Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri
Guluk-Guluk—Pembacaan cerpen di PPA Karang Jati putri
putaran kedua oleh kelompok dua sukses dilaksanakan Selasa (10/01) yang lalu.
Kali ini grup di bawah pimpinan Rukbatul Aliyah itu tampil spesial dibandingkan
dengan kelompok sebelumnya yang dipimpin oleh Ummamah.
“Kelompok satu sudah cukup baik dengan penampilan
sederhana mereka. Tapi kali ini, kelompok dua mengembangkan dialog dengan
adegan. Jadi tampak seperti drama singkat. Ini yang membuat mereka dibilang
spesial,” komentar Muflihah, pengurus seksi perpustakaan yang pada periode kali
ini mencanangkan program pembacaan cerpen dengan membagi kelompok berjumlah 9
dan masing-masing terdiri dari 10 sampai 11 orang.
Program pembacaan cerpen di PPA Karang Jati putri ini
mulanya dijadwal dilaksanakan setiap tiga minggu sekali setiap Kamis malam. Itu
karena pada minggu putaran pertama diisi dengan khitobah dan di minggu kedua
diisi dengan program diba’ (shalawat). “Seharusnya kelompok dua ini
tampil malam Jum’at kemarin. Tapi karena beberapa hal, kami terpaksa mengubah jadwal.
Dan untuk selanjutnya akan tetap dilangsungkan setiap malam Selasa,” ungkap Af’idatul
Hasanah yang juga merupakan pengurus seksi perpustakaan.
Acara yang dimulai sekitar pukul 19.27 WIB dan bertempat
di mushalla PPA. Karang Jati Assaudah putri itu cukup berhasil memukau
penonton. Kamilah sebagai narator memulai dengan pembacaan puisi yang dilatari sebuah
instrumen. Sementara itu, lampu dimatikan. Yang tersisa hanya bias cahaya lilin
menyinari wajahnya yang ditemani oleh Anisatul Fitriyah.
Mereka membawakan
sebuah cerpen berjudul “Di Balik Tabir Senja” karya UB Garera dalam antologi
cerpen Sabda Kematian yang diterbitkan oleh MUBA printing. Cerpen
tersebut berkisah tentang remaja SMA bernama Aulia yang menyesal karena terlalu
membenci Ilham, kawan sekelasnya, yang tanpa ia tahu lelaki yang ia benci itu
meninggal karena penyakit kanker otak. Sepintas cerpen tersebut memang tampak
sederhana dan lumrah layaknya kisah-kisah masa lalu. Bila tidak didukung oleh beberapa
adegan dan narator yang baik mungkin kelompok dua akan tampil biasa-biasa saja.
Sebelum acara dimulai, Rukbatul Aliyah selaku ketua mengaku
menyesal karena tidak melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada pengurus
seksi perpustakaan untuk memilih cerpen yang bagus. Tetapi akhirnya ia dan
kawan-kawannya tampil percaya diri.
Setelah pembacaan selesai, acara selanjutnya adalah
komentar. Kesempatan berkomentar memang sengaja dibuka bebas bagi seluruh
santri PPA Karang Jati dan tidak dikhususkan bagi dua dewan juri dari seksi
perpustakaan. Hal ini dilakukan agar santri Karang Jati lebih berani untuk
mengungkapkan komentar dan mengkritik sebuah penampilan.
Ummamah memberikan komentar pertama. Ia mengkritik
ketidakseriusan beberapa pemeran. “Tampaknya kurang siap,” katanya.
Khofiyatul Jannah juga menekankan kritik tentang
ketidakseriusan mereka. Ada beberapa pemain yang tampaknya belum mengusai
peran. Dalam adegan sedih, saat kematian Ilham, tokoh anak panti yang
diperankan oleh Sim Satu, sapaan akrab dari Khazaimah, tampak tersenyum. Dalam
adegan tersebut, ia menemani ibu Ilham, diperankan oleh Wasi’atul Maghfiroh,
yang juga kurang serius. Selain itu, setting dari pembacaan tersebut, ia
sarankan agar tak hanya hanya lilin saja. Misalnya kalau malam lampu dimatikan
dan kalau siang dihidupkan kembali.
“Meski begitu, ada juga akting tokoh yang sangat baik dan
meyakinkan. Seperti Isti’anah dalam menjalani hari-hari sedih saat mertapi kepergian
Ilham. Itu poin plusnya mungkin,” papar Khofiyatul Jannah seraya mengakhiri
kritik dengan pujian.
Selain itu, ia menyarankan agar bagian yang dikritik
lebih diperhatikan oleh kelompok-kelompok selanjutnya. Ia juga berharap kekurangan
dalam kelompok dua ini dapat dijadikan cermin oleh kelompok yang lain agar
tidak mengulangi kesalahan serupa.
“Selanjutnya, untuk tujuh kelompok lainnya, selamat
bersaing!” pungkasnya dengan nada menantang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar