukanlah kutukan yang tidak bisa disembuhkan sebagaimana diyakini sejumlah orang. Persepsi tersebut hanya melahirkan stigma sehingga membuat si penderita terisolir dari komunitasnya. Kusta bisa disembuhkan dengan bantuan medis.
Setidaknya, itulah yang mengemuka dalam acara Seminar dan Training of Trainer Kusta dengan tema “Penanggulangan Penyakit Kusta di PP. Annuqayah” yang diselenggarakan oleh Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA) dan Balai Kesehatan Pondok Pesantren Annuqayah (BKPPA), Guluk-Guluk, Sumenep, berkerjasama dengan Yayasan Kusta Indonesia (YKI) Jawa Timur, Jum’at, 13 Januari 2012, sekitar pukul 09:00-11:38 WIB.
Dalam acara tersebut, H. Minin Ahmad, S. KM., salah satu narasumber dari YKI Jawa Timur, menyebutkan, bahwa kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab kusta atau yang disebut Mycobacterium Leprae bisa menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Selain itu, kusta bukanlah penyakit keturunan.
Penularan kusta juga tidak mudah, tidak seperti penularan pada HIV AIDS. Kusta bisa menular akibat kontak erat dalam waktu yang lama, baik melalui kulit maupun saluran pernafasan.
Pernyataan di atas diperkuat oleh paparan K. M. Zamiel el-Muttaqien, Direktur BPM-PPA dan BKPPA. Beliau meneropong dari sisi agama Islam. Sejauh telaah yang beliau lakukan, tak ada argumentasi yang jelas mengenai dalil-dalil agama yang menyebutkan bahwa kusta adalah penyakit kutukan. Qur’an surat Al-Baqarah ayat 222 yang melarang seorang lelaki mengumpuli istrinya di waktu haid karena dapat menimbulkan penyakit tidak serta merta menjelaskan bahwa penyakit tersebut adalah kusta. Larangan mengumpuli istri karena dapat menimbulkan penyakit kusta lebih sebagai cara menakut-nakuti karena dilarang oleh agama ketimbang fakta medis.
Secara psikologis, menurut Drs. H. Jamaluddin, M. Si., narasumber dari YKI Jawa Timur, penderita kusta akan mengalami marjinalisasi karena stigma negatif dari orang-orang di sekitarnya. Dia mencontohkan tentang penjual telur yang kena penyakit kusta sehingga orang-orang tidak suka membeli kepadanya.
Imam Muttaqin, S. KM., M. Kes., narasumber sekaligus Kepala Seksi II Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sumenep, menjelaskan, bahwa dari seluruh kabupaten di Jawa Timur, Sumenep merupakan kabupaten terbanyak kedua setelah Sampang dalam persebaran penyakit kusta. Sementara, di Kabupaten Sumenep pada tahun 2011 yang paling banyak penderitanya berada di Kecamatan Pragaan dan Talango, masing-masing 87 dan 70 orang.
Selain dari YKI Jawa Timur, hadir dalam acara tersebut, antara lain, perwakilan Dinkes Sumenep, perwakilan Puskesmas Guluk-Guluk, dan Ketua Yayasan Annuqayah. Para peserta yang berjumlah 41 orang berasal dari lingkungan PP. Annuqayah, yaitu kepala-kepala sejumlah sekolah, guru-guru kesehatan, pengurus pesantren masing-masing daerah, siswa dan santri-santri senior.
Dalam sambutannya, Drs. H. Taufiqurrahman, Ketua Yayasan Annuqayah, berharap bahwa acara ini bisa menjelaskan tentang apa dan bagaimana penyakit kusta. Karena yang berkembang selama ini adalah kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh hubungan suami isteri saat haid.
Setidaknya, itulah yang mengemuka dalam acara Seminar dan Training of Trainer Kusta dengan tema “Penanggulangan Penyakit Kusta di PP. Annuqayah” yang diselenggarakan oleh Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA) dan Balai Kesehatan Pondok Pesantren Annuqayah (BKPPA), Guluk-Guluk, Sumenep, berkerjasama dengan Yayasan Kusta Indonesia (YKI) Jawa Timur, Jum’at, 13 Januari 2012, sekitar pukul 09:00-11:38 WIB.
Dalam acara tersebut, H. Minin Ahmad, S. KM., salah satu narasumber dari YKI Jawa Timur, menyebutkan, bahwa kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab kusta atau yang disebut Mycobacterium Leprae bisa menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Selain itu, kusta bukanlah penyakit keturunan.
Penularan kusta juga tidak mudah, tidak seperti penularan pada HIV AIDS. Kusta bisa menular akibat kontak erat dalam waktu yang lama, baik melalui kulit maupun saluran pernafasan.
Pernyataan di atas diperkuat oleh paparan K. M. Zamiel el-Muttaqien, Direktur BPM-PPA dan BKPPA. Beliau meneropong dari sisi agama Islam. Sejauh telaah yang beliau lakukan, tak ada argumentasi yang jelas mengenai dalil-dalil agama yang menyebutkan bahwa kusta adalah penyakit kutukan. Qur’an surat Al-Baqarah ayat 222 yang melarang seorang lelaki mengumpuli istrinya di waktu haid karena dapat menimbulkan penyakit tidak serta merta menjelaskan bahwa penyakit tersebut adalah kusta. Larangan mengumpuli istri karena dapat menimbulkan penyakit kusta lebih sebagai cara menakut-nakuti karena dilarang oleh agama ketimbang fakta medis.
Secara psikologis, menurut Drs. H. Jamaluddin, M. Si., narasumber dari YKI Jawa Timur, penderita kusta akan mengalami marjinalisasi karena stigma negatif dari orang-orang di sekitarnya. Dia mencontohkan tentang penjual telur yang kena penyakit kusta sehingga orang-orang tidak suka membeli kepadanya.
Imam Muttaqin, S. KM., M. Kes., narasumber sekaligus Kepala Seksi II Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sumenep, menjelaskan, bahwa dari seluruh kabupaten di Jawa Timur, Sumenep merupakan kabupaten terbanyak kedua setelah Sampang dalam persebaran penyakit kusta. Sementara, di Kabupaten Sumenep pada tahun 2011 yang paling banyak penderitanya berada di Kecamatan Pragaan dan Talango, masing-masing 87 dan 70 orang.
Selain dari YKI Jawa Timur, hadir dalam acara tersebut, antara lain, perwakilan Dinkes Sumenep, perwakilan Puskesmas Guluk-Guluk, dan Ketua Yayasan Annuqayah. Para peserta yang berjumlah 41 orang berasal dari lingkungan PP. Annuqayah, yaitu kepala-kepala sejumlah sekolah, guru-guru kesehatan, pengurus pesantren masing-masing daerah, siswa dan santri-santri senior.
Dalam sambutannya, Drs. H. Taufiqurrahman, Ketua Yayasan Annuqayah, berharap bahwa acara ini bisa menjelaskan tentang apa dan bagaimana penyakit kusta. Karena yang berkembang selama ini adalah kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh hubungan suami isteri saat haid.
Berita ini dikutip dari Website BPM-PPA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar