Jumat, April 30, 2010

Santri Lubangsa Dilarang Mengakses Internet

Fandrik Hs Putra dan Ach. Fannani Fudlaly R, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Beberapa waktu yang lalu, sempat berkembang isu bahwa santri PPA Lubangsa dilarang menggunakan jejaringan sosial Facebook di internet. Ternyata, justru santri dilarang menggunakan akses internet.

Setelah shalat Isya’ berjamaah di Masjid Jamik Annuqayah Selasa (27/04) kemarin, Mohammad Ali Wafa, Ketua Pengurus PP Annuqayah Lubangsa, mengumumkan bahwa seluruh santri Lubangsa, baik pengurus pesantren, guru atau staf di lembaga pendidikan formal, untuk sementara dilarang menggunakan layanan internet.

Larangan tersebut sebagai antisipasi atas penyalahgunaan internet seperti membuka situs porno dan atau membuka situs jejaringan sosial seperti Facebook, Friendster, dan lainnya, yang akhir-akhir ini semakin marak.

“Sehabis shalat Maghrib, pengasuh memanggil saya dan koordinator keamanan (Zainal Abidin) untuk membahas masalah internet tersebut. Pengasuh melarang karena mereka (santri) sulit dipantau oleh kami (pengurus). Hal itu di luar perkiraan kami,“ ungkapnya ketika ditemui di depan kantor Lubangsa.

Ia menambahkan, pengurus sudah mengajukan beberapa penawaran kepada pengasuh agar santri tetap bisa mengakses internet. Namun keputusannya tetap dilarang.

“Kami telah mengajukan berapa pilihan seperti semua situs jejaring sosial akan diblokir dan mengadakan kerja sama dengan petugas warnet. Namun pengasuh tetap melarang. Karena ya itu tadi: sulit untuk dipantau,” tambah ketua pengurus asal Ledokombo, Jember, itu.

Ada beberapa langkah dari pengurus Lubangsa yang mungkin akan diambil agar santri tetap bisa mengakses internet. Di antaranya, sowan ke K Hanif, Ketua Pengurus PP Annuqayah, dan sowan kembali ke pengasuh Lubangsa untuk memberi keringanan dalam menggunakan internet, menyediakan internet khusus untuk santri Lubangsa yang rencananya akan ditempatkan di warpostel, dan bekerja sama dengan K Muhammad Ali Fikri untuk membuka warnet di Lubangsa.

“Kalau membuka usaha warnet, mungkin 10 juta tidak cukup. Mau dapat dari mana uang sebanyak itu. Semua itu hanya usulan, sedangkan keputusannya tetap di tangan pengasuh,” ungkapnya lagi.

Kamis, April 29, 2010

Annuqayah Lepas 670 Siswa-Siswi Kelas Akhir SLTA


Ach. Fannani Fudlaly R, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Selasa (27/04) kemarin, sebanyak 670 siswa-siswi kelas akhir (siska) tingkat SLTA sederajat se-Annuqayah berkumpul di Aula As-Syarqawi dalam rangka menghadiri acara lepas pisah. Ini adalah kegiatan terakhir para siswa-siswi dalam menempuh pendidikan tingkat atas, sebelum mereka melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Seluruh guru serta kepala sekolah dari satuan pendidikan tingkat atas se-Annuqayah diundang untuk menghadiri acara tersebut. Ruangan aula yang besar pun dipenuhi oleh para guru maupun siswa yang hadir.

Lepas pisah bersama tersebut dimulai sejak tahun 2008 lalu dengan tujuan agar para siswa-siswi kelas akhir di Annuqayah dapat berkumpul dengan yang lain tanpa melihat perbedaan jurusan di antara mereka, baik SMK, MA Tahfidh, serta lainnya.

“Lepas pisah memang selalu ada setiap tahunnya, dan disatukan dalam satu acara besar agar mereka dapat berinteraksi dengan yang lain tanpa melihat perbedaan jurusan,” papar Masduki, salah satu siswa kelas akhir MA Tahfidh sekaligus ketua panitia lepas pisah tersebut.

Selain itu, kegiatan ini adalah salah satu bentuk perayaan kelulusan mereka dalam menjalani UN yang juga sempat menjadi momok bagi para siswa-siswi kelas akhir, tak terkecuali di Annuqayah.

Acara yang dihelat sejak pukul 09.00-11.30 WIB itu dimulai dengan serangkaian acara, di antaranya adalah paduan suara oleh siswa kelas akhir yang menyanyikan mars Annuqayah serta pengarahan yang diberikan oleh Dewan Masyayikh Annuqayah.

Dari banyaknya siswa-siswi yang hadir, suasana ricuh tidak dapat ditenangkan oleh para panitia. Tak pelak, ketika memberikan pengarahan, KH A. Warits Ilyas sempat marah karena sejak beliau pertama memasuki aula sampai pembacaan ayat al-Quran, siswa-siswi belum selesai dengan perbincangan masing-masing.

“Waktu pertama saya masuk ke sini, waktu selanjutnya, waktu ayat al-Quran dilantunkan, saya denger rame, rame sekali. Itu tidak cocok untuk menunjukkan bahwa kita adalah pemuda-pemudi muslim. Semestinya, ketika ayat suci dilantunkan, kita harus mendengarkan,” kata beliau.

Dalam pengarahan lainnya, KH Ahmad Basyir AS mewanti-wanti kepada seluruh siswa kelas akhir yang lulus agar tetap mukim di pondok pesantren dan tidak meninggalkan Annuqayah sebelum Haflatul Imtihan Madrasah Annuqayah (HIMA) yang sudah tinggal 2 bulan lagi.

Di akhir acara semua siswa-siswi diberikan kesempatan satu persatu oleh panitia untuk sungkem serta meminta maaf kepada semua guru yang hadir pada waktu itu atas kesalahan dan dosa yang diperbuat selama menempuh pendidikan.

Di tempat para siswi, suasana haru serta isak tangis menyelimuti sebagian dari mereka saat sungkem kepada guru masing. Mereka terlihat tak kuasa menahan tangis.

Selasa, April 27, 2010

Annuqayah Berpartisipasi dalam Konferensi Lingkungan Internasional

Fandrik Hs Putra dan Sumarwi, Sekretariat PP Annuqayah

Dalam beberapa tahun terakhir ini, bumi kita diguncang oleh berbagai bencana yang mengerikan, mulai dari gempa bumi, tsunami, hingga tanah longsor. Deretan bencana itu seperti episode yang tak putus-putus. Melihat rentetan bencana itu, ada yang bertanya mengapa alam ini demikian rapuh.

Masalah kerusakan lingkungan menjadi topik utama yang dibahas dalam Konferensi Internasional I Masyarakat Muslim untuk Perubahan Iklim di IPB International Convention Center (IICC) Bogor, Jumat (9/4) beberapa pekan yang lalu. Diharapkan konferensi yang diikuti 14 negara tersebut dapat melahirkan pemikiran tentang penanggulangan kerusakan lingkungan dari kalangan negara Islam.

Konferensi Internasional untuk perubahan iklim tersebut bukan hanya dihadiri oleh negara asing, melainkan juga dihadiri oleh ratusan ulama dari berbagai pondok pesantren di Indonesia. Salah satunya yang mendapat kehormatan untuk mengikuti konferensi tersebut adalah Pondok Pesantren Annuqayah yang diwakili oleh Pandji Taufiq, Ketua Yayasan Annuqayah.

“Kalau delegasi dari Indonesia saya kurang tahu. Yang pasti delegasi dari Jawa Timur hanya ada dua yaitu Pondok Pesantren Annuqayah dan Pondok Pesantren Al-Falah, Jember,” ungkap Panji Taufiq.

Ada tiga agenda penting akan dibahas dalam konferensi tersebut. Pertama, masalah perubahan iklim dan aksi yang bisa dilakukan oleh umat Islam sedunia. Kedua, pembentukan Asosiasi Masyarakat Muslim untuk Aksi Perubahan Iklim (Muslim Association for Climate Change Action/MACCA), yang diharapkan akan menjadi organisasi payung yang akan memandu kegiatan dan mengimplementasikan rencana aksi tujuh tahun tersebut pada berbagai negara dan masyarakat muslim di dunia.

“Pada umumnya yang banyak mengeksploitasi kekayaan alam, seperti penebangan hutan, penggalian barang-barang tambang (nikel, batu bara, dan minyak bumi) adalah negara-negara besar dan maju seperti Amerika. Sebetulnya bukan hanya tanggung jawab mereka saja, negara yang dieksploitasi juga harus ikut memikirkan perubahan iklim ini dan memikirkan terhadap efeknya nanti,” tambah Ketua Yayasan Annuqayah itu.

Sedangkan agenda ketiga adalah dideklarasikannya empat kota di negara muslim sebagai Kota Hijau (green city). “Konferensi itu mencanangkan kota Bogor sebagian kota madya hijau pertama (first green city) di Indonesia,” jelas Panji.

Menurutnya, problem utama kerusakan alam dan lingkungan ini adalah akibat dari keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam tanpa batas serta lemahnya sumber daya manusia (SDM) sehingga efek dari eksploitasi yang berlebihan tersebut tidak bisa dibaca.

“Seharusnya ada keseimbangan. Jika dicontohkan pada perindustrian, misalkan penebangan hutan, jika menebang maka harus menanam. Tapi jika dikaitkan dengan pesantren, peran dan usaha pesantren berupa menanamkan pada masyarakat bahwa menjaga lingkungan adalah ajaran agama yang harus dilaksanakan,” lanjutnya.

Ketika ditanya tentang respons PP Annuqayah terhadap isu lingkungan, Ketua Yayasan Annuqayah itu menjawab bahwa Annuqayah sendiri sangat peduli dengan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan hingga saat ini. Terbukti pada tahun 1981 Annuqayah mendapat penghargaan Kalpataru dari pemerintah karena usaha dan kegigihannya menanamkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Pak Pandji juga berharap undangan konferensi tersebut bisa menjadi rintisan para masyayikh, sesepuh, dan para generasi muda Annuqayah agar bisa memelihara lingkungan dengan baik karena dengan diundangnya PP Annuqayah pada acara tersebut berarti PP Annuqayah juga diperhitungkan.

Senin, April 26, 2010

KH Abdul Basith AS: Islam Adalah Agama Cinta Lingkungan

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

Buah pikiran KH Abdul Basith AS ini disarikan dari hasil wawancara buletin Sidogiri menyambut Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April pekan lalu.

Kerusakan bumi kita kini semakin parah. Fenomena alam yang akhir-akhir ini sangat merugikan manusia menjadi indikasi yang sulit dibantah. Penyebab utama kerusakan itu adalah manusia sendiri.

Manusia saat ini sudah terjangkit “cinta dunia” (hubbud-dunya) dan semata-semata mengharap materi. Kekayaan alam, seperti tambang minyak, batubara, dan lain sebagainya dieksploitasi habis-habisan tanpa memperhitungkan dampak selanjutnya bagi kehidupan jangka panjang.

Manusia dengan segala ulah dan tingkah lakunya melakukan eksploitasi alam baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan materi dan keuntungan yang berlipat. Tidak peduli apakah eksploitasi itu mengakibatkan kerusakan atau tidak, mereka seperti tidak mau tahu. Dan, bila orientasi utamanya adalah keuntungan, maka tidak mungkin mereka akan berpikir panjang ke depan.

Islam adalah agama cinta lingkungan; Islam agama peduli lingkungan. Itulah Islam yang sebenarnya. Inti dari syariat adalah mencegah kerusakan dan menarik kemanfaatan. Kalau dikerucutkan, semua syariat yang ada dalam Islam mengarah kepada inti tersebut. Sederhananya, dalam Islam manusia dilarang melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kerusakan bahkan membahayakan.

Karena itu, bila dikaitkan dengan permasalahan pemanfaatan dan eksploitasi alam yang membabi buta, jelas Islam melarang tindakan-tindakan itu karena menyebabkan rusaknya alam. Sekali lagi Allah dengan tegas melarang manusia melakukan pengrusakan di muka bumi. Allah SWT memerintahkan kita untuk memanfaatkan semua yang ada di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya dan dengan bijak.

Hanya kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk mengeksploitasi alam secara tidak berlebihan dapat mencegah kerusakan alam. Sebab, bagaimanapun kerusakan itu adalah akibat dari ulah manusia sendiri. Dari sinilah pentingnya moralitas yang baik. Intinya adalah, lingkungan hidup akan tetap bagus dan terjaga selama semua tindakan dan kebijakan kita mendahulukan tujuan akhirat. Tetapi bila orientasi materi dan dunia yang didahulukan pasti lah kerusakan akan terus terjadi.

Kamis, April 22, 2010

Markaz Bahasa Arab Siap Laksanakan Seminar

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

GULUK-GULUK—Kalau tidak ada aral yang merintangi, Jum’at (23/4) besok pagi, Pengurus Markaz Bahasa Arab Annuqayah bakal menggelar Seminar Sehari Bahasa Arab Se-Annuqayah. Acara ini akan dilangsungkan di Masjid Jamik Annuqayah, dengan fasilitator Ustadz Ghazali Salim, Lc., pengasuh Pesantren Darul Lughah Akor, Perengkeles, Pamekasan.

Melihat persiapan yang dilakukan pengurus Markaz, acara ini insya Allah sukses. Menurut Nafi’uddin, ketua panitia, persiapan dalam menyongsong seminar ini telah dimulai sejak awal April yang lalu.

“Ini (persiapan, red.) merupakan suatu keharusan yang mesti kami lakukan. Kami tidak ingin ketika pelaksanaan nanti akan terbengkalai. Makanya, brosur pengumuman kami telah sebar jauh hari sebelum hari ’H’,” kata mahasiswa STIKA ini tatkala ditemui di kantor Markaz.

Sebenarya, seminar ini bukanlah atas inisiatif pengurus Markaz. Ia merupakan bagian dari program kerja yang dicanangkan oleh Ustadz Ghazali. “Kami hanya memfasilitasi saja. Namun begitu, format acara dipasrahkan langsung oleh Ustadz Ghazali kepada kami. Termasuk penentuan temanya,” ungkap Amirul Khotib, ketua Markaz Bahasa Arab Annuqayah masa bhakti 2009-2010.

Rencana awal, seminar ini akan diselenggarakan pada tanggal 15 April 2010. Hanya saja, Ustadz Ghazali berhalangan. “Jadinya ditunda besok,” ucap Nafi’uddin, singkat.

Semua santri Annuqayah yang berminat bebas mengikuti acara ini. Di samping itu, pengurus Markaz mengirim surat permohonan delegasi ke setiap pesantren daerah di Annuqayah yang di dalamnya terdapat lembaga yang membidangi Bahasa Arab.

“Ada empat lembaga Bahasa Arab di masing-masing daerah yang kami undang. Selebihnya, pesantren daerah yang tidak ada lembaga bahasa Arabnya juga kami undang atas nama delegasi pesantren,” papar M. Harirurrahman, sekretaris acara.

Seminar yang akan berlanjut setelah shalat Jum’at ini bertajuk “Revitalisasi Bahasa Arab di Pondok Pesantren Annuqayah”. Pilihan tema ini dilatarbelakangi oleh merosotnya ghirah santri Annuqayah dalam mendalami bahasa Arab.

“Dengan harapan,” ujar Amirul Khotib, “Seminar ini bisa menjadi pemantik bagi santri Annuqayah, sehingga mereka cinta lagi kepada bahasa Arab.”

Senin, April 19, 2010

Pentas Mini Sanggar Pelangi

A Faruqi Munif, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Kamis malam (15/04) kemarin, pentas mini yang menampilkan pementasan berbagai organisasi daerah (orda) yang diadakan oleh Sanggar Pelangi, Seksi Kesenian Orda Iksaj (Ikatan Santri Annuqayah Jawa) yang berada di bawah naungan P2O (Pengurus Pembinaan Organisasi) PPA Lubangsa, terlihat semarak. Itu ditandai dengan tepuk tangan dan antusiasme penonton.

Acara yang dimulai pada pukul 20.00-22.45 WIB itu dihadiri oleh beberapa komunitas yang berada di bawah naungan Seksi Kesenian PPA Lubangsa, antara lain, CTL-Pamor dan Sanggar Andalas.

Acara dimulai dengan sambutan oleh Khairul Umam, Sekretaris Iksaj. Sambutan itu mewakili Ketua Iksaj sekaligus Ketua Sanggar Pelangi.

Acara yang dipandu oleh Umar Faruq berlangsung seru dan meriah. Bintang tamu dari acara itu adalah Sanggar AIDS (Iksaputra), Sanggar Pawana (ISI) dan Gemilang (Persal).

Luthfi Aziz Azzaenuri, ketua Iksaj, mengungkapkan bahwa ada dua tujuan diselenggarakannya Pentas Mini. Pertama, sebagai upaya membangkitkan semangat anggota Sanggar Pelangi untuk tetap eksis di bidang kesenian. Kedua, sebagai wahana untuk mengajak sangar-sanggar di PPA Lubangsa, terutama yang ada dalam naungan orda di PPA Lubangsa, agar bisa aktif dan memiliki komitmen dalam berkesenian.

“Acara ini diadakan karena selama ini sanggar-sanggar di orda keberadaannya jarang terlihat. Maka dari itu kami mengharap ke depan sanggar-sanggar yang lain bisa menunjukkan batang hidungnya,” ujar santri asal Jember tersebut.

Ketua Iksaj itu menambahkan bahwa acara tersebut adalah program tahunan Seksi Kesenian. “Alhamdulillah, acara itu terealisasi karena tahun yang lalu acara ini gagal dilaksanakan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Iksaj sudah mengadakan acara maulid Nabi dan napak tilas. Selain itu, rencananya minggu ini Seksi Pendidikan Iksaj juga akan mengadakan latihan mengkafani jenazah untuk anggota Iksaj.

Minggu, April 18, 2010

ISI Adakan Pelatihan Kepenulisan

Jamaluddin, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Pengurus Ikhwanussubban al-Islamiyyin (ISI) mengadakan pelatihan kepenulisan yang diikuti oleh seluruh kru Buletin Paradise dan Majalah Dinding Mahkota. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari satu malam, yaitu pada hari Kamis hingga Jum’at (15-16/04) dengan peserta sebanyak 19 orang.

Pelaksanaan kegiatan ini dimulai pada pukul 14.00 WIB yang diawali dengan acara pembukaan yang dihadiri oleh seluruh peserta dan dewan penasehat ISI yaitu A. Rafi.

“Saya selaku ketua ISI mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh teman-teman pengurus yang telah dengan sekuat tenaga mensukseskan acara ini dan kepada fasilitator, Syauqie El-Rajie, yang sudi menjadi guru kita dalam kegiatan ini,” tutur Jauhari B selaku ketua ISI periode 2009-2010.

Seluruh peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini, mereka benar-benar ingin belajar tentang dunia kepenulisan dan keredaksian. “Saya sangat merasa beruntung bisa mengikuti kegiatan ini, karena organisasi ISI dalam bulan ini menargetkan akan menerbitkan Buletin Paradise edisi pertama,” ungkap Yusron Hidayatullah, salah satu peserta dari kegiatan tersebut.

Setelah acara pembukaan selesai, maka masuk pada sesi penyajian materi yang difasilitatori oleh Syauqie El-Rajie, salah satu mantan kru majalah Fajar (STIK Annuqayah) dan majalah Muara (Lubangsa Putra). Materi pertama yang disampaikan adalah teknik wawancara.

Syauqie berharap seluruh peserta yang mengikuti pelatihan kepenulisan yang diadakan oleh ISI bisa serius selama pelaksanaan berlangsung. Dia juga berharap setelah pelatihan seluruh peserta bisa mempraktikkan ilmu yang telah didapat selama dua hari itu.

Dalam pelatihan ini seluruh peserta dibagi menjadi tiga kelompok dengan nama yang bernuansa jurnalistik. Kelompok pertama “features”, kelompok kedua “berita” dan kelompok ketiga “investigasi”.

Pelatihan ini adalah sebagai pembekalan untuk seluruh kru Buletin Paradise dan Mading Mahkota. Keduanya adalah media pengembangan diri dalam dunia tulis-menulis yang dimiliki oleh ISI dan kedua media tersebut berada di bawah naungan seksi Pers dan Informasi.

Sesi pertama berakhir pada pukul 16.00 WIB dan dilanjutkan pada sesi kedua yaitu pada pukul 19.30 WIB. Pada sesi kedua, materi yang disampaikan adalah teknik menulis berita. Syauqie mengajak kepada seluruh peserta agar mampu menjadi wartawan yang profesional dan proporsional, yaitu dengan tidak melacurkan diri kepada nara sumber yang mencoba untuk menyuap wartawan agar berita tentang dirinya tidak ditulis.

Para peserta diajak untuk melihat langsung berita yang ada di koran untuk melihat cara penulisan berita yang baik dan para peserta satu persatu dipersilakan untuk memberikan penilaian atas berita yang dibacanya. Sebelum acara pada malam Jum’at diakhiri, para peserta diberi tugas untuk menulis berita tentang apa pun.

Esok harinya, pada hari Jum’at (16/04), kegiatan pelatihan dimulai kembali pada pukul 07.30 WIB dengan materi menyusun outline. Syauqie mengatakan bahwa outline adalah panduan dalam sebuah penerbitan.

Acara pelatihan ini berakhir pada pukul 11.15 WIB dan seluruh peserta sepakat akan bertemu kembali pada pukul 20.00 WIB untuk membahas tentang penerbitan Buletin Paradise edisi pertama.

Sabtu, April 17, 2010

Tiga Calon Guru Tugas Nirmala Diberangkatkan Lebih Awal

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Meski acara Pembekalan Pragraduasi Santri Siswa Kelas Akhir (Trisiska) Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala Periode 2009-2010 masih akan dilaksanakan pada awal bulan Mei mendatang, Pengurus Litbang (Penelitian dan Pengembangan) dan Kemasyarakatan Nirmala yang bertanggung jawab atas pemberangkatan dan penarikan guru tugas (GT) pada hari Rabu (14/04) kemarin telah memberangkatkan 3 santri ke lembaga at-Thahiriyah Desa Kebun Dadap Saronggi, Sumenep yang diasuh oleh KH Ahya'.

Ketiga anak santri tersebut ialah Ali Buldan santri asal Panggung Tambak Agung Ambunten, Sumenep, M. Muafiqul Khalid santri asal Desa Montorna Pasongsongan, Sumenep, dan M. Ali Akbar santri asal desa Galis Pulau Gili Genting, Sumenep. Mereka berangkat atas instruksi langsung dari Pengasuh Harian PPA Nirmala, KH A. Hamidi Hasan.

“Mereka diberangkatkan ke At-Thahiriyah lebih awal dalam rangka mengatasi kekosongan ustadz di lembaga tersebut,” ungkap Ali Makki, ketua pengurus Nirmala. Diharapkan, mereka bisa menggantikan 3 guru tugas sebelumnya yang saat ini sudah nonaktif.

Setelah acara Pembekalan Pragraduasi Trisiska nanti dilaksanakan, ketiga guru tugas yang berangkat kemarin tersebut belum tentu akan kembali ditugaskan ke lembaga itu kembali karena mereka hanya magang saja di at-Thahiriyah. Kemungkinan besar mereka dialihkan ke tempat pengabdian yang membutuhkan tenaga pengajar yang sesuai dengan kemampuan santri yang bersangkutan.

KH A. Hamidi Hasan dalam tausiyahnya setelah shalat jama'ah zhuhur mengatakan bahwa program pengabdian ini merupakan proses kelanjutan dari pendidikan santri selama berada di pesantren agar menjadi santri atau 'ibadullah yang takwa, mutafaqqih fi al-din, dan berwawasan luas sebagai mundzirul qaum sesuai dengan visi Pondok Pesantren Annuqayah.

Beliau juga menjelaskan mengenai hal-hal yang akan dilalukan selama berada di lembaga at-Thahiriyah yaitu mengajar di sekolah diniyah, membimbing baca al-Quran, dan yang paling penting adalah bersosialisasi serta membangun masyarakat setempat.

Untuk poin ketiga Beliau berharap agar mereka bisa menjalankan komunikasi dengan baik. “Komunikasi yang baik dengan tokoh setempat harus dilakukan dengan sebaik mungkin,” kata pengasuh.

Di akhir tausiyahnya, pengasuh berpesan agar mereka bertiga menjadi ustadz yang baik. “Jadilah ustadz yang bisa dijadikan contoh bagi anak didiknya, menjadi uswah hasanah sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya,” tambahnya.

“Saya merasa kurang yakin dengan kemampuan yang saya punya,”kata Bigul, sapaan akrab M. Muafiqul Khalid. Hal senada juga dikatakan oleh Ali Buldan. Dia juga merasa cemas dengan kemampuannya. Akan tetapi bagaimanapun ia harus melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin.

“Tak ada pilihan lain, saya harus bisa melaksakan tugas ini dengan baik karena ini adalah tanggung jawab,” ungkapnya saat ditemui setelah shalat jama'ah zhuhur.

“Saya yakin mereka bisa membawa dan menjaga nama baik Nirmala,” ujar Ahmad Fadali, pengurus Litbang dan kemasyarakatan.

Jumat, April 16, 2010

Karantina Kepenulisan Jilid II Dimulai

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Pelatihan kepenulisan yang digagas oleh Ahmad Khotib kembali dimulai pada hari Selasa (13/04) sore kemarin. Pelatihan yang diformat dalam bentuk karantina itu ditempatkan di kantor Ikatan Pemuda Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU), sebelah barat pemandian Dheleman Sabajarin, dan direncanakan akan selesai dalam waktu seminggu, yakni berakhir pada hari Senin (19/04).

Untuk pelatihan kepenulisan tahun ini, jumlah peserta bertambah 3 orang. Jika pada tahun sebelumnya hanya 7 peserta yang diambil dari kalangan santri dan berstatus mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman (STIK) Annuqayah, untuk kali ini peserta berjumlah 10 orang. Mereka terdiri dari kalangan santri, kalong, siswa dan mahasiswa.

“Sekarang saya tidak hanya fokus pada pengkaderan dari dalam saja (mahasiswa STIKA, red) sebab semuanya juga ingin belajar menulis. Jadi, saya hanya ingin mengurusi orang yang benar-benar bisa dan punya keinginan kuat untuk mendalami dunia kepenulisan,” ungkap Ahmad Khotib, mantan ketua Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STIK Annuqayah 2008.

Selama dua hari, kegiatan tersebut akan diisi dengan materi tentang tata cara penulisan yang benar seperti Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), teknik presentasi, teknik membuat judul, cara penulisan catatan kaki dan daftar pustaka. Dan yang akan mengisi semua materi itu adalah Ahmad Khotib sendiri. Sedangkan hari berikutnya adalah masuk pada sesi latihan.

“Untuk materi pertama seperti yang telah saya lakukan dulu. Yaitu menerangkan bagaimana berpikir logis dan sistematis. Dan materi pedomannya tetap memakai buku Langkah-Langkah Berpikir Logis, karangan Sunardji,” tuturnya.

Dalam pelaksanaan pelatihan tersebut, alumni STIKA yang pernah menyabet prestasi dua kali dalam bidang LKTI tingkat nasional itu tidak sendirian. Tercatat ada 7 orang yang akan mendampinginya. Tujuh orang itu merupakan alumni pelatihan yang sama tahun lalu.

Menurutnya, pelatihan kali ini jadwalnya akan lebih padat dari tahun sebelumnya, sehingga membutuhkan tenaga ekstra.

“Ya! Jika tahun lalu dua minggu, sekarang dipangkas menjadi seminggu. Karena sekarang saya tidak mempunyai waktu yang cukup banyak, tidak seperti ketika masih menjadi santri (Lubangsa Selatan). Maka dari itu, saya mengajak mereka (alumni pelatihan jilid I) turut serta mendampingi. Hitung-hitung juga sebagai balas budi pada saya yang telah mengajarkan mereka,” tambah alumni STIKA tahun 2009 itu.

Kamis, April 15, 2010

Panitia HIMA 2010 Terbentuk

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Selasa (13/04) kemarin, Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah (PPA) mengadakan rapat bersama pengurus Yayasan dan panitia Haflatul Imtihan Madrasah Annuqayah (HIMA) 2009 guna membahas Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Panitia HIMA 2009 dan membentuk panitia HIMA 2010.

Sedianya, seperti yang tercantum di undangan, rapat akan mulai dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB. Namun, berhubung pada jam tersebut anggota tidak memenuhi kuorum, rapat terpaksa molor hingga hampir setengah jam. Dari 16 orang yang diundang, yang hadir hanya 9 orang. Dua orang dari pengurus PPA, 1 orang dari pengurus Yayasan, dan 6 orang dari panitia HIMA 2009.

Rapat yang ditempatkan di Kantor Sekretariat Bersama PPA tersebut dimulai dengan laporan pertanggungjawaban panitia HIMA 2009, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan panitia HIMA 2010. Annasul Khalis terpilih kembali menjadi ketua panitia yang pada tahun 2008 pernah menjadi ketua panitia di kegiatan yang sama.

“Sebenarnya kandidat yang muncul ada dua yaitu Annas dan Yusri Fath. Namun, Annas terpilih secara aklamasi. Bisa dibilang peserta rapat “menodong” mereka berdua untuk berembuk sendiri siapa yang jadi ketua dan wakilnya,” tutur Readi Sahen, yang terpilih kembali menjadi bendahara umum.

Malam puncak HIMA 2010 yang direncanakan jatuh pada tanggal 3-4 Juli itu juga menghasilkan beberapa keputusan. Di antaranya, HIMA 2010 direncanakan akan mendatangkan 3 orang menteri, yaitu Menteri Pendidikan, Menteri Agama, serta Menteri Koperasi dan UKM.

Rapat itu juga sempat menyinggung format acara dan beberapa hiburannya. ”Acara HIMA ini pastinya bersifat edukatif dan hiburan. Bukan edukatif yang menghubur,” tambah staf pesantren itu.

BPM-PPA Adakan Pelatihan Database dan Web di ITS


Sabtu, 10 April 2010, Program Database dan Manajemen Pengetahuan Biro Pengabdian Masyarakat (BPM) PP Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, mengadakan pelatihan database dan web di Lab. Fakultas Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Acara tersebut diikuti oleh lima orang; Achmad Sunandar dan Fahrur Rozi, karyawan BPM-PPA; Fami dan Reyadi, pengurus pesantren; dan Abdurrahman, karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (STIKA). Kelima orang tersebut merupakan utusan dari masing-masing lembaga yang diproyeksikan mengelola data base lembaganya.

Pelatihan tersebut berlangsung selama satu hari. Rombongan berangkat sekitar pukul 4:30 WIB dan sampai di ITS sekitar pukul 07:40 WIB. Acara sedikit molor karena rombongan datang agak terlambat. Rencananya, acara akan dilangsungkan pada pukul 07:30 WIB, tapi karena rombongan kesulitan mencari tempat berlangsungnya acara, maka acara baru dimulai sekitar jam 08:30 WIB.

Pelatihan kali ini difasilitasi oleh Prof. Dr. Agus Zainal Arifin, S. Kom, salah satu dosen ITS. Beliau juga dibantu oleh staf-stafnya. Pelatihan ini merupakan tidak lanjut dari pelatihan sebelumnya yang diadakan oleh BPM-PPA dan juga fasilitasi oleh Pak Agus dan tim dari ITS.

Acara diawali dengan mencari poin-poin masalah yang dihadapi oleh masing-masing peserta kaitannya dengan sistem database tiap lembaga yang mereka kelola. Pemandu acara, Moh. Yasin, salah satu staff, meminta para peserta mengutarakan masalah-masalah tersebut. Dari sekian kesulitan-kesulitan itu, akhirnya mengerucut pada satu poin, yaitu pembuatan data base MySQL. Yasin mengakui, untuk masalah tersebut memang tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang teramat singkat. “Di sini (ITS Red.) saja program itu menjadi materi kuliah satu semester,” katanya.

Bapak Agus yang datang belakangan, ketika mendengar persoalan-persoalan yang utarakan peserta mengatakan, lebih baik memulai secara perlahan-lahan dan dari yang kecil-kecil. “Setiap lembaga menginginkan sistem data base-nya serba otomatis. Namun karena tidak didukung SDM yang memadai, akhirnya data base yang kami buat untuk mereka dibiarkan begitu saja, tidak diupdate,” katanya. Setelah diskusi tersebut, disepakati pelatihan ini lebih difokuskan pada pengelolaan website. Pak Agus menyarankan, untuk lembaga-lembaga yang belum membutuhkan database secara mendesak lebih baik menggunakan yang manual dulu. “Baru kalau SDM-nya sudah memadai, silahkan gunakan program data base seperti ini,” lanjutnya.

Usai diskusi, acara dilanjutkan dengan pengenalan xampp dan wordpress offline, mulai dari cara menginstall, cara menyinkronkan keduanya, dan cara membuat dan mengelola wordpress. Acara kali ini dipandu oleh beberapa staff. Bagi sebagian peserta, pengenalan wordpress merupakan pemantapan, namun beberapa yang lain masih menganggapnya barang baru. Itu karena mereka tidak mengikuti pelatihan sebelumnya.

Diakhir acara, Pak Agus meminta peserta untuk menyampaikan apa saja yang sudah didapat dari pelatihan selama satu hari tersebut dan apa yang akan dikerjakan setelah para peserta sampai di lembaganya masing-masing. Beliau mengharapkan, para peserta bisa membuktikan secara konkret dari pelatihan ini.

Acara usai sekitar pukul 14:45 WIB. dan rombongan peserta bertolak ke PP. Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura.

Berita ini dikutip dari Web BPM-PPA.

Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra Adakan Lomba Menulis

Jamaluddin, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Untuk meningkatkan kualitas keilmuan siswa, Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra mengadakan kompetisi menulis bertajuk Let's Writing Competition. Lomba menulis ini akan diikuti oleh siswa MA 1 Annuqayah Putra. Jenis tulisan yang dilombakan adalah resensi buku, opini, artikel, naskah drama, dan kliping koran.

Lomba yang diadakan oleh Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra ini muncul pertama kali atas inisiatif Kepala MA 1 Annuqayah Putra, K. Muhammad ‘Ali Fikri, S.Ag., sedangkan sebagai tim pelaksana adalah para pustakawan.

Moh. Shabri selaku Kepala Perpustakaan mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk mengevaluasi kegiatan kelompok SPEDUL (Siswa Perlu Ilmu), yaitu kelompok tulis menulis yang berada di bawah naungan perpustakaan. Dia berharap agar lomba ini bisa diikuti dengan serius oleh siswa MA 1 Annuqayah Putra sebagai media untuk mengembangkan potensi diri.

Dewan juri yang akan menjadi penilai dalam lomba ini adalah guru MA 1 Annuqayah Putra. Diperkirakan lomba menulis ini akan menghabiskan dana sebesar dua juta rupiah. Hadiah yang akan diberikan kepada para pemenang adalah berupa voucher belanja buku yang tidak bisa diuangkan. Rencena sementara untuk juara pertama akan diberi hadiah voucher sebesar seratus ribu rupiah, juara II voucher senilai tujuh puluh lima ribu rupiah dan untuk juara III vocher lima puluh ribu rupiah.

Puncak lomba ini akan diisi dengan pemutaran film dan sekaligus mengumumkan para pemenang lomba yang rencananya akan dilaksanakan pada 5 Mei 2010 nanti.

“Saya senang Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra mengadakan kompetisi ini, karena dengan lomba ini siswa bisa bersaing untuk menjadi pemenang. Apalagi Perpustakaan kemarin sudah mendapatkan bantuan buku dari Diva Press sebanyak 200 Eksemplar dan ini membuat kami lebih bersemangat untuk berkompetisi,” ungkap Fauzan, salah satu siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah Putra. Seluruh siswa sangat antusias untuk mengikuti lomba ini.

Dalam lomba ini, batas waktu yang diberikan oleh panitia untuk mengumpulkan naskah lomba adalah 27 April 2010. “Saya berharap agar semua siswa bisa mengikuti lomba ini dengan penuh semangat,” ungkap Halif selaku ketua panitia.

Rabu, April 14, 2010

Ralat Berita 13 April 2010

Dalam berita di blog ini yang berjudul "Siska MAIA Sumbang 3 Unit Komputer" yang ditulis oleh A Faruqi Munif (dimuat pada Selasa, 13 April 2010) terdapat kekeliruan. Dalam berita itu tertulis: 3 unit komputer. Yang benar adalah 3 unit monitor LCD, 3 mouse dan keyboard.

Dengan ini kekeliruan telah diperbaiki. Harap maklum.

A’yat Syafrana G. Khalili: Penyair Muda dari Latee

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

10-07-1990 adalah angka bersejarah. Pada tanggal ini, bertempat di kampung Telenteyan, Longos, Gapura, Sumenep, telah lahir manusia genius yang nantinya menorehkan banyak prestasi yang sangat gemilang. Dia adalah A’yat Syafrana G. Khalili.

A’yat Syafrana G. Khalili bernama asli Khalili. Ia adalah santri PP Annuqayah daerah Latee yang telah lama bergelut dalam dunia kepenyairan. Puisi-puisinya diakui banyak kalangan sebagai syair lembut nan mencerahkan. Itulah Khalili, sosok sederhana yang kuasa melahirkan kreasi mengagumkan dan menyentuh perasaan sanubari terdalam.

Pendidikan dasarnya diselesaikan di desanya sendiri (MI Taufiqurrahman, 1997-2003), sedangkan SMP-nya di Yayasan Abdullah (YAS’A, 2004-2006) PP Mathali’ul Anwar, Pangarangan, Sumenep. Aktivitas menulis, khususnya sastra, cerita pendek, puisi, dan esai, dimulai semenjak dia belajar menulis catatan harian, surat-surat, dan sejenisnya. Ketika itu ia masih duduk di bangku akhir kelas II SMP, sekaligus menjadi ilustrator terpilih Majalah Deblis (Debat-Tulis, 2005-2006).

Di balik semua senyum-tawa yang sering menghiasi wajahnya, tersimpan torehan sejarah yang memiris hati. Orang tua Khalili tergolong keluarga miskin. Selama mengenyam masa pendidikan, seringkali Khalili dibenturkan dengan persoalan finansial. Tak jarang biaya SPP-nya nunggak. Untungnya, sekolahnya tidak terlalu mempersoalkan hal ini, selagi siswa tersebut menjunjung tinggi kejujuran.

Pakaian yang selalu dikenakan Khalili tergolong sederhana. Hanya saja, dia bisa membedakan, mana pakaian yang harus dipakai ketika bersih-bersih di dhalem KH Ahmad Basyir, AS, pengasuh PP Annuqayah Latee, tiap pagi dan sore, dan mana pula pakaian yang layak digunakan tatkala shalat berjama’ah. Walau pakaiannya sederhana, kerapian dan kesantunan selalu dia kedepankan.

Jangankan membeli pakaian mewah, mampu menghidupi dirinya sudah mujur. Ketika ditanya berapa jumlah uang bekal yang ia terima tiap bulan, santri yang mondok di PP Annuqayah Latee sejak Juli 2006 ini sangat sungkan menjawabnya. “Meski begitu, selama mondok saya masih diberi kecukupan oleh Allah. Apalagi perhatian Ny Umamah Makkiyah (istri KH Ahmad Basyir AS) sangat besar pada saya. Beliau sering memberi saya uang dan makanan,” ujarnya dengan nada yang polos.

Kesulitan hidupnya tidak membuat dia menyerah pada keadaan. Ia berkomitmen untuk menjadi manusia berprestasi. Tidak dapat dipungkiri, komitmen tersebut sangat berbanding lurus dengan banyaknya prestasi yang telah diraihnya. Bagi orang yang baru mengenalnya, tentu hal tersebut merupakan suatu hal yang mencengangkan.

Satu hal yang juga amat mengagumkan dari Khalili ialah kepeduliannya dalam mendidik santri yang punya minat besar terhadap sastra. Dengan menggagas berdirinya Rumah Sastra Bersama (RSB) Annuqayah, banyak santri yang ‘tertampung’ di dalamnya sehingga bisa serius dalam berproses menjadi sastrawan.

“Saya merasa puas dengan didikan yang diberikan Khalili. Awalnya saya kebingungan untuk merajut kata-kata dengan baik, tapi dengan ketelatenannya, Khalili mampu memompa semangat saya,” ungkap Nailur Ridla, salah satu santri yang menjadi anggota RSB.

Sejak kelas II SMP, Khalili sudah berprestasi. Setelah makin terangkat motivasinya dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui, ia nekat mengirim puisinya untuk lomba tingkat nasional setelah mengikuti pelatihan penulisan puisi bersama Balai Bahasa Surabaya di Annuqayah. Tak disangka-sangka ia pun tembus menjadi penulis terbaik ke-2 kategori karya sastra tingkat remaja nasional versi Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional dalam rangka Bulan Bahasa & Sastra 2006 sekaligus peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-78. Setelah itu ia juga meraih juara terbaik pertama dalam lomba penulisan karya sastra puisi tingkat Jawa Timur yang diadakan oleh Taman Budaya Jawa Timur (TBJT, Surabaya, 2006).

Berlanjut pada tahun 2007, tepatnya 28 April, ia kembali menyabet Anugerah Piala Walikota Surabaya sebagai juara terbaik pertama kategori karya sastra dalam lomba penulisan puisi tingkat SLTA/sederajat se-Jawa Timur. Penyelenggaranya adalah Teater Kedok SMAN 6 Surabaya.

Beberapa kali ia juga pernah mengisi seminar-seminar kecil, diundang dalam memperingati hari-hari perayaan di Radio Republik Indonesia (RRI 2007-2008), seminar dan temu penulis & sastrawan muda Madura dan Jawa Timur (Pamekasan, 2007), juga menjadi juri beberapa lomba kepenulisan.

Di samping itu, Khalili juga menulis esai, cerpen, drama, prosa dan artikel. Beberapa di antara karya-karyanya muncul di pelbagai media lokal dan nasional, seperti Majalah Sastra Horison, Majalah Bende, Majalah Media Jawa Timur, Gong, Kuntum, Tera, Annida, Majalah Mimbar Pembangunan Agama, Radar Madura, dan lain-lain. Beberapa karyanya juga terbit dalam antologi bersama: Pemenang & Puisi Pilihan Bulan Bahasa & Sastra 2006 (PB Depdiknas, 2006), Rumah Seribu Pintu (RSB, 2008), Annuqayah Dalam Puisi ’08 (BPA, 2008), Kaliopak Menari (Matapena, 2008), Sebab Akulah Kata (kedokbooks, 2007), Manuskrip Pertama (BPA, 2009), Narasi Batang Rindu, dan lain-lain. Saat ini pun dia masih terus rajin menulis dan berkarya.

Menurut Khalili, karya-karyanya banyak diinspirasi oleh berbagai fenomena kehidupan yang ia terjemahkan ke dalam barisan kata-kata yang sarat dengan nilai kemanusiaan. Khalili termasuk penyair yang tak tega menyaksikan kondisi sosial kemasyarakatan yang memprihatinkan. Dari situlah proses kreatifnya tumbuh. “Saya lakukan semua itu atas nama kemanusiaan,” ujar santri yang pernah dipercaya sebagai ketua Rayon al-Farisi di PPA Latee selama 2007-2009 ini.

Lebih jauh dia menyatakan bahwa dirinya belum begitu mampu meringankan beban hidup orang-orang papa melalui dukungan materi. Masalahnya bisa ditebak: jangankan membantu orang lain dengan sokongan materi, mampu menghidupi dirinya saja sudah merupakan anugerah yang tak terkira berharganya. Menyentuh nurani orang-orang yang mampu dalam hal materi, baginya, merupakan langkah efektif agar mereka sadar akan kewajibannya untuk menolong orang-orang yang melarat hidupnya. “Orang-orang mampu yang tidak terketuk hatinya untuk menyantuni fakir-miskin adalah bentuk lain dari hilangnya nilai-nilai kemanusiaan,” imbuhnya.

Strategi jitu yang bisa diandalkan, gagasnya, ialah dengan membangun peradaban melalui puisi. Puisi, baginya, bukanlah sekadar permainan kata-kata. Tak jarang orang merasa bosan ketika dihadapkan pada oretan puisi. Tidak sedikit pula orang merasa pusing bila membaca puisi secara serius hingga keningnya mengkerut. Sebagai jalan pelarian, orang sering menuduh bahwa puisi hanyalah permainan kata-kata.

Khalili, yang saat ini juga menjadi pembimbing pengajian al-Qur’an untuk santri baru, menegaskan bahwa mereka yang berpikiran semacam itu tak lebih karena terdampar pada hamparan pantai kata-kata, tidak mampu menyentuh mutiara terdalam yang terkandung di dasar lautan puisi. Pembacaan terhadap puisi yang hanya dilakukan secara sepintas akan berujung pada kebingungan. Makanya, puisi bukanlah teks yang hanya cukup dibaca sekejap mata. Namun lebih dari itu, puisi harus dipahami secara sadar lewat integrasi antara logika dan perasaan. Begitulah Khalili memberikan tawaran dalam membaca puisi.

Tak kalah penting dari itu, lanjutnya, puisi ialah sebentuk instrumen-atraktif dalam membangun peradaban. Peradaban Islam pada masa lampau amat jelas tidak lepas dari peran konstruktif dari puisi. Pada masa kejayaan Islam, lahirlah penyair-penyair andal yang kuasa memberikan angin segar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Imam Al-Ghazali, Fakhruddin al-Razy, Muhammad Iqbal dan filosof-filosof Islam lainnya hidup dan mampu mewarnai kehidupan dengan melahirkan karya-karya monumental yang di dalamnya kental dengan nuansa sastranya. “Sampai detik ini, saya (tetap) berkeyakinan bahwa peradaban itu bisa terbangun melalui kekuatan puisi,” pungkasnya.

Selasa, April 13, 2010

Kebangkitan Rayon al-Farisi


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

GULUK-GULUK—Santri Rayon al-Farisi PPA Latee yang selama ini dihadapkan pada vakumnya kegiatan kini boleh berbangga. Pasalnya, rencana pengurus Rayon al-Farisi untuk menyelenggarakan kursus Bahasa Arab dan bimbingan al-Qur’an mulai tampak di depan mata.

Senin malam (12/04) kemarin, sekitar pukul 21.15 WIB, pembukaan kursus Bahasa Arab dan bimbingan al-Qur’an digelar. Kegiatan yang bertempat di Gedung Diniyah Lantai II ini dihadiri oleh Majlis Pertimbangan Pengurus (MPP), Pengurus Harian, Kepala Diniyah dan Koordinator Kamtib PPA. Latee sekaligus juga melibatkan semua santri yang telah mendaftarkan.

Meskipun format acaranya dikemas secara sederhana, para peserta tampak khidmat mengikutinya. “Acaranya memang sederhana. Tapi saya bersyukur adik-adik santri bisa serius,” kata Abd. Rasyid, ketua panitia yang juga tercatat sebagai pengurus rayon Al-Farisi.

Menurut Ahmad Usmuni, ketua Rayon, kegiatan kursus dan bimbingan ini digratiskan. “Tak sepeser pun santri dipungut biaya,” ungkapnya. Lebih lanjut dia mengatakan, kegiatan ini hanya dianjurkan bagi santri Al-Farisi yang berminat.

Hal itu tidak terlepas dari pertimbangan dari Abu Sairi, S.Pd.I, ketua Pengurus Latee. “Rayon al-Farisi adalah tempat khusus santri baru. Rata-rata umur mereka masih di bawah 13 tahun. Takutnya tidak kerasan, makanya tidak diwajibkan,” papar santri yang masih lajang ini.

Dalam sambutannya, Abu mempertegas mengapa baru sekarang merekomendasikan adanya kursus dan bimbingan di Al-Farisi. “Sebab saya melihat santri-santri Al-Farisi masih dalam proses beradaptasi. Saya masih sering menjumpai mereka menangis karena teringat pada orang tuanya,” jawabnya.

Kegiatan kursus dan bimbingan ini memanfaatkan tutor dari Latee sendiri yang memang kompeten di bidangnya. Ada dua tutor untuk Bahasa Arab, sedangkan bimbingan al-Qur’an hanya ditangani satu orang.

“Untuk Bahasa Arab kami memercayakan pada Romaiki Hafni (santri senior Darul Lughah al-‘Arabiyah Latee) dan Ahmad Faidlal (santri latee yang kini menjadi pengurus Markazul Lughah al-‘Arabiyah Annuqayah),” terang Ahmad Usmuni. Sedangkan tutor bimbingan Al-Qur’an, lanjutnya, adalah Ali Izam Shiddiq yang memang sudah terkenal kefashihannya dalam membaca Al-Qur’an.

Santri yang mengikuti kegiatan ini bisa dipastikan tidak bakal mengalami kejenuhan, karena jadwal yang ditetapkan tidak full dalam seminggu. “Ahad dan Rabu pagi khusus Bahasa Arab, sedangkan bimbingan al-Qur’an dilaksanakan pada hari Senin pagi,” ungkap mahasiswa Tafsir Hadis ini.

Program Rayon al-Farisi ini disambut baik oleh santri, sebagaimana diungkapkan Moh. Afifillah. Santri yang bermukim di Rayon Al-Farisi nomor 03 ini menuturkan bahwa ia sangat senang sekali bisa ikut kursus. “Sejak dulu saya berkeinginan untuk ikut kursus, tapi baru terwujud sekarang. Saya senang banget,” katanya dengan polos.

Perkembangan sementara, untuk bimbingan Tartilul Qur’an masih diikuti 11 orang . Sedangkan Bahasa Arab lebih banyak dari itu, yakni sudah mencapai 25 orang.

Namun begitu, Usmuni tetap optimis bahwa di hari-hari mendatang pesertanya pasti bertambah. “Saya yakin masih banyak santri yang berminat. Sebab, tidak sedikit dari mereka mengatakan ingin ikut namun masih mau minta izin pada orang tuanya,” pungkasnya.

Siska MAIA Sumbang 3 Unit Komputer

A. Faruqi Munif, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Senin (12/4) kemarin, siswa kelas akhir (Siska) MA 1 Annuqayah Putra (MAIA) memberikan kenang-kenangan berupa 3 unit komputer kepada sekolah. Kenang-kenangan ini diberikan agar dapat dioperasikan oleh siswa dan dimaksudkan untuk sarana kreativitas siswa dalam berkarya.

Tiga unit komputer yang total nilainya 4,7 juta rupiah itu diperoleh dari sumbangan siswa. Biasanya, untuk tahun-tahun sebelumnya, siswa kelas akhir memberikan kenang-kenangan berupa semen sebagai bahan pembangunan gedung sekolah yang baru.

Tahun ini, Siska sengaja memberikan kenang-kenangan tersebut karena sebagian besar pembangunan yang sedang berlangsung di sekolah sudah ditanggung oleh wali siswa.

“Kami sengaja memberikan 3 unit komputer sebagai sarana untuk siswa yang kreatif. Selama ini siswa masih kerepotan menyalurkan karya-karyanya,” tutur Munir Atlan, ketua panitia Siska.

Saat berita ini ditulis, komputer-komputer itu masih diletakkan di ruang perpustakaan sekolah. Rencananya, menurut K. Muhammad 'Ali Fikri, Kepala MAIA, 3 komputer itu akan ditempatkan di ruang laboratorium.

“Menurut kepala sekolah, komputer itu akan diletakkan di ruang laboratorium. Namun, berhubung belum adanya ruang laboratorium, untuk sementara kami tempatkan di sini dulu (perpus),” ujar siswa asal Batuputih itu.

Ketika ditanya tentang dimulainya pengoperasian komputer itu, Munir Atlan mengungkapkan bahwa saat ini masih akan digunakan untuk kepentingan Siska.

“Untuk sementara waktu penggunaan komputer ini masih ditangguhkan mengingat persiapan Siska yang belum terselesaikan. Apalagi memory book Siska masih belum rampung,” jelasnya.

Senin, April 12, 2010

Quo Vadis Siswa Kelas Akhir?

Munir, Siswa Kelas Akhir MA 1 Annuqayah Putra

Sebentar lagi siswa kelas akhir akan memasuki kehidupan yang berbeda. Mereka akan meninggalkan masa-masa sekolahan yang saat ini dihinggapinya. Entahlah kemana mereka akan beranjak setelah lulus nanti apakah mereka masih tetap berupaya untuk melanjutkan studynya kejenjang yang lebih tinggi yang biasa kita kenal dengan ‘Kuliah’ atau mereka akan mencari kehidupan lain yaitu dengan memasuki kehidupan dunia kerja?

Yang jelas pilihan ada ditangan mereka masing-masing. Yang terbaik tidak bisa kita prediksi dengan pandangan semata karena kehidupan ini penuh dengan teka-teki, kadang hal-hal yang kita cita-citakan tidak dapat kita capai, tapi hal itu bukan berarti kegagalan hidup. Mestinya dijadikan sebagai pelajaran untuk selalu berhati-hati dalam mengerjakan segala hal.

Dalam hal ini, Siswa-Siswa kelas Akhir MA 1 Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, mempunyai keinginan tersendiri untuk melangkah-menjalani hidup setelah lulus nanti. Sebagaimana dikatakan oleh Ahmad Halif, siswa kelas XII IPS 1. “kalau aku setelas lulus nanti akan melanjutkan keperguruan yang lebih tinggi, karena hal itu adalah merupakan kewajiban.”

Hal itu didasarkan atas kesadaran dirinya akan pentingnya menuntut ilmu. Rasulullah SAW. pernah bersabda “Tuntutlah ilmu walaupun sampai kenegeri Cina.”, Maka dari itu buatku tidak ada pekerjaan lain kecuali belaja-dan belajar

Lain halnya dengan yang dikatan oleh Moh. Zaidi, Kelas XII IPS 3. Dia memilih untuk berkarir didunia bisnis. “Aku akan terjun kedunia bisnis, akan tetapi bukan berarti aku akan meninggalkan kewajibanku untuk belajar, karena bagiku belajar tidak harus dengan di sekolah atau dibangku kuliah,”tambahnya.

Setelah diadakan penelitian ternyata kayaknya dari teman-teman siswa MA 1 Annuqayah yang memilih berkarir dalam dunia bisnis adalah mereka yang telah mengikuti acara training Entrepreneur dengan tema “Menjadi Pengusaha-pengusaha Muslim Professional” dalam pelatihan tersebut. A. Khairus Salim, salah seorang dari Entrepreneur College (EC) yang menjadi pemateri pada pelatihan tersebut beliau menjelaskan dan memberikan data penduduk bekerja menurut pekerjaan dan pendidikan. dalam data tersebut dijelaskan bahwa semakin tinggi sekolah seseorang, tidak membuat seseorang memiliki keberanian untuk usaha mandiri atau menjadi pengusaha.

Namun sebaliknya, semakin tinggi seseorang sekolah, maka orang tersebut semakin menjadi karyawan, buruh, kuli dan atau pegawai. Beliau menjelaskan kalau seseorang sudah mengenyam pendidikan pendidikan yang tinggi maka rasa gengsi untuk sekedar jualan akan merasa malu. Padahal kehidupan seorang pegawai adalah kehidupan yang tidak merdeka pekerjaan diatur orang lain, pendapatan diatur orang lain, sebagian besar kehidupan ini ditentukan orang lain dan akhirnya tidak memiliki kebebaasn dalam hidup ini.

Kebebasan waktu, kebebasan pekerjaan, kebebasan datang dan pulang kantor, kebebasan menentukan pendapatan sendiri dan berbagai kebebasan lain akhirnya menjadi hal yang amat mahal bagi kehidupan ini. berbeda dengan jika menjadi seorang Wirausahawan. Di sana ada kebebasan, ada kemerdekaan dan juga ada resiko.

Entahlah, ke arah mana yang terbaik kita akan beranjak setelah lulus nanti, tapi yang jelas kita harus menyadari bahwa kehidupan ini penuh liku dan berkelok, tak jarang jalan ini terjal dan berbatu. Apa pun yang hadir dihadapan kita mestinya kita mampu untuk menjawabnya dengan kekuatan hati, pikiran tenaga dan bahkan materi. Jiwa raga adalah taruhannya.

Dalam hal ini Wakil Kepala Bidang Kesiswaan MA 1 Annuqayah Moh. Khalili Kn. memberikan saran tentang kemana seharusnya siswa kelas akhir beranjak setelah lulus nanti. “Saya katakan kepada seluruh siswa kemana mereka akan pergi setelah lulus nanti terserah mereka, apakah mereka akan Kuliah, berbisnis atau bahkan berkeluarga, tapi yang jelas jangan pernah berhenti untuk belajar, karena tanpa belajar masa depan kita akan suram. Untuk itu, saya ucapkan selamat berjuang anak-anakku! berjuang menghadapi dan menjalani kehidupan yang penuh dengan lika-liku ini,” katanya.

Tulisan ini dimuat di Rubrik Forum Muda Kompas Jawa Timur, Sabtu, 10 April 2010.

Santri Latee Diundang Mengaji Yasin dan Tahlil


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

GULUK-GULUK—Pernyataan bahwa sudah ada pergeseran kepercayaan masyarakat terhadap pesantren tidak seutuhnya benar. Hal itu dapat dibuktikan dengan kecenderungan sebagian besar masyarakat untuk mengundang santri Latee mengaji Yasin dan tahlil bersama.

Seperti yang terjadi Ahad siang (11/04) kemarin, setelah berjama’ah shalat Zhuhur, sekitar 27 santri Latee tampak menuju mobil pick up yang terparkir di depan Rayon al-Ghazali. Mereka berdesakan naik ke atas mobil sebab sopir sudah siap berangkat. Arah tujuan rombongan tersebut ialah Desa Guluk-Guluk Barat, Guluk-Guluk, Sumenep. Santri-santri itu diundang mengaji Yasin dan Tahlil.

Menurut penuturan Ali Makki, sopir mobil tersebut, undangan mengaji Yasin dan tahlil dari masyarakat telah lama berlangsung, setidaknya untuk santri Latee. “Masyarakat sudah terbiasa meminta bantuan pada santri untuk mendoakan salah satu keluarganya yang meninggal dunia. Bisa dikata, ini sudah menjadi tradisi,” ujar alumnus STIKA yang kini dipercaya sebagai bendahara Latee ini.

Menariknya lagi, rombongan ta’ziyah ini tidak “dilepas” begitu saja oleh Abu Sairi, ketua pengurus PPA Latee masa khidmat 2009/2010. Tiap kali ada undangan dari masyarakat seperti selamatan, pernikahan, tahlilan, dll., ia selalu tampil di garda depan.

“Saya melakukan itu semua sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat. Dengan begitu masyarakat akan merasa bahwa undangannya betul-betul dihargai,” pungkasnya sebelum berangkat ke Guluk-Guluk Barat kemarin.

Perpus MA 1 Annuqayah Putra Mendapat Bantuan Buku dari Penerbit Diva Press

A. Faruqi Munif, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Sabtu (10/04) kemarin, Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra mendapatkan bantuan berupa buku sebanyak 200 eksemplar dari Penerbit Diva Press Yogyakarta. Bantuan itu diterima setelah pihak perpus dikonfirmasi oleh Edi Mulyono, direktur Diva Press.

“Mereka mengkonfirmasi kami untuk datang ke sana (Diva Press) guna mengambil buku bantuan itu,” ujar M. Shabri, ketua Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra.

M. Shabri juga mengungkapkan bahwa sejak dulu Edi Mulyono dan K Muhammad 'Ali Fikri (Kepala MA 1 Annuqayah Putra) berteman sangat dekat. Ketika Edi Mulyono tahu bahwa sebagian besar siswa-siswa MA 1 Annuqayah Putra mempunyai minat yang tinggi dalam membaca, dia tak segan-segan dan langsung memberikan bantuan buku.

“Sejak dulu, Edi Mulyono adalah teman dekat beliau (K Muhammad 'Ali Fikri) dan komunikasinya berlangsung hingga kini,” ucapnya.

Buku-buku yang diberikan beragam temanya, mulai dari novel, psikologi, filsafat dan buku-buku ilmiah lainnya. Yang paling banyak adalah buku-buku fiksi. Sampai saat ini mayoritas siswa memang masih lebih suka terhadap buku-buku fiksi.

Ketika ditanya tentang kapan buku-buku itu akan dipinjamkan, M. Shabri mengatakan bahwa masih ada beberapa proses yang harus dilalui sebelum peminjaman, seperti, inventarisasi, klasifikasi, katalog, dan sebagainya. “Dalam waktu singkat ini, siswa akan menikmati buku-buku tersebut. Mungkin, seminggu lagi semuanya akan rampung,” katanya.

“Dan selebihnya, harapan saya, semua siswa harus bisa menjaga buku-buku yang dipinjamnya, dengan cara tidak melipat, mencoret dan melakukan hal-hal yang sekiranya bisa merusak buku tersebut. Saya juga mengimbau kepada siswa untuk mengembalikan buku tepat waktu,” lanjutnya.

Memang, siswa-siswa MA 1 Annuqayah Putra masih banyak yang belum sepenuhnya bisa menjaga buku-buku yang dipinjamnya. Seringkali mereka juga mencorat-coret, melipat dan melakukan hal-hal yang bisa merusak buku-buku tersebut.

Minggu, April 11, 2010

Khairul Mubarik di Mata Teman-Temannya


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Wafatnya Khairul Mubarik (23), salah seorang Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala yang berasal desa Batu Ampar, pada hari Jumat (02/04) yang lalu masih menyisakan banyak kenangan dan duka bagi teman-temannya, terutama bagi taman dekatnya.

Sejak dilantik menjadi pengurus pada tahun angkatan 2008-2009, dia menjabat sebagai pengurus Seksi Takmir dan Kesenian. Dia termasuk santri senior. Tahun 2005 ia mondok ke PPA Nirmala. Selama 4 tahun (2005-2009) dia dikenal dengan santri yang ceria, pandai membuat teman-temannya tertawa, dan ulet bekerja.

Di sela-sela kesibukannya sebagai penjaga toko ABC (Annuqayah Business Center), dia masih bisa mengayomi santri dan bisa menjalankan tugas-tugasnya sebagai pengurus takmir.

“Mubarik itu meninggalkan kuliahnya bukan karena apa-apa, tetapi karena dia sudah tidak punya biaya lagi untuk melanjutkan kuliahnya, sehingga terpaksa cuti,” kata Rasyid, panggilan akrab Khatim Ibnu, salah seorang teman dekatnya yang tinggal satu kamar dengan Mubarik.

Khatim sama sekali tidak menyangka bahwa Mubarik akan meninggalkan teman-temannya. Dia merasa bersedih karena dia masih ingat kadatangannya ke Nirmala beberapa minggu sebelum dia dijemput oleh Allah swt. Ia berkunjung ke Nirmala pada hari Jum’at (12/03), bernostalgia dengan teman-temannya di depan toko Amanah Nirmala.

Dia juga sempat makan bersama Ali Makki (Ketua Pengurus Nirmala) di Toko Kitab, dan menonton film Stealth bersama Lutfi Imam (Koodinator Pengurus Binkadis) dan saya sendiri. Mubarik menderita penyakit TBC. Sekitar satu bulan dia berada di rumahnya untuk menjalani perawatan.

“Insya Allah saya akan kembali minggu depan,” katanya di hari Jum’at itu.

“Saya cuma ingin check up ke dokter di Pakong, Pamekasan. Mungkin tinggal dua kali lagi,” ia berkata dengan santai.

Sambil menunggu mbaknya pulang dari STIK Annuqayah yang sedang mengikuti kuliah program ekstensi, ia ngobrol dengan saya dan teman-teman. Dia terlihat telah sembuh total. Beberapa saat kemudian dia pulang mengendarai motor Bravo bersama mbaknya.

Hari Sabtu keesokan harinya, didengar kabar bahwa dia jatuh sakit. Penyakitnya kambuh lagi. Dia dirujuk ke RSUD Pamekasan. Saya dan teman-teman menjenguknya. Badannya tampak kurus, selalu berbatuk. Seakan-akan ia ingin mengeluarkan sesuatu dari balik lehernya. Waktu itu dia masih dia masih mampu berbicara, masih ingat kepada kami semua yang datang menjenguknya. Sepertinya ada harapan untuk sembuh. Dia mengucapkan terima kasih ketika kami hendak pulang.

“Terima kasih ya,” katanya sambil memegang tangan saya.

“Ia, semoga kamu lekas sembuh,” saya membalas ucapannya seraya mendoakan.

Sekitar 16 pengurus menjenguknya, beberapa hari setelah itu kabarnya kondisinya semakin memburuk. Dia dibawa pulang ke rumahnya karena kondisinya sudah sangat kritis.

Suasana kematian semakin terasa akan menjemputnya di saat salah seorang kerabatnya datang ke PPA Nirmala. Dia disuruh melihat catatan hutang yang ada di lemarinya oleh Mubarik. Tidak cuma saya sendiri yang merasakan bahwa Mubarik akan tiada, teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama.

“Biasanya kalau orang akan mendapati ajalnya dia akan berwasiat,” kata Nuruz, salah seorang pengurus Binkadis (Pembina Keamanan dan Kedisiplinan Santri).

Saya pun mengiyakan ucapannya, apalagi ditambah dengan kondisinya yang tidak menunjukkan perkembangan baik.

Teman-teman yang lain berasumsi bahwa kedatangannya ke PPA Nirmala pada hari Jum’at (12/03) ketika kondisinya belum betul-betul sehat sebagai kunjugan terakhir karena sesungguhnya dia ingin pamit kepada kami semua, namun kami tidak mengerti. Kenyataan itu semakin membuat kami berduka.

Dua hari (31/03) sebelum ia tiada, M. Rizal Bakrie (25), tetangga Mubarik dan juga pernah satu kelas ketika masih sekolah Diniyah di Nirmala, mengirim SMS kepada saya. Ia memohon doa teman-teman di pondok agar dia disembuhkan oleh Allah swt dari penyakitnya. Menurut Bakrie, Mubarik sudah tidak mengenal siapapun kecuali ibu kandungnya. Kami semua sudah was-was, secara logika dia sepertinya tidak akan lama lagi ada di dunia. Ternyata dugaan kami benar, dia benar-benar meninggalkan kami.

Akhirnya pada hari Jum’at (02/04) dia kembali ke Rahmatullah. Malam itu juga, setelah shalat Maghrib berjamaah, saya dengan teman-teman langsung menuju rumah Mubarik untuk menyalati dan mendoakan. Kami semua disambut oleh sanak keluarganya. Mubarik sudah dikafani dan diletakkan di mushalla di depan rumahnya. Sebenarnya mata ingin sekali mengeluarkan air mata tapi tak kuat menahan rasa malu karena berada di hadapan banyak orang.

Mubarik, semoga amal baktimu diterima di sisi Allah swt.

Dampingi Siswa Meniti Jalan Cinta

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—OSIS SMA 3 Annuqayah mengadakan acara seminar yang bertajuk “Inikah Rasanya Cinta?” pada hari Sabtu (10/04) kemarin. Acara ini membuat gempar Madaris 3 Annuqayah. Perbincangan siswa di kantin, halaman, dan di kelas terfokus pada acara tersebut.

Sejumlah guru pun ikut bertanya-tanya mengapa mengangkat tema tentang cinta. Novi, selaku ketua panitia dalam acara tersebut, menjelaskan bahwa acara OSIS kali ini benar-benar menyedot perhatian dari berbagai kalangan.

Novi juga menuturkan bahwa acara tersebut diharapkan dapat bermanfaat dalam menuntun siswa menjalani masa remaja dengan positif. “Lebih-lebih saat teman-teman terjangkit virus merah jambu,” tambahnya seraya tersenyum-senyum.

Acara tersebut sebenarnya akan dilaksanakan pada hari Kamis (08/04) kemarin dengan mengundang Ny Achoe Sunhiyah Misya sebagai fasilitator, namun kemudian ditunda pada hari Sabtu.

Acara yang dimulai pada pukul 08.15 WIB dan bertempat di Aula Utama Madaris 3 Anuuqayah itu dihadiri oleh kurang lebih 50 siswa SMA 3 dan 15 siswa MTs 3 Annuqayah. Nyi Achoe, sapaan akrab dari Ny Achoe Sunhiyah, telah berhasil meyihir ruangan menjadi penuh cinta oleh puisi karya Kahlil Ghibran yang dibacakan beliau pada saat memberi pengantar dalam seminar tersebut.

Siswa dibuatnya menganga oleh penuturannya yang mengetuk-ngetuk hati. Hal ini diakui oleh Qurratul Aini, ketua OSIS SMA 3 Annuqayah, yang mengatakan bahwa setiap kalimat yang keluar membuat hatinya mendesir-desir. “Saya menjadi terhanyut,” katanya.

Hujan yang amat deras tak menjadi kendala bagi acara tersebut. Sejumlah siswa tetap aktif dan berebut untuk bertanya dalam dialog yang panjang. Pertanyaan mereka bervariasi; ada yang bertanya tentang soulmate, tentang cinta monyet dengan cinta pertama, dan ada pula yang bercurhat untuk meminta peta ke mana mereka akan membawa cintanya.

Dalam pemaparannya, Nyi Achoe tak hanya menyampaikan beberapa hal yang amat penting untuk dijadikan pedoman oleh siswa Madaris 3 Annuqayah, tetapi beliau juga sempat bercerita tentang masa lalunya, saat beliau remaja dan merasakan cinta untuk pertama kali.

Beliau juga membahas tentang tingkatan cinta yakni: cinta kapitalis, cinta platonis, dan cinta ilahiyah. Selain itu beliau selalu menekankan pesannya agar siswa dapat mengekspresikan cintanya pada hal-hal yang positif yang bisa mendorong mereka untuk rajin belajar, beribadah, dan berkarya. “Karena terkadang kita bisa bertemu dengan Tuhan saat kita merasakan cinta,” pungkasnya.


Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Sabtu, April 10, 2010

Kompas Adakan Pelatihan Meracik Jamu

Luthfi Afif Azzaenuri, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Sebanyak 25 santri yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Alam Sehat (Kompas) yang berada di bawah naungan Pengurus Usaha Kesehatan Pondok Pesantren (UKPP) PPA Lubangsa Jum’at kemarin (09/4) mengadakan Pelatihan Meracik Jamu Tradisional (instan). Acara itu ditempatkan di depan kantor UKPP.

Pelatihan tersebut dimulai sejak pukul 06.00 WIB sampai 07.20 WIB. Adapun pembimbing yang mendampingi kegiatan tersebut adalah Pengurus PP Annuqayah Lubangsa seksi Kesehatan dan Pembinaan Olahraga (KPO) dan Pengurus UKPP.

“Tujuan kami mengadakan pelatihan ini di antaranya adalah agar anggota Kompas bisa mengetahui cara membuat jamu tradisional. Kami juga ingin melatih kebersamaan dan kekompakan mereka,” papar Helmi A. Khalili, salah satu pengurus KPO ketika ditemui di kantor UKPP.

Moh. Asy’ari, penanggung jawab pelatihan tersebut, menambahkan, ia ingin anggota Kompas lebih aktif untuk melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan. Sejauh ini, dari sekian program kerja yang telah dirancang oleh pengurus Kompas hanya sebagian kecil saja yang terlaksana. Hal itulah yang membuatnya sangat bersemangat untuk mengadakan pelatihan tersebut.

Bahan-bahan yang digunakan pada pelatihan itu adalah wortel dan kunyit. Mereka memilih wortel dan kunyit karena di samping peracikannya mudah, khasiat dari wortel dan kunyit sangatlah cocok untuk kalangan santri. Di antaranya, menurunkan panas, diare, batuk, sakit mata, penambah sumsum, dan mengurangi keriput.

Meskipun hasil racikan mereka tidak sesuai dengan harapan, mereka tetap gembira, karena mereka bisa mengetahui cara-cara meracik jamu dan mereka dapat memulai kembali untuk memupuk semangat kebersamaan.

SMA Annuqayah Prioritaskan Kedisiplinan


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

GULUK-GULUK—Setiap hari Sabtu, SMA Annuqayah (putra) melangsungkan acara upacara. Tepat pada pukul 07.05 WIB, upacara dimulai. Ketika bel berbunyi, tanpa dikomando siswa-siswa berbaris dengan rapi di halaman sekolah.

Hal itu juga terlihat Sabtu (10/04) tadi pagi. Asnawi Susanto, S.Ag., salah seorang guru SMA Annuqayah, tampil sebagai Pembina Upacara. Dalam sambutannya Asnawi menyatakan bahwa upacara tersebut merupakan salah satu indikator kedisiplinan. Kedisiplinan inilah yang selama ini menjadi agenda besar dari SMA Annuqayah putra, sehingga wajar bila lembaga ini terkenal disiplin sepanjang berdirinya.

Lebih lanjut Asnawi menjelaskan bahwa di era globalisasi ini kita bakal tertinggal dari kemajuan jika abai terhadap kedisiplinan. Sebab, barometer kemajuan adalah kedisiplinan.

Asnawi mencontohkan kedisiplinan yang betul-betul diperhatikan di Eropa. “Berkacalah pada Eropa. Eropa maju karena kedisiplinannya,” ungkap wali kelas 3 IPS ini.

Dia menyatakan, di Chicago saja kalau terlambat masuk sekolah, maka anak didik akan disanksi dengan membuat makalah sebanyak 3 bindel. Konsekuensi logisnya, kedisiplinan tersebut berbanding setara dengan pengembangan pemikiran.

“Saya saksikan, dari hari ke hari pendisiplinan di sekolah tercinta ini makin ketat dan bagus. Inilah yang menjadi karakter dari SMA Annuqayah,” ucapnya dengan nada berapi-api. Sambutan dari guru ekonomi ini tambah semarak dengan gemuruh tepuk tangan dari peserta upacara.

Perkembangan kedisiplinan siswa dari waktu ke waktu kian membaik. Hal itu tidak terlepas dari fungsi pintu gerbang yang terbuat dari besi. “Ketika jam menunjukkan pukul 07.05 WIB, jangan harap siswa bisa mengikuti proses belajar mengajar karena pintu gerbang sudah digembok,” kata Mohammad Ishaq, Pembantu Umum SMA Annuqayah, dengan nada serius.

Aturan tegas di SMA Annuqayah itu berefek jera pada siswa-siswa yang kurang komitmen dalam belajar. Hal ini diakui Hizbul Muttaqin, salah satu siswa kelas XI IPS. Dia menuturkan, semenjak adanya pintu gerbang, jam dinding selalu menjadi perhatiannya. “Sebelum itu, saya terkenal malas masuk sekolah. Tapi sekarang tidak lagi,” akunya sambil tersenyum malu.

Jumat, April 09, 2010

PSHT Latee Peduli Kebersihan


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Akhir-akhir ini, kebersihan di PPA Latee tidak tertangani secara maksimal. Hal itu disebabkan pengurus yang menangani kebersihan hanya dua personel. Ditambah lagi salah satu dari pengurus tersebut sedang sakit. Jadinya, banyak sampah berserakan karena tidak dibuang pada tempatnya.

Namun, Jum’at (09/04) tadi pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Latee membuat kejutan. Komunitas silat yang beranggotakan 78 orang ini membangun kekompakan dengan melakukan bersih-bersih massal.

Di saat santri banyak yang nyantai dan sebagian ada yang mengaji al-Qur’an, mereka bergerilya memungut, mengumpulkan, dan membuang sampah ke tempat sampah. Dengan berbekal alat seadanya (sapu lidi, cangkul dan arit), mereka bekerja semaksimal mungkin sehingga lingkungan di Latee tampak bersih dan enak dipandang.

Dari sekian banyak anggota PSHT, oleh Abd Rasyid, ketua PSHT, mereka dibagi menjadi lima kelompok. Ada yang bertugas membersihkan selokan, kamar mandi, halaman pondok, dapur pesantren, dan ada pula yang berbetah diri membersihkan kotoran di WC pesantren.

Menurut Abd Rasyid, kegiatan bersih-bersih itu bukan bertujuan untuk menyindir pengurus kebersihan, melainkan untuk menjadikan Latee sebagai pesantren yang bersih dan bebas dari sarang nyamuk sebagai sumber penyakit demam berdarah.

“Di samping itu, kami juga bermaksud memupuk solidaritas di antara anggota PSHT. Mereka juga kami kader dengan membangun kesadaran terhadap lingkungan”, ujar Abd Rasyid sambil lalu sibuk mencabut rumput di depan pondok.

Bersih-bersih massal di PPA Latee sebagaimana dilakukan PSHT ini hakikatnya merupakan bagian dari program kerja pengurus Departemen Kebersihan dan Lingkungan Hidup PPA Latee. Realisasinya tiap hari Jum’at pagi.

Hanya saja, tidak banyak santri yang terlibat aktif disebabkan adanya kegiatan pengajian kitab pagi. Pengajian ini tidak diwajibkan, tapi sebatas dianjurkan. Namun, tidak sedikit santri yang berminat karena ditangani langsung oleh KH Ahmad Basyir AS, pengasuh PPA Latee.

Kamis, April 08, 2010

Pengelolaan Rayon al-Farisi Latee Belum Optimal

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Maunya ditertibkan, tapi nyatanya berantakan. Kalimat tersebut setidaknya menjadi gambaran mengenai kondisi Rayon al-Farisi PP Annuqayah Latee saat ini. Rayon yang didiami 132 santri MTs ini melahirkan banyak problem, seperti tidak ada kejelasan program, santri kehilangan uang, dan kebersihan yang tak terurus secara serius.

Lokalisasi santri Latee yang digagas oleh Abdul Mu’iz, S.HI, Mumdarin, S.Pd. I, dan Faishol, S.Pd.I pada tahun 2006 ini melahirkan kegelisahan tersendiri bagi santri. Apalagi tak jarang santri dari luar rayon ‘mengganggu’ ketenangan santri yang niatnya memang ingin menimba ilmu di pesantren.

“Uang saya sering hilang. Jadinya saya sering menangis. Untungnya saya punya kakak di Lubangsa, sehingga saya bisa makan dengannya,” kata Abrori dengan nada polos, salah satu santri al-Farisi yang menjadi korban.

Keluhan senada juga disampaikan AR (nama samaran), mantan santri al-Farisi. Dia menyatakan sama sekali tidak betah selama tinggal di Rayon al-Farisi. Di samping programnya tak terurus, sampah-sampah kotor yang berserakan mengganggu pemandangan.

Ahmad Faidlal, salah satu santri senior yang dipercaya menjadi pembimbing lokalisasi di al-Farisi mengungkapkan, sebenarnya baru pada kepengurusan saat ini Rayon al-Farisi tidak mempunyai program yang jelas.

“Tahun-tahun sebelumnya masih mendingan. Ada kursus Bahasa Arab dan kitab kuning. Tapi kepengurusan tahun ini sama sekali tidak peduli dengan kondisi al-Farisi,” keluh santri asal Lenteng, Sumenep itu.

Abu Sairi, ketua pengurus PPA Latee, ketika dikonfirmasi tidak mengelak mengenai permasalahan di atas. Dia mengamini kondisi Rayon al-Farisi yang kini memilukan. “Tidak usah ada program yang muluk-muluk. Yang penting santri bisa betah dulu di pesantren ini. Persoalan program ekstra, belakangan,” tandasnya.

Namun demikian, Usmuni, Koordinator Rayon al-Farisi, bersama dua santri pengurus rayon lainnya sudah berkomitmen untuk mengadakan program khusus di Rayon al-Farisi.

“Kami sangat kasihan dengan adik-adik santri. Makanya Rabu (14/04) mendatang, insya Allah kami akan mengadakan kursus Bahasa Arab dan Tartilul Qur’an. Untuk selanjutnya kami akan susul dengan kursus kitab kuning,” tegasnya ketika ditemui di kantor Pesantren tadi pagi.

Rabu, April 07, 2010

“Haryanto Mania” Berkunjung ke Annuqayah


Ach. Fannani Fudlaly R., PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Sabtu (3/4) kemarin, K M Faizi, salah satu kiai muda Annuqayah yang juga dikenal sebagai sastrawan, menerima tamu rombongan “Haryanto Mania” (para penggemar bis Haryanto) yang merupakan keluarga besar BisMania Community (BMC).

Rombongan tiba di Sabajarin sekitar jelang siang. Bis dengan warna ungu berukuran besar itu muncul dengan dikawal mobil carry. Saya pun langsung merekam kedatangan bis yang jaraknya masih agak jauh itu. Namun bis tersebut berjalan sangat lambat. Maklum jalan di daerah Annuqayah masih tergolong jalan kecil dan tak seperti jalan raya pada umumnya.

Saat tiba di Sabajarin, satu persatu para penumpang turun lalu bersalaman dengan K. Faizi dan teman saya serta beberapa orang yang saya tidak kenal. Sementara saya masih dengan kamera digital merekam dan memotret dari berbagai sudut di bawah terik matahari yang lumayan menyengat.

Rombongan Haryanto Mania langsung terlihat akrab dengan K. Faizi meskipun mereka sebelumnya hanya kenal lewat dunia maya. Selang beberapa menit semua penumpang sudah turun dan dipersilakan masuk. Tak lama kemudian mereka keluar dengan buah srikaya yang masih menempel di bibir masing-masing.

Selain itu, K. Faizi juga menganjurkan agar mereka mandi untuk sekedar melepas penat dari perjalanan panjang yang melelahkan. Beberapa langsung menuju bis untuk mengambil peralatan mandi mereka. Namun sebagian rombongan Haryanto Mania malah ada yang memilih mandi di sumber air dekat Al-Furqaan tempat para santri biasa mencuci dan mandi. Aneh memang.

Selain K Faizi, terlihat juga beberapa pengasuh muda Annuqayah yang turut hadir serta menyambut kedatangan Haryanto Mania, seperti K. Mohammad Naqib Hasan (pengasuh muda PPA Nirmala), serta KH Muhammad Shalahuddin Warits (pengasuh muda PPA Lubangsa).

Beberapa peserta rombongan tampak duduk santai. Saya menghampiri dan berbincang dengan satu di antara mereka untuk mengetahui lebih jauh tentang Haryanto Mania dan BisMania Community. “Kita sesama Bismania bagaikan saudara. Jadi siapapun yang kami kenal dan rumah mereka masih bisa dilalui bis, kita pasti datangi, termasuk Mas Faizi ini,” kata Ruli Amrul Falah, salah satu peserta rombongan, ketika ditanya kenapa bisa sampai ke Annuqayah.

Merasa cukup berbincang dengan Mas Ruli, saya mencoba masuk ke dalam bis yang masih terlihat baru itu. Baru sampai di pintu bis, sejuk sudah terasa. Maklum, bis itu memang full AC. Banyak hal berbeda yang saya temukan dalam bis ini dibandingkan dengan bis pada umumnya.

Tiap kursi di dalam bis dilengkapi alat-alat yang saya tidak ketahui sebelumnya. Seperti kamar mandi di pojok bagian belakang, serta lainnya. Sungguh megah! Sempat terlintas di benak saya hal yang konyol, “Berapakah harga satu bis ini,” tanya saya dalam hati.

Rombongan Haryanto Mania tak cukup lama di Sabajarin. Mereka tak sampai istirahat di kediaman K. Faizi dengan alasan mereka harus cepat kembali. Meski demikian, ini merupakan pengalaman berharga bagi K. Faizi, Annuqayah, sekaligus saya karena bisa menikmati suasana bis yang di dalamnya tak seperti bis pada umumnya.

Kantor PPA Lubangsa Diperbaiki

A. Faruqi Munif, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK¬−Sejak Kamis s/d Senin (3-5/4) yang lalu, kantor PPA Lubangsa diperbaiki. Pengurus pesantren terutama seksi pengadaan sarana dan prasarana (PSP) tampak sibuk memperbaiki bagian-bagian kantor yang rusak.

Biasanya, perbaikan kantor PPA Lubangsa dilakukan menjelang pelaksanaan Haflatul Imtihan Madrasah Annuqayah (HIMA). Namun, perbaikan ini dilaksanakan karena banyaknya atap yang bocor dan kayu-kayu rapuh hingga ada yang patah, sehingga mengakibatkan bagian dalam kantor PPA Lubangsa menjadi basah ketika turun hujan.

“Kami memperbaiki kantor ini karena terlalu banyak atap yang bocor yang disebabkan genting yang pecah dan kayu-kayu yang terlampau tua,” ujar Rasyidi Rahman, salah satu pengurus PSP ketika ditemui di kantor PPA Lubangsa.

Dengan perbaikan ini, untuk sementara waktu sebagian aktivitas kantor pesantren ditangguhkan, seperti pemanggilan santri-santri yang melanggar peraturan pesantren. Ini sebabkan ruangan yang masih belum bisa ditempati. Pelayanan surat-menyurat dipindah ke kantor Baramij al-Tarbiyah wa al-Ta’lim.

Seperti dikatakan Ali Wafa, ketua pengurus PPA Lubangsa, dalam proses perbaikan kantor tersebut, pengurus pesantren juga membagi jam kerja antara pengurus, dengan tujuan untuk memaksimalkan proses rehab.

“Semua pengurus memang harus bekerja untuk mempercepat selesainya rehab dan agar aktivitas kantor dapat segera berjalan seperti semula,” katanya.

Memang banyak pengurus yang tidak bekerja karena disebabkan oleh beberapa hal, seperti mengikuti kegiatan penting di luar pesantren dan di dalam pesantren.

“Mungkin, dalam waktu dekat akan segera selesai, tinggal memindahkan barang-barang berat yang ada di luar,” tambah Ali Wafa. Memang ada banyak barang berat yang masih teronggok di luar kantor, di antaranya lemari, komputer, meja, dan lainnya.

Selasa, April 06, 2010

K Muzakki Beri Maw‘izhah Hasanah di Lubangsa


Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Senin malam (5/4) kemarin, seperti biasa, bel berbunyi pertanda shalat Isya’ berjama’ah di Masjid Jamik Annuqayah akan dimulai. Seluruh santri berdiri untuk menyambut pengasuh yang akan datang sebagai imam shalat. Namun, pengasuh yang ditunggu-tunggu tidak hadir.

Malah seluruh santri dikagetkan dengan kedatangan KH Muzakki Zain dari arah timur. Beliau datang bukan untuk mengimami shalat Isya’ berjama’ah lantaran pengasuh berhalangan. Terbukti kiai yang berasal dari Lengkong Bragung tersebut menyuruh pengurus untuk mengimami, sedangkan ia menjadi makmum.

Seusai shalat, seluruh santri semakin dibuat penasaran ketika pengurus PP Annuqayah Lubangsa seksi Peribadatan dan Kepesantrenan (PK) menyuruh santri untuk mundur tiga shaf lagi ke belakang setelah sebelumnya sudah mundur dua shaf.

Lalu, Abdul Wasik, salah satu pengurus PK tampil ke depan untuk memandu acara. Barulah santri mengerti ketika ia menjelaskan maksud dan tujuan mereka (pengurus PK) mengundang K Muzakki pada malam itu.

“Acara itu adalah maw‘izhah hasanah yang memang sudah menjadi salah satu program kerja kami (pengurus PK) untuk memberikan spirit kepada santri dalam menimba ilmu di pesantren ini dan juga untuk memperbaiki moralitas santri,” ungkapnya ketika ditemui di biliknya, blok C/11, seusai acara.

Di dalam maw‘izhah yang berlangsung selama 30 menit tersebut, K Muzakki banyak memaparkan tentang pengalamannya ketika masih berstatus menjadi santri di PP Annuqayah Lubangsa.

Sekitar tahun ‘60 s/d ‘70-an ia pernah ditanya oleh (alm) K Amir Ilyas dengan redaksi bahasa Madura: “Sampeyan dheri roma entar ka pesantren nganuah apah? (Kamu dari rumah pergi ke pesantren untuk apa?). Karena tidak ada jawaban, lalu K Amir Ilyas menyarankan kepada seluruh santrinya untuk meluruskan dan membulatkan niat memilih mondok ke pesantren.

“Ada dua niat yang harus ditegaskan menurut beliau. Pertama niat mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan. Kedua, niat untuk belajar budi pekerti yang baik,” ungkap kiai yang mengajar kitab Mawahib al-Shamad setiap hari Senin pagi di Masjid Jamik Annuqayah itu.

Di samping itu, ia juga mengungkapkan mengapa tradisi pengajian kitab yang ada di Lubangsa diletakkan pada pagi hari. Pasalnya, (alm) K Ilyas Syarqawi pernah mengatakan agar santri tidak biasa tidur di pagi hari.

“Tidur pagi sangat merugikan kepada kita, sebab Allah menurunkan malaikat di pagi hari untuk menurunkan rizki. Rizki apa saja, baik berupa ilmu, kesehatan bahkan harta,” tambahnya.

Sabtu, April 03, 2010

Dari Mubes Aku Tersadar

Fathor Rahman, alumnus PPA Lubangsa (2003-2006), kini melanjutkan studi di Jurusan Sosiologi UIN Yogyakarta

Sabtu, 03 April 2010 adalah hari dimana Musyawarah Besar (Mubes) ke-6 Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Yogyakarta dilaksanakan. Kegiatan itu dilangsungkan di pendopo LKiS Sorowajan Yogyakarta. Awalnya, saya tidak terlalu berpikir banyak tentang kegiatan tersebut. Bahkan bisa dibilang bukan kewajiban yang mesti saya hadiri. Hanya saja karena waktu itu saya punya waktu luang, sehingga saya sempatkan hadir.

Betapa naifnya saya selama ini, yang gagal melawan lupa. Sehingga tidak lagi mengerti apa makna Annuqayah dalam hidupku. Padahal Annuqayah adalah salah satu titik kisar hidupku yang tiada terukur harganya, terlampau besar. Tapi saya telah melupakannya. Selama ini saya hanya sekedar ingat, kalau dulu pernah tinggal tiga tahun di sana. Tapi ingatan itu tidaklah benar-benar teresap dalam kesadaran diri.

Kegagalan saya memaknai Annuqayah dalam hidupku, jelas telah berimbas terhadap sikap saya bagaimana membangun solidaritas, keakraban dan kebersamaan dengan sahabat-sahabati alumni Annuqayah yang ada di Yogyakarta. Semakin nyata tersadari, ketika mengingat puluhan sms Mahdi (mantan ketua) yang mengabari kalau di basechampe IAA ada kegiatan, tapi saya tidak pernah menyempatkan diri untuk hadir. Kecuali hanya ketika ada buka bersama di bulan Ramadhan, itu pun seringkali datang terakhir. Jelas itu bermotif perut semata.

Itulah pengalaman kegagalan saya memaknai masa lalu. Mungkin karena terlalu gelap mata ingin mengejar misteri yang disebut masa depan. Lalu abai menyadari masa lalu yang telah banyak membentuk hidupku. Saat ini saya benar-benar bersyukur, ternyata kehadiran pada Mubes ke-6 itu, yang tidak lebih dari sebatas mengisi waktu luang, sangat bermakna. Dimana aku tersadar kembali, bahwa Annuqayah adalah bagian dari hidupku. Selanjutnya semoga saya juga bisa mengerti apa arti IAA dalam hidupku.

Untuk saat ini, sedikit saya mulai mengerti apa makna keberadaan IAA di Yogyakarta. IAA adalah salah satu media untuk mempertautkan kita dengan masa lalu. Memaknai Annuqayah dalam hidup kita. IAA bukan hanya sebatas tempat menjalin solidaritas dan keakraban kealumnian. Juga bukan sekedar perjuangan eksistensi dan identitas keorganisasian. IAA merupakan salah satu kendaraan guna mengangkut kita untuk bersama-sama membalas jasa-jasa Annuqayah terhadap kita. Paling tidak membangun kesadaran akan makna pemberian Annuqayah. Meski kutahu, Annuqayah tidak pernah meminta itu pada kita.

Sebelum saya melanjutkan paragraf ini, muncul dalam benak saya sebuah ingatan tentang perkataan populer-entah saya lupa siapa yang mengatakanya, “jangan tanyakan apa yang berikan negara kepadamu, tapi tanyakanlah apa yang telah kau berikan kepada negaramu”. Kalimat tersebut sepertinya penting untuk kita jadi landasan bagaimana kita memahami IAA. Agar kita selalu punya kesadaran, bahwa IAA perlu kita hidupkan sebagai media untuk mempertautkan kita dengan masa lalu.

Kalau tidak begitu, sepertinya kita akan terjebak dalam sikap pragmatis terhadap IAA. IAA akan dituntut oleh kita untuk memberikan keuntungan. Semisal, ketika pengurus IAA tidak bisa mengadakan diskusi-diskusi atau menjalankan program kerjanya, kita akan mudah menilai IAA tidak berarti bagi kita. Lalu tumbuh sikap apatis terhadap IAA dan pergi meninggalkannya. Resikonya lagi, tugas menghidupkan IAA akan dibebankan kepada sejumlah pengurusnya.

Sebelum saya akhiri, perlu dipahami tulisan ini sebagai bentuk permohonan maaf kepada Annuqayah. Karena selama ini saya telah abai memaknai Annuqayah dalam hidup saya. Untuk sahabat-sahabati di IAA, hanya pengalaman pahit ini yang bisa saya berikan kepadamu. Semoga kau tidak kesal kepadaku. I Love You full!

Cabeyan, 03 April 2010

Tulisan ini dikutip dari akun Facebook Fathor Rahman.

Jumat, April 02, 2010

Seminar Politik Awali Kongres BEM se-Madura

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

GULUK-GULUK—Kongres BEM se-Madura yang bertempat di Aula as-Syarqawi selama dua hari kemarin (31 Maret hingga 1 April) diawali dengan seminar. Tema yang diangkat ialah “Rekonstruksi Partisipasi Politik Masyarakat Madura Menuju Kehidupan Sejahtera.”

Rencana awal, pembicara dalam seminar ini adalah para bupati empat kabupaten Madura, Ahmad Halimi (Pemerhati Politik di Sumenep) dan Darul Hasyim (anggota DPRD Sumenep). Namun, tak satu pun dari para bupati tersebut yang hadir. Bahkan, untuk kabupaten Bangkalan dan Sampang tidak ada yang mewakili.

“Kami sangat kecewa. Kami sudah mengorbankan waktu, tenaga dan biaya hingga ditilang polisi untuk ngundang mereka, ternyata mereka tidak hadir,” keluh Khalili, ketua panitia kongres.

Kabupaten Pamekasan diwakili Kadarisman Sastrodiwirjo (Wakil Bupati Pamekasan), sedangkan Sumenep diwakili oleh salah satu ajudan Bupati. Anehnya lagi, perwakilan dari Sumenep ini hanya membacakan sambutan tertulis Bupati Sumenep. Setelah itu, dia langsung keluar. Akhirnya, yang menjadi pembicara dalam seminar hanya tiga orang: Darul Hasyim, Ahmad Halimi, dan Kadarisman Sastrodiwirjo.

Dalam seminar ini, Kadarisman Sastrodiwirjo menjadi pembicara pertama. Dia mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa partai politik merupakan sarana efektif yang bisa digunakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Dari itu, dia menganjurkan agar mahasiswa sebagai bagian dari elemen mayarakat tidak sungkan-sungkan masuk ke dalam partai usai mengenyam pendidikan formal.

“Untuk saat ini, mahasiswa Madura harus memiliki target dalam mendampingi masyarakat dengan jalan argumentatif dan tidak anarkis,” katanya. Selebihnya, pembicaraan Kadarisman berkutat pada hakikat demokrasi dengan mengutip pemikirannya Cak Nur—panggilan akrab Nurcholis Madjid—bahwa demokrasi itu tidak boleh lepas dari kejujuran, kebersamaan, dan musyawarah. “Sebab, ketiganya itu menjadi inti dari demokrasi,” tandasnya.

Ahmad Halimi tampil sebagai pembicara kedua. Tidak kalah serunya, dia mengkritik secara gamblang terlalu tingginya obsesi masyarakat terhadap partai politik. “Saya sepakat dengan Rendra bahwa masyarakat muslim sekarang cenderung menunggu menjadi penguasa terlebih dahulu untuk menyejahterakan masyarakat. Padahal tanpa ini pun (kekuasaan, red) juga bisa,” tegasnya.

Ironisnya, lanjut Halimi, kekuasaan selama ini hanya dijadikan ajang berfoya-foya. Kemewahan sudah menjadi pola hidup pemerintah Indonesia. Padahal, masih banyak anak yatim telantar hidupnya dan kemiskinan menjangkiti bangsa Indonesia. Sebab mendasar dari semua itu tidak lain karena Indonesia masih belum berdaulat dari segi ekonomi.

“Kedaulatan politik tanpa didorong oleh kedaulatan ekonomi merupakan suatu hal yang mustahil. Indonesia bukanlah negara demokratis karena hakikat demokrasi adalah kesejahteraan masyarakat. Sedangkan masyarakat Indonesia banyak yang terlunta-lunta hidupnya,” ujar Halimi secara detail.

Permohonan ma’af kepada Wakil Bupati Pamekasan mangawali pembicaraan Darul Hasyim. Dia menyatakan hal itu karena merasa malu atas sikap perwakilan dari Sumenep yang langsung pulang usai membacakan sambutan tertulis bupati. Setelah itu, dia memberikan penjelasan yang tak jauh beda dengan pembicara sebelumnya. Hanya saja, ada satu hal yang memantik gemuruh tepuk tangan dari hadirin, yaitu bantahan yang dilakukan Darul atas pernyataan Halimi bahwa Indonesia bukanlah negara Demokrasi.

“Siapa bilang Indonesia bukan negara demokrasi. Kebebasan di sini masih dijunjung tinggi. Pernyataan Indonesia bukan negara demokratis merupakan pernyataan yang bersandar pada emosi belaka,” katanya dengan semangat membara.

Keseriusan peserta mewarnai acara seminar ini. Itu terlihat ketika memasuki sesi tanya jawab. Banyak dari mereka mengacungkan tangan untuk bertanya dan menyumbangkan ide-ide briliannya. Hanya karena persoalan waktu, jadinya moderator sebatas membuka satu sesi saja.

“Sungguh di luar dugaan. Sebelumnya saya sudah kecewa karena pembicaranya tidak selaras dengan pamlet yang saya baca. Tapi, kekecewaan tersebut menguap seiring dengan penjelasan mencerdaskan dari para pembicara dalam seminar ini,” kata Habibi, peserta seminar, tatkala dimintai komentarnya.

Kongres BEM se-Madura Angkat Empat Isu Sentral


Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman (STIK) Annuqayah mengadakan pertemuan Kongres BEM se-Madura selama dua hari (31 Maret hingga 1 April) yang melibatkan seluruh BEM perguruan tinggi yang ada di Madura.

Kongres yang bertempat di aula As-Syarqawi tersebut dibuka dengan seminar bertema “Rekonstruksi Partisipasi Politik Masyarakat Madura Menuju Kehidupan Sejahtera” yang diikuti oleh 319 peserta putra dan putri dan 63 peserta delegasi kongres BEM se-Madura. Adapun penyaji yang mengisi seminar tersebut adalah Kadarisman Sastrodiwirdjo (Wakil Bupati Pamekasan), Halimi, SE (tokoh muda Sumenep), dan Darul Hasyim (komisi B DPRD Sumenep).

“Salah satu tujuan kami mengadakan kongres ini adalah sebagai ajang silaturrahmi kami (BEM STIKA) dengan pemerintah dan seluruh BEM se-Madura. Di samping itu juga berkenaan dengan tema, kami ingin meluruskan perilaku politik kotor yang semakin merebak di Madura. Kami ingin meluruskan kepada masyarakat bahwa sebenarnya bukan politiknya yang kotor melainkan politisinya,” ungkap Muhammad Khalili, ketua panitia, ketika ditemui di pondoknya, Lubangsa.

Hal itu juga dibenarkan oleh Khairul Umam, ketua BEM STIKA. Ia menambahkan bahwa partisipasi politik masyarakan Madura kini semakin pragmatis. Sama halnya dengan para politisi. Kalau tidak ada uang maka tidak akan memilih.

“Akhir-akhir ini kami menemukan banyak hal yang mulai melenceng dari maksud dan tujuan politik itu sendiri. Politik dijadikan tujuan bukan kendaraan, sehingga lupa akan visi dan misinya. Maka dari itu setelah ini (kongres) kami ingin mengubah pola pikir yang demikian sebab kita nantinya akan memilih Bupati dan Wakil Bupati Sumenep yang baru,” ungkapnya.

Ada empat poin pokok yang akan didiskusikan dalam kongres tersebut, yaitu sosial-politik, budaya, ekonomi, dan pendidikan. Keempat hal tersebut diformat secara berkelompok, semacam komisi-komisi, untuk mendiskusikan isu-isu tentang keempat elemen tersebut.

“Empat poin di atas sangat perlu kami diskusikan demi kesejahteraan masyarakat Madura. Setelah itu, hasilnya akan kami ajukan kepada pemerintah agar mereka tahu kondisi Madura yang sebenarnya dari setiap lini. Misalnya, tentang kondisi perkembangan ekonomi setelah hadirnya jembatan Suramadu atau bagaimana menyikapi politik masyarakat Madura, utamanya masyarakat Sumenep yang pada bulan Juni nanti akan menghadapi Pilkada,” tambah santri asal Lubangsa Selatan itu.

Bupati Tak Ada yang Hadir

Pelaksanaan kongres BEM se-Madura ini terbilang sangat besar. Panitia kongres mengundang seluruh bupati yang ada di Madura. Namun mereka dibuat kecewa karena tidak ada satu pun bupati yang menghadiri pelaksanaan kongres tersebut.

Panitia sedikit terhibur dengan kedatangan Wakil Bupati Pamekasan, Kadarisman Sastrodiwirdjo.

“Kehadiran Pak Kadarisman selaku Wakil Bupati Pamekasan cukup memberi spirit kepada kami. Tapi, kami tetap kecewa karena yang lainnya hanya dihadiri oleh perwakilannya saja,” ungkap Abdul Wasik salah satu panitia pada kongres tersebut.

Muhammad Khalili, ketua panitia kongres, sangat kecewa dengan ketidakhadiran para bupati itu. Ia menilai para bupati tersebut tidak menghargai mereka sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Padahal kongres tersebut murni untuk mencari solusi tentang problematika kemasyarakatan.

“Kami sangat kecewa dengan mereka (bupati) karena tidak ada satu pun yang menghargai kami. Entah, apakah ada kesibukan yang lain, saya tidak tahu. Yang jelas kami tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang alasan ketidakhadiran mereka. Padahal kongres ini juga dapat menjadi media silaturrahmi dengan mereka. Jelas kami sangat kecewa,” ungkap Muhammad Khalili.

Raut kekecewaan juga tampak pada ketua BEM STIKA, Khairul Umam. Ia mengungkapkan perjuangannnya merasa tidak dihargai sama sekali.