Selasa, April 30, 2013

FTT 2013 (Bagian 2): Lomba, Asyiknya Rame-Rame


Penampilan puisi siswa utusan Markaz Annuqayah
Umarul Faruq, PPA Latee

Selasa (16/4) merupakan hari pertama lomba Festival Timur Tengah. Pada hari ini ada beberapa lomba yang dilaksanakan, lima di antaranya diikuti oleh utusan Annuqayah; yaitu lomba debat babak penyisihan, baca berita, pidato siswa, puisi mahasiswa, dan puisi siswa.

Pukul 07.00 WIB semua peserta sudah berkumpul di halte depan Asrama Makara menunggu bikun (bis kuning) yang akan membawa kami ke tempat acara, yaitu di kampus Fakultas Ilmu Budaya.

Bikun adalah bis angkutan khusus UI yang beroperasi setiap hari sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Bikun berfungsi sebagai sarana angkutan utama mahasiswa UI yang tidak membawa kendaraan pribadi untuk pergi kampus yang mereka  inginkan atau pindah dari satu fakultas ke fakultas yang lain. Sebab jika kampus seluas UI ditempuh dengan jalan kaki, selain makan waktu juga akan makan tenaga. Jarak antara satu lokal kampus ke kampus yang lain rata-rata 3-5 menit perjalanan bis. Bikun ini pulalah yang kami naiki setiap hari dari asrama menuju kampus FIB untuk mengikuti semua rangkaian acara FTT 2013.

Sekitar 15 menit kemudian, kami sudah sampai di kampus FIB. Panitia menyambut kami dengan hangat dan membimbing kami ke tempat lomba masing-masing. Lomba pidato diletakkan di teater Daun, sedangkan lomba debat diletakkan di dua tempat. Grup A di auditorium perpustakaan UI, dan grup B di aula masjid UI.

Di hari pertama, terasa sekali kekompakan kontingen Annuqayah dalam mendukung teman-temannya waktu tampil. Hal itu terlihat jelas terutama saat peserta pidato tingkat siswa tampil. Dari semua pendukung yang hadir di Teater Daun tempat lomba berlangsung, pendukung Annuqayah-lah yang paling heboh. Kami menyanyi dan bertepuk tangan riuh memberikan dukungan pada Moh. Ainur Ridha dan Abd. Mun’em, peserta lomba pidato tingkat siswa dari Annuqayah. Bahkan secara khusus pembawa acara meminta pendukung Annuqayah melakukan selebrasi waktu peserta lain selesai tampil.

Penampilan peserta lomba puisi mahasiswa utusan Instika

Hal serupa juga terlihat waktu penampilan puisi siswa, puisi mahasiswa, dan debat babak penyisihan berlangsung. Jumlah kami yang tidak lebih dari tujuh orang tidak kalah heboh dari pendukung lain yang jumlahnya lebih banyak. Gaya pendukung kami yang unik dalam memberikan dukungan menarik perhatian banyak orang. Sebab itulah tak heran banyak yang langsung kenal dan serta-merta berteman dengan kami. Salah satunya adalah rombongan dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan Ma’had Aly an-Nu’aimy Jakarta.

Semua rangkaian lomba di hari pertama ini selesai pada pukul 15.00 WIB. Seluruh peserta kembali ke asrama untuk mempersiapkan lomba keesokan harinya, Rabu (17/4). Kami juga pulang untuk mempersiapkan bahan debat di babak perdelapan dan perempat final. Selain itu kami juga perlu mempersiapkan perlengkapan lomba story telling dan pidato mahasiswa yang akan dilaksanaan pada hari kedua. Kami harus tampil dengan performa terbaik.

Senin, April 29, 2013

FTT 2013 (Bagian 1): Awal Perjuangan untuk Menjadi yang Terbaik

Umarul Faruq, PPA Latee

Setelah menempuh perjalanan selama 13 jam dari stasiun Pasar Turi Surabaya, akhirnya kami sampai di stasiun Pasar Senen Jakarta tepat pukul 04.00 WIB pagi. Kebetulan waktu itu secara tidak sengaja saya bertemu dengan salah seorang teman lama, Samsul Zakaria, mahasiswa UII Yogyakarta yang dulu pernah menjadi juara ketiga lomba debat bahasa Arab di MTQMN 2011 di Makassar.

Dialah yang membawa kami ke sebuah masjid di sebelah barat stasiun Pasar Senen. Kami pun tidak perlu bingung harus tinggal di mana selama menunggu jemputan dari panitia yang dijadwalkan tiba pukul 08.00 WIB.

Setelah menunggu agak lama, akhirnya bus penjemput dari UI tiba di Pasar Senen pada pukul 09.00 WIB, satu jam lebih lambat dari yang dijadwalkan. Kami pun berangkat ke UI bersama kontingen lain yang datang pada waktu yang nyaris bersamaan. Di dalam bus kami bersama dengan kontingen dari STAIN Purwokerto, UII Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan beberapa kontingen lainnya. Kami pun sempat ngobrol di sepanjang perjalanan.

Kira-kira 50 menit kemudian, kami tiba di Wisma Makara, Depok, tempat kami akan menginap selama berlangsungnya acara. Setelah semua persyaratan administrasi kami serahkan, kami diantar ke kamar yang telah disediakan. Ada empat kamar yang menjadi tempat kami menginap, dua kamar di lantai 1, satu kamar di lantai 3 dan satu kamar lagi di lantai 4. Kami pun merebahkan diri istirahat dari rasa penat dan lelah selama perjalanan.

Keesokan harinya, Senin (15/4) sekitar pukul 09.00 WIB acara perdana dari rangkaian lomba FTT 2013 dilaksanakan, yaitu technical meeting. Technical Meeting ini dilaksanakan di auditorium perpustakaan UI. Perpustakaan terbesar di Asia Tenggara yang berjuluk “The Crystal of Knowledge” ini memiliki luas 30.000 meter persegi dan terdiri dari delapan lantai. Acara technical meeting lomba FTT 2013 diletakkan di lantai 6.

Bus yang membawa kami dari Asrama tiba di lokasi acara sekitar 20 menit sebelum acara dimulai. Sementara panitia bersiap-siap di lantai 6, kami perwakilan dari masing-masing kontingen saling berkenalan di lobi lantai 1. Kami duduk di sofa yang telah tersedia sambil berbincang-bincang tentang perguruan tinggi masing-masing.

Pukul 09.00 WIB acara technical meeting dimulai. Acara berlangsung selama kurang lebih 6 jam dipotong ishoma sekitar 45 menit. Pada acara technical meeting inilah para perwakilan kontingen mengambil nomor urut tampil peserta, menyetorkan naskah lomba, dan mengambil mosi untuk lomba debat.

Acara technical meeting selesai kira-kira pukul 3 sore. Setelah itu para peserta pulang ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan lomba keesokan harinya.

Minggu, April 28, 2013

FTT 2013: Markaz Nominasi Juara Umum, Instika Dua Langkah Lebih Maju


Umarul Faruq, PPA Latee

Dua kontingen PP Annuqayah yang diutus untuk mengikuti acara Festival Timur Tengah (FTT) di Universitas Indonesia sudah tiba kembali ke lingkungan PP Annuqayah hari selasa (23/4) kemarin. Kedatangan mereka tidak be rsamaan. Dari total sebelas orang, tujuh di antaranya tiba di Annuqayah pukul 13.00 WIB, sementara empat orang lainnya baru tiba sekitar pukul 20.00 WIB.

Dalam acara FTT tahun ini, kontingen Annuqayah menyabet empat piala sekaligus: dua piala untuk kategori siswa dan dua piala untuk kategori mahasiswa.

Keempat piala tersebut diraih oleh Ach. Fauzi sebagai juara kedua lomba pidato bahasa Arab kategori mahasiswa, tim Hajar dkk sebagai juara ketiga lomba debat kategori mahasiswa, Moh. Ainur Ridha sebagai juara ketiga lomba pidato kategori siswa, dan M. Rahmat sebagai juara kedua lomba puisi kategori siswa.

Sementara itu, Moh. Herlianto, Moh. Lutfi, Abd. Mun’em dan Fathur Rahim yang merupakan peserta lain utusan Annuqayah belum begitu beruntung. Mereka harus rela pulang dengan tangan hampa.

Walau demikian, hal itu sudah cukup untuk membuat Markazul Lughah PP Annuqayah menjadi salah satu dari tiga nominasi juara umum FTT 2013, meski akhirnya yang menjadi juara umum FTT tahun ini untuk kategori siswa adalah PP Al-Hikmah Solo.

“Memang secara prestasi kami tidak segemilang tahun lalu yang berhasil menjadi juara umum. Tapi banyak hal lain yang kami dapatkan dari acara ini selain gelar juara: teman baru, pengalaman baru, suasana baru, pengakuan dan banyak lagi yang lainnya,” ungkap Moh. Fauziy selaku official rombongan Markazul Lughah PP Annuqayah.

Sementara itu, untuk lomba kategori mahasiswa, bisa dibilang tahun ini Instika mengalami kemajuan yang cukup penting. Pada FTT tahun 2012 kemarin, tidak ada satu pun utusan Instika yang pulang membawa piala. Mereka harus puas pada urutan keempat dan kelima. Tapi pada tahun ini dua piala berhasil dibawa pulang, yaitu juara kedua pidato dan juara ketiga debat.

Dengan perolehan poin sekecil itu, memang masih jauh bagi Instika untuk menjadi juara umum. Tahun ini yang berhasil meraih gelar tersebut adalah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun lalu juara umum diraih oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka merupakan salah satu perguruan tinggi Islam terkemuka di Indonesia.

“Tapi itu tidak berarti kita ini lemah dan tidak mampu meraih juara umum. Keterbatasan kita hanya terletak pada soal keuangan saja. Soalnya jumlah lomba yang diadakan cukup banyak, sementara lomba yang kami ikuti hanya sedikit, hanya empat lomba dengan masing-masing lomba satu peserta. Padahal, ada beberapa perguruan tinggi yang mengirimkan hingga 25 orang dalam satu rombongan,” ungkap Umarul Faruq, official dari Instika.

“Namun walau demikian,” lanjutnya, “kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah mempercayakan nama Annuqayah kepada kami, baik dari pihak kampus maupun pengurus pesantren. Berkat kepercayaan dan dukungan mereka jugalah kami bisa berhasil sejauh ini.

Kamis, April 25, 2013

FCB V Adakan Bedah Buku “Lumpur”

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

Guluk-Guluk—Jum’at, 19 April 2013, Festival Cinta Buku (FCB) V Nasional, Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (BEM-I Instika) menyelenggarakan kegiatan bedah buku yang ketiga kalinya. Kali ini, giliran buku berjudul Lumpur.

Hadir dalam kesempatan tersebut Yazid R. Passandre, penulisnya, dan K. Muhammad Afifi sebagai pembanding.

Menurut Yazid, novel Lumpur merupakan salah satu ekspresi kegelisahannya terhadap bencana Lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo. Selama ini, menurutnya, belum ada novel yang membahas tentang tragedi itu. “Sastra tidak hadir di Sidoarjo. Pembelaan secara sastrawi tidak ada,” katanya.

Bagi Yazid, Lumpur Lapindo tidak hanya soal bencana material. Yang lebih penting dari itu adalah hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan kultural. “Lumpur Lapindo lebih parah dari tsunami Aceh. Jika di Aceh kebudayaan masih ada, maka di Sidoarjo sudah habis. Mereka juga kehilangan mata rantai sejarahnya,” katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh K. Afifi. Beliau mencontohkan konflik yang terjadi di Jawa Tengah pada tahun 1985. Tiga puluh tujuh desa tenggelam karena dijadikan waduk untuk pembangkit tenaga listrik yang terkenal dengan nama Kedung Ombo. Masyarakat di sana harus pindah walau sebagian tetap bertahan karena kecilnya uang ganti rugi. Mereka melawan pemerintah yang memihak korporasi. “Mereka harus meninggalkan nenek moyangnya, lanjut K. Afifi.

Lewat novel tersebut, menurut Yazid, dirinya ingin menyampaikan dua hal. Pertama, mengubah mind set pemerintah yang lebih memihak korporasi. “Jika pemerintah sudah berselingkuh dengan pengusaha, maka rakyat yang menjadi korbannya, katanya. Kedua, ia juga ingin merawat ingatan tentang peristiwa tragis. “Ini adalah usaha melawan lupa, tegasnya.

Ditanya soal proses kreatif lahirnya novel Lumpur, Yazid tak banyak mengungkapkan. Namun, menurutnya, karena novel tersebut berbicara tentang persoalan korporasi, ada sejumlah hal yang menjadi rintangan atas proses penerbitannya.

“Saat peluncuran novel ini, penerbit mengundang 30-an wartawan. Namun tidak ada satu pun yang hadir pada waktu itu,” katanya. Menurutnya, ini adalah salah satu usaha menenggelamkan novel tersebut. Pada saat yang bersamaan, muncul novel berjudul Anak Sejuta Bintang yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral. Novel ini berkisah tentang kehidupan Aburizal Bakeri, pemilik PT Minarak Lapindo Jaya yang melakukan eksplorasi minyak di Sidoarjo.

Bertempat di aula As-Syarqawi, acara bedah buku ini berlangsung sekitar pukul 14.30-16.07 WIB. Para peserta terdiri dari santri, baik putra maupun putri, dan mahasiswa. Tak seperti diskusi buku sebelumnya, kali ini peserta terlihat sepi.

Bedah buku kali ini merupakan yang ketiga kalinya setelah kumpulan cerpen Penggali Sumur dan Rahasia Perempuan Madura pada Kamis, 18 April 2013. Setelah novel ini, pada Sabtu, 20 April 2013, direncanakan akan dilangsungkan launching buku Beauty and the Bus karya K. M. Faizi, kiai dan penyair yang menggemari bus.