Guluk-Guluk—Prof. Dr. Prijono Tjiptoheriyanto,
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas (UI) Jakarta, Ahad sore yang lalu (08/01)
mengisi acara diskusi di kampus Instika. Ia
menjadi pembicara tunggal pada diskusi yang bertajuk “Prospek Alumni Pondok
Pesantren dalam
Pengembangan Ekonomi Nasional.”
Profesor Prijono menyampaikan beberapa hal
dalam ceramahnya tersebut, dimulai tentang tiga
perubahan mendasar di era reformasi ini, yakni demokratisasi, desentralisasi otonomi daerah, dan
tata kelola pemerintahan.
Di era reformasi, sistem pemerintahan demokrasi telah menyebabkan
satu kekuatan muncul selain trias politika, yaitu peran media, baik media massa
atau media elektronik. Media berperan penting dalam pembentukan negara
demokrasi, yakni sebagai kontrol kebijakan pemerintah. Namun, media juga bisa
digunakan sebagai kampanye politik.
“Dulu, pada zaman orde baru, orang Indonesia yang sakit gigi harus
periksa ke rumah sakit Singapura. Mereka takut mengobatinya di Indonesia.
Kenapa? Karena orang Indonesia, ketika itu ,dilarang buka mulut,” candanya.
Menurutnya peran
media di era reformasi sangat vital, dan beberapa politisi menyadari hal ini sehingga memanfaatkan media dengan
baik untuk kepentingan politik.
“Lihat saja Surya Paloh yang memiliki Metro TV dan Media
Indonesia. Ical (Aburizal Bakri) punya TV-One dan kabarnya Surabaya Pos juga
telah dikuasainya. Baru-baru ini muncul Dahlan Iskan, yang memiliki Jawa Pos, sebagai Menteri BUMN,”
ungkapnya
Desentralisasi otonomi daerah turut berperan penting dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat. Daerah-daerah
yang ada di Indonesia dapat mengembangkan dirinya tanpa harus disetir oleh
pemerintah pusat. Disamping itu, kebijakan ini juga
memberi peluang kepada seluruh masyarakat di berbagai daerah untuk mencalonkan
diri sebagai ketua atau kepala daerah.
“Kalau masa Pak Harto (Soeharto) itu kan hanya orang-orangnya saja,
yang separtai dengannya,” tutur lelaki yang memakai batik bermotif kotak warna
biru itu.
Yang terakhir adalah tata kelola pemerintahan yang baik. Pak Pri
berbagi pengalaman mengenai hasil penelitian yang ia lakukan terhadap tata
kelola pemerintahan di empat negara; Thailand,
Malaysia, Filipina, dan
Indonesia sendiri.
Dari hasil penelitian itu, ada lima poin mendasar yang bisa
diambil. Ia tidak menyebutkan secara rinci kelima poin itu. Namun, katanya, di antara poin
yang paling mendasar di antaranya adalah adanya
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Meski Indonesia masih menjadi salah satu
negara terkorup di Asia, paling tidak adanya KPK telah memberikan sepucuk
harapan kepada masyarakat akan tegaknya keadilan dan terwujudnya kesejahteraan,”
pungkasnya.
Ia menambahkan, semua kebijakan itu akan
menjadi baik ujung-ujungnya juga tergantung pada pemimpin.
“Tata kelola kenegaraan yang baik mensyaratkan harus mempunyai pemimpin
yang memiliki visi misi yang jelas,” paparnya.
Sebelum diskusi dimulai, mantan sekretaris Wakil Presiden RI
2002-2009 itu mengaku kurang banyak mengetahui tentang perekonomian negara saat
ini. Sejak 2006, lelaki yang mengagumi kepribadian Dr. H. Hamzah Haz, mantan
wakil presiden RI 2001-2004, lebih bergiat di bidang administrasi publik. Oleh
karena itu, ia menyatakan kepada para peserta diskusi untuk berbicara tentang
tata kelola kenegaraan saja.
Turut hadir di tempat acara, di aula Instika,
lantai II kampus bagian selatan, rektor Instika Drs. H. Abbadi Ishomuddin, M.A.,
ketua pengurus PP Annuqayah K.H. A. Hanif Hasan, ketua Yayasan Annuqayah,
Taufiqurrahman, dan ketua PC NU Sumenep H. A. Pandji Taufiq yang sekaligus
ditunjuk sebagai moderator oleh panitia.
Saat diskusi berlangsung, kerap kali ia melontarkan humor-humor
politik yang membuat hadirin tertawa. Suasana diskusi pun tak menjenuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar