Minggu, Mei 30, 2010

Bangkitkan Minat Baca Masyarakat Madura Melalui FCB


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Sabtu pagi (29/5) kemarin, pembukaan Festival Cinta Buku (FCB) II digelar. Acara yang digagas dan diprakarsai pengurus BEM dan DPM STIK Annuqayah ini merupakan langkah lebih lanjut dari FCB I yang dilaksanakan tiga tahun sebelumnya (2007).

Sebagaimana FCB I, acara ini akan dilangsungkan selama seminggu, mulai tanggal 29 Mei hingga berakhir nanti pada hari Jumat tanggal 4 Juni 2010.

Norkholiq, Ketua DPM, dalam sambutannya menyatakan bahwa salah satu yang melatarbelakangi diselenggarakannya FCB II ini ialah dalam rangka membangun solidaritas yang tinggi di internal kepengurusan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) STIK Annuqayah.

“Itulah alasannya mengapa kepanitiaan pada acara FCB II ini tidak hanya berasal dari DPM atau BEM STIK Annuqayah saja. Melainkan keduanya bekerja sama,” kata mahasiswa PAI semester akhir itu. Lebih dari itu, lanjutnya, yang menjadi alasan utama sebenarnya ialah untuk membangkitkan minat baca masyarakat Madura.

“Kita mungkin masih teringat dengan pernyataan Rektor IAIN Surabaya, Nur Syam, sewaktu mengisi kuliah umum di STIK Annuqayah ini beberapa bulan yang lalu. Beliau merasa miris menyaksikan minat baca masyarakat Madura yang amat memilukan. Dengan diselenggarakannnya acara FCB II ini, kami berharap minat baca masyarakat Madura bisa bangkit dan tidak roboh kembali,” paparnya secara detail.

Hal senada juga disampaikan Presiden Mahasiswa (Presma) BEM STIK Annuqayah, Khairul Umam, usai sambutan Norkholiq. Dia menjelaskan bahwa misi utama dari dilaksanakannya FCB II ini tiada lain guna menghidupkan kembali minat baca masyarakat Sumenep khususnya dan Madura pada umumnya.

“Untuk melahirkan kesadaran membaca di kalangan masyarakat Madura tentu bukanlah tugas yang ringan. Namun begitu, seberat apa pun tugas itu haruslah tetap dijalani oleh kita selaku mahasiswa yang telah lama dikenal sebagai agen perubahan,” kata Umam yang disambut dengan gemuruh tepuk tangan para hadirin.

Secara terpisah, Faishol Amin, ketua Panitia, berujar bahwa ada beberapa format acara yang akan mewarnai perjalanan FCB II tersebut. Seperti, seminar kelautan, seminar pertanian, bazar buku, dan beragam lomba yang terbuka untuk diikuti oleh masyarakat Madura.

“Format acara tersebut sudah kami rumuskan sekitar satu bulan lalu. Untuk yang lomba terdapat lima jenis lomba: baca puisi, menulis cerpen, kliping koran, nasyid islami, dan resensi buku. Dan pamlet lomba ini sudah kami sebar ke berbagai kabupaten di Madura tiga minggu yang lalu. Syukurlah, banyak yang meresponsnya secara positif,” tuturnya di ruang sekretariat panitia.

Sabtu, Mei 29, 2010

Menjadi Guru Tugas itu Menantang

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Satu hari menjelang acara Serah Terima Guru Tugas Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala yang akan dilaksanakan pada hari Ahad (30/05) siang, para calon guru tugas mengaku tidak merasa gentar sama sekali menghadapinya. Bahkan justru ada yang merasa tertantang untuk segera menularkan ilmunya yang didapat di pondok selama ini di tempat tugasnya.

Secara mental, para calon guru tugas sudah sangat siap karena selama seminggu mereka sudah diberi pembekalan pada acara Pembekalan Pragraduasi Trisiska (santri siswa kelas akhir) 1-7 Mei lalu.

Peruk, sapaan akrab Nurul Anam, santri asal Bragung, mengatakan bahwa dirinya sudah sangat siap untuk mengemban menjadi guru tugas. Menurutnya tugas ini tidak boleh dianggap ruwet karena jika dianggap ruwet maka semua masalah akan menjadi ruwet pula.

“Saya enjoy saja menghadapi ini. Saya tak mau ambil pusing,” kata santri yang akan ditugaskan di Ar-Raudhah Lan Pelan, Sanah Laok, Pemekasan ini.

Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh M. Muafiqul Khalid, santri asal Montorna. Khalid menganggap tugas ini tidak terlalu sulit. Perbandingannya kurang lebih sama dengan keadaan sewaktu pertama kali mondok ke Nirmala dulu. Pengalaman mengajar selama seminggu di At-Thahiriyah, Kebun Dadap, Saronggi cukup membuat Khalid optimis untuk menghadapi tugas menjadi guru tugas.

“Insya Allah saya siap mengemban tugas ini. Saya sudah punya pengalaman mengajar selama seminggu di Kebun Dadap,”ungkapnya ketika dihubungi via telepon.

Ketika ditanya kapan dia akan kembali ke PPA Nirmala, Khalid mengatakan dia akan kembali hari Ahad meskipun kondisi badannya tidak fit seratus persen.

Lubangsa Sport Competition Dibuka dengan Lari Maraton Mini


Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Setelah shalat Subuh berjamaah di Masjid Jamik Annuqayah Jum’at (28/5) kemarin, seluruh santri PP Annuqayah daerah Lubangsa mengikuti rangkaian acara pembukaan Lubangsa Sport Competition (LSC) yang diselenggarakan oleh pengurus PPA Lubangsa Seksi Kesehatan dan Pembinaan Olahraga (KPO).

LSC merupakan kegiatan lomba olahraga pertama yang diadakan oleh pengurus KPO. Acara yang dihelat selama seminggi itu menyuguhkan beberapa lomba di antaranya lomba lari maraton mini, bola voli, catur, tenis meja, dan lain-lain.

“Ada 13 macam lomba yang akan dilaksanakan selama seminggu ini. Tujuannya adalah untuk menjaring potensi santri di bidang olahraga,” ungkap Mohammad Nashiri, ketua panitia.

LSC ini adalah program paripurna pengurus KPO masa bakti 2010. Dulu memang ada ajang lomba yang dilaksanakan KPO yang bernama Lubangsa Event. LSC ini memang hampir sama dengan Lubangsa Event—hanya berbeda di beberapa lomba saja.

Setelah pelaksanaan pembukaan LSC selesai, lomba yang dilaksanakan pertama adalah lari maraton mini. Namanya juga lari maraton mini, jadi hanya berkeliling di sekitar komplek PP Annuqayah, dimulai dari depan kantor Usaha Kesehatan Pondok Pesantren (UKPP) Lubangsa, ke arah utara, ke timur ke arah Toko ABC, ke selatan masuk ke daerah Latee dan ke barat kembali lagi ke arah Lubangsa, dan kemudian berakhir di depan Masjid Jamik PP Annuqayah.

Kamis, Mei 27, 2010

Pengurus Nirmala Siap Laksanakan Pekan Evaluasi dan Haflah Akhir Sanah 2010

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Meski akhir-akhir ini Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala disibukkan dengan beberapa kegiatan yang sangat penting untuk dilaksanakan, seperti pembangunan Mushalla Putri, penjemputan guru tugas, persiapan LPJ pengurus periode 2009-2010 dan lain sebagainya, namun hal itu tidak membuat pengurus Nirmala pesimis untuk menuntaskan segala program yang telah dicanangkan sejak awal.

Rapat lanjutan pelaksanaan Pekan Evaluasi dan Haflah Akhir Sanah Senin malam (26/05) kemarin yang melibatkan seluruh pengurus menghasilkan beberapa keputusan yaitu mengenai tema kegiatan, lomba-lomba yang akan dilaksanakan, juri lomba, serta pelaksanaan teknis lomba. Pelaksanaan kegiatan ini mengacu pada kegiatan serupa tahun lalu, namun dilakukan beberapa pemangkasan dalam beberapa jenis lomba seperti lomba menjadi presenter dan lomba cerdas cermat.

Yang memakan waktu banyak dalam rapat itu ialah pembahasan mengenai tema kegiatan karena banyaknya anggota rapat yang mengusulkan tema kegiatan ini. Sempat terjadi perdebatan dan adu argumentasi mengenai tema yang diusung oleh masing-masing pengurus.

Misalnya Azhari Qusyairi, Pengurus Pembangunan Logistik dan Lingkungan Hidup (PL2H), dia mengedepankan kesantriannya, tema yang diusung ialah “Merefleksikan nilai-nilai akhlak santri dalam Pekan Evaluasi 2010.” Sedangkan Lutfi Imam, Koordinator Pengurus Pembinaan Keamanan dan Kedisiplinan Santri (BINKADIS) mengusulkan tema “Melejitkan Potensi Santri dengan Adu Kreasi Santri. Tak kalah menarik pula Abd. Wahid, salah seorang anggota pengurus Pelayanan dan Pemeliharaan Umum (P2U) Listrik dan Air, Kebersihan dan Kesehatan juga mengusulkan tema yang tak kalah menarik yaitu “Merefleksikan Nilai-Nilai Pendidikan Lewat Adu Kreasi dan Potensi Santri dalam Pekan Evaluasi dan Haflah Akhir Sanah.”

Pada akhirnya dari ketiga tema yang diusung tersebut dipadukan menjadi satu dan diputuskan untuk menjadi tema kegiatan ini yaitu “Adu Potensi dan Kreasi Santri dalam Pekan Evaluasi dan Haflah Akhir Sanah 2010.”

Nuruzzaman (22), Koordinator Pengurus Pramuka, PMR, dan Olahraga (P2O) yang terpilih menjadi ketua panitia kegiatan ini, berjanji akan membuat kegiatan ini sukses dan meriah.

“Dengan sekuat tenaga, saya akan membuat kegiatan Pekan ini sukses dan meriah. Semoga tidak ada banyak halangan yang menghadang,” ungkapnya ketika ditemui di kamarnya setelah rapat tersebut.

“Untuk itu saya minta dukungan penuh dari semua teman-teman pengurus agar kegiatan ini berjalan dengan sukses dan lancar,”tambahnya.

Lomba-lomba akan dilaksanakan pada tanggal 18-21 Juni mendatang dan diakhiri dengan Haflatul Imtihan sebagai penutup dari akhir kegiatan ini.

Rabu, Mei 26, 2010

Hilangkan Formalitas, Tekankan Kemampuan Menulis


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Rapat pustakawan Latee pada Sabtu malam (22/5) lalu yang menghasilkan kesepakatan untuk merealisasikan seluruh program kerja ternyata diimbangi dengan kinerja yang cukup membanggakan. Itu tampak dari pelaksanaan Diklat Kepenulisan Selasa siang kemarin (25/5) yang terlaksana tanpa hambatan apa pun.

Pendidikan dan pelatihan (diklat) kepenulisan yang bertempat di gedung MI 1 Annuqayah Putra ini dimulai pada pukul 12.15 WIB. Diawali dengan pembukaan yang memakan waktu sekitar setengah jam, kemudian dilanjutkan pada acara inti. Ada sekitar enam puluh lebih santri Latee yang ingin mendaftar. Berhubung pesertanya dibatasi, maka tiga puluh pendaftar pertama saja yang dimasukkan pada daftar peserta.

“Itu sudah kesepakatan panitia, kami tidak bermaksud menghalang-halangi santri untuk belajar menulis. Adanya pembatasan peserta ini tiada lain dimaksudkan demi efektifnya pelaksanaan kegiatan ini,” ujar ketua Perpustakaan Latee, Mahrus Busthami, saat sambutan.

Meskipun begitu, ada juga peserta yang merasa kecewa karena dirinya tidak bisa mengikuti pelatihan tersebut. “Sudah lama saya ingin ikut pelatihan kepenulisan. Sayang, ketika ada kesempatan, keinginan itu tidak tercapai. Tapi tak apa lah. Itu memang kelalaian saya, sebab di pamflet memang sudah diumumkan bahwa pesertanya dibatasi,” kata Imron Rasyidi, mahasiswa STIKA asal Jember.

Diklat yang difasilitatori Paisun, salah satu pengurus LPM STIKA, ini lebih menekankan pada isi kegiatan. Maksudnya, segala yang berbau formalitas, seperti pembuatan dekorasi dan sertifikat, ditiadakan sama sekali.

“Kami ingin santri tetap bersemangat mengikuti acara diskusi ini meski tak ada dekorasi dan ikut pelatihan ini tanpa harus dimotivasi untuk mendapatkan sertifikat. Muaranya, mereka betul-betul berniat untuk bisa menulis secara baik,” kata Moh. Farhan, ketua panitia.

Orang Indonesia selama ini, tambahnya, cenderung mengikuti kegiatan seminar dan sebagainya lebih karena didorong untuk mendapatkan sertifikat. “Saya yakin itu akan menyebabkan bangsa Indonesia kian terpuruk manakala tidak ada usaha serius untuk mengubah kecenderungan negatif seperti itu,” tandasnya.

Dalam penyajiannya, fasilitator tidak terlalu banyak menjelaskan tentang teori menulis. Ia memberikan banyak motivasi agar peserta giat menulis. Selain itu, fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta sekitar sepuluh menit untuk menulis. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang kesulitan-kesulitan yang dialami peserta. Selebihnya, fasilitator memberikan arahan terkait dengan kesulitan tersebut.

Tepat pada pukul 17.00 WIB, diklat diakhiri. Namun, peserta tidak langsung dibubarkan karena panitia membuat kesepakatan terkait dengan tindak lanjut pelatihan tersebut.

“Idealnya, waktu diklat kepenulisan itu minimal tiga hari. Berhubung dana yang disediakan pesantren kurang memadai, maka diklat ini hanya diselenggarakan selama sehari,” kata Farhan.

Lebih lanjut Farhan menyatakan bahwa untuk menyiasati hal itu, panitia sudah berencana untuk membuat kesepakatan dengan peserta untuk menindaklanjuti diklat yang diselengarakan pustakawan Latee tersebut.

Akhirnya disepakati untuk membuat Kelompok Belajar. “Kita akan atur nantinya untuk mendatangkan orang-orang tertentu yang kompeten dalam menulis guna memberikan tambahan ilmu tentang kepenulisan kepada teman-teman,” papar Farhan yang disambut dengan gemuruh tepuk tangan dari peserta.

Selepas shalat Maghrib, panitia berkumpul lagi di ruang Perpustakaan untuk membicarakan persiapan penerbitan buletin Hijrah edisi 25.

Selasa, Mei 25, 2010

Santri Latee Masih Semangat Mengaji Kitab


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Salah satu ciri khas dari pesantren Latee sejak berdirinya ialah ghirah santri dalam mempelajari kitab cukup tinggi. Bahkan, tidak sedikit dari alumni pesantren ini yang dinisbahkan sebagai kiai yang memajukan masyarakat luas dalam bidang keagamaan.

Pernyataan di atas diungkapkan M. Athwi Busthami, kepala Madrasah Diniyah Latee, saat ditemui di kantornya Senin (24/5) kemarin. Akhir-akhir ini, lanjutnya, tak jarang bergulir perbincangan di masyarakat bahwa santri mulai kehilangan ciri khasnya.

“Bisa membaca dan memahami kitab merupakan suatu hal yang sudah menjadi ciri khas seorang santri. Tapi sayang, hal itu sudah mulai memudar dan dianggap mengenaskan oleh masyarakat,” keluhnya.

Namun begitu, Athwi merasa bangga ketika menyaksikan masih banyak santri Latee yang semangat dalam mengaji kitab. Hal itu tampak dari aktivitas sebagian besar santri yang mengaji kitab kepada Kiai Ahmad Basyir AS (pengasuh Latee) di waktu pagi.

“Padahal, pengajian tersebut tidak begitu ditekankan oleh pengurus. Pengajian pagi itu murni atas inisiatif pengasuh. Santri yang mau, ya ikut. Sedangkan santri yang tidak ikut, tidak jadi persoalan,” katanya lagi.

Pengajian kitab pagi tersebut sudah lama berlangsung, sekitar tiga bulan yang lalu. Tepat pukul 06.15 WIB, pengajian dimulai. Lumrahnya, berakhir pada pukul 07.45 WIB. Tapi adakalanya juga dicukupkan pada pukul 07.30 WIB.

Apresiasi santri dari hari ke hari tetap baik. “Saya heran juga ketika merasakan betapa semangatnya teman-teman santri mengaji kitab di waktu pagi. Sebab, biasanya mereka masih terlelap dalam mimpi,” ujar Homaidi, salah satu santri Darul Lughah yang dari awal aktif mengaji.

“Saya sebenarnya malas juga kalau ngaji kitab, terutama ketika pengajian sore. Tapi, pengajian di pagi hari yang diisi Kiai Basyir ini saya rasa tidak membosankan,” kata Luqmanul Hakim, santri Latee asal Payudan.

Satu hal yang menjadi keunikan dari pengajian kitab tersebut ialah pesertanya. Bukan hanya santri biasa, santri yang berstatus sebagai pengurus pun juga ikut.

“Bagi saya ini adalah peluang emas. Meskipun kondisi fisik kurang sehat, Kiai Basyir tetap peduli kepada kami dengan tetap memberi pengajian. Maka, kepedulian tersebut harus saya hargai,” tutur Izzul Muttaqin, Koordinator Intelijen Departemen Keamanan Latee.

Hal senada juga dikatakan Faisol, salah satu pengurus Majlis Pertimbangan Pengurus (MPP). Santri yang lebih dari sepuluh tahun nyantri di Latee ini berujar bahwa ilmu-ilmu yang dimiliki pengasuh masih sangat banyak untuk dipelajari.

“Makanya rugi bila tidak meluangkan waktu untuk belajar pada beliau,” papar santri yang masih lajang ini diiringi dengan senyuman khasnya.

Senin, Mei 24, 2010

Pengurus Perpus Latee Berkomitmen Realisasikan Seluruh Program Kerja


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Program kerja merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan dalam sebuah organisasi. Salah satu ukuran ketercapaian suksesnya organisasi adalah sejauh mana pelaksanaan program yang direncanakan.

Mengingat hal itu, seluruh pustakawan Latee, Sabtu malam (22/5) kemarin, mengadakan rapat besar-besaran di mushalla Latee. Dikatakan besar-besaran karena rapat itu, selain pustakawan, juga melibatkan seluruh kru Hijrah.

Setelah didaftar oleh ketua Perpustakaan Latee, Mahrus Busthami, ternyata program kerja yang telah terlaksana mencapai 90 % lebih. Sedangkan program kerja yang belum terlaksana masih ada dua, yaitu Diklat Kepenulisan dan penerbitan buletin Hijrah Edisi 25.

“Kita mesti bulatkan tekad untuk merealisasikan seluruh program kerja yang sudah dirumuskan. Dengan begitu, saya optimis program kerja Perpustakaan 2009/2010 akan terlaksana 100 %,” tegasnya.

Menyaksikan keoptimisan Mahrus, seluruh pustakawan dan kru Hijrah mengamininya secara serentak. “Ketua semangat, bawahannya pasti juga semangat,” ujar sekretaris Perpustakaan, Syaiful Bahri, yang diiringi anggukan seluruh peserta rapat.

Rapat yang dimulai pukul 21.23 WIB tersebut menyepakati bahwa tenggat terbit Hijrah ialah hari Selasa, 1 Juni 2010.

“Jadi kita mempunyai waktu lebih dari seminggu. Saya kira tidak terlalu cepat karena naskah-naskah sudah banyak yang rampung. Kita tinggal genjot kinerja saja untuk merampungkan seluruh naskah yang sudah menjadi ketentuan dalam rubrik,” papar Mahrus dengan berapi-api.

Adapun Diklat Kepenulisan akan dilaksanakan pada hari Selasa, 25 Mei 2010. “Mengenai anggaran dana, kita tinggal nembusi ke bendahara Pesantren, surat rekomendasinya sudah ACC dari ketua pengurus Pesantren, Bapak Abu Sairi. Sedangkan fasilitatornya, Koordinator Departemen Publikasi dan Organisasi sudah menemukan orang yang memang kompeten dalam kepenulisan,” pungkasnya.

Minggu, Mei 23, 2010

Pelatihan Penelitian LPM STIKA Libatkan Mahasiswa Magang


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk— Jum’at (21/5) lalu, pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STIKA mengadakan pelatihan penelitian yang bertempat di kelas di bawah Aula Lantai II kampus STIKA. Pelatihan ini tidak terbuka untuk umum, tapi sebatas diikuti oleh pengurus LPM dan mahasiswa yang akan dimagangkan di LPM.

“Seperti ini memang proses kaderisasi di LPM. Kalau sebelumnya, peserta penelitian hanya diikuti pengurus saja. Tapi saat ini saya melakukan langkah berbeda dengan mengikutsertakan mahasiswa yang akan dimagangkan di LPM,” tutur ketua LPM 2009/2010, Syafiqurrahman.

Dalam pelatihan tersebut, yang menjadi fasilitator adalah Fathul Haliq, peneliti senior di Madura yang juga tercatat sebagai dosen STIKA. Dia hadir bersama segenap keluarga, termasuk kedua putrinya. Kedua putrinya inilah yang sering keluar masuk ke dalam kelas dan menimbulkan gelak-tawa peserta.

Dari empat belas pengurus LPM, hanya sepuluh orang yang ikut serta dalam pelatihan ini. Dua orang tidak bisa hadir karena punya kesibukan yang tidak dapat ditinggalkan. Sedangkan duanya lagi istirahat karena baru datang mempresentasikan hasil tulisannya yang masuk nominasi sepuluh besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

“Fahmi danTaufiqil Aziz punya kesibukan, sedangkan Abd. Watits dan Fathul Alif mungkin istirahat karena kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta,” kata Aufal Marom, sekretaris LPM.

Selain itu, ada empat peserta magang yang masih duduk di semester dua. Mereka adalah Ubaidillah, Syauqi Sugirono, Hajar, dan Habibi.

“Sebenarnya ada lima orang yang dimagangkan, satunya adalah Fathul Alif, mahasiswa semeter dua yang tembus LKTI se-Indonesia itu,” tambah Aufal.

Pelatihan penelitian tersebut terbilang singkat. Dimulai pukul 08.30 WIB dan berakhir pukul 11.45 WIB . “Saya kira pelatihan ini hanya pemantapan saja karena teman-teman di LPM sudah banyak yang pengalaman dalam penelitian. Saya harap agar yang magang tidak malu-malu untuk belajar pada seniornya,” imbau Fathul Haliq di sela-sela penjelasannya.

Lebih dari itu, Fathul Haliq berbagi pengalaman selama dia bergelut dalam dunia penelitian. Dia menyatakan bahwa seorang peneliti memang dituntut untuk selalu bersabar. “Intinya kita tidak abai terhadap proses. Proses memang melelahkan tapi hasilnya pasti membanggakan,” tegasnya.

Sabtu, Mei 22, 2010

Santri Latee Belajar Membuat Jamu Obat Hepatitis


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Di saat hampir berakhir masa kepengurusan, lagi-lagi pengurus Olahraga, Kesenian, dan Kesehatan (Orkestra) PPA Latee mengadakan kegiatan. Kegiatan tersebut berupa pelatihan membuat jamu yang bisa dimanfaatkan sebagai obat penyakit Hepatitis.

Bertempat di dapur Pesantren, Jum’at pagi (21/5), sekitar 24 orang santri bergerombol. Mereka bukan menanak nasi sebagaimana biasanya, melainkan meracik jamu yang dibimbing langsung oleh Abdurrahman, mantan pengurus Balai Kesehatan Pondok Pesantren Annuqayah (BKPPA).

Lima hari sebelum pelatihan ini dimulai, pengurus Orkestra menyebar pamlet pendaftaran. Salah satu yang menjadi syarat pendaftaran ialah pendaftar dikenakan uang kontribusi sebesar Rp. 5.000,-. Sayangnya, sampai H-1, tak satu pun ada santri yang mendaftar.

“Kami pun (pengurus Orkestra, red.) melakukan evaluasi. Ternyata permasalahannya kami temukan pada kontribusi pendaftaran. Kami menganggapnya terlalu mahal, sehingga dikurangi secara drastis dari Rp. 5.000,- menjadi Rp. 1.000,-. Syukurlah keesokan harinya banyak adik-adik santri yang mendaftar,” papar Ahmad Faidhal, Koordinator Orkestra, di kantor Pesantren.

Ahmad Faidhal juga menyatakan bahwa pelatihan tersebut merupakan tindak lanjut dari acara penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan satu hari sebelumnya (20/5).

“Kami memang sudah merumuskannya dalam program kerja di Departemen Orkestra. Tidak sekadar mengadakan penyuluhan, melainkan ada semacam langkah lebih lanjut setelah itu,” katanya sambil menuangkan air ke dalam nampan.

Selain itu, dia mengurai kembali segala hal yang berkenaan dengan masalah kesehatan yang dialami santri selama ini. Mereka harus menanggung biaya yang cukup besar mengingat biaya berobat ke dokter bisa dikatakan mahal.

“Salah satu tujuan dari pelatihan ini ialah agar santri mampu mandiri dalam menjaga staminanya. Obat ini bisa dijadikan minum-minuman guna menambah kesegaran tubuh. Tidak harus kena penyakit hepatitis dulu untuk meminumnya. Dengan begitu, lebih baik mencegah daripada mengobati,” tambah mahasiswa Mu’amalah STIK Annuqayah semester akhir itu.

Pelatihan yang dimulai sekitar pukul 07.45 WIB ini ditanggapi serius oleh Husnol Khuluq, salah satu santri Latee yang sampai saat ini tidak sembuh total karena dikena penyakit hepatitis.

“Selama setengah bulan, banyak uang yang telah saya keluarkan guna membeli obat tradisional yang bahannya sebagaimana yang terdapat dalam pelatihan ini. Dengan pelatihan ini, saya tidak harus repot-repot membelinya lagi,” katanya sambil memerhatikan arahan yang diberikan Abdurrahman.

Alat-alat yang digunakan dalam pelatihan ini cukup sederhana: kompor gas, panci, alat pemarut, dan nampan. Begitu pula dengan bahan-bahannya: temulawak 1 kg dan gula 1 kg. Proses pembuatannya juga tidak sulit: setelah temulawak diparut dan dicampur dengan gula, langkah selanjutnya ialah memasaknya sambil lalu diaduk.

Bila dicermati, tampak sekali keceriaan dari para peserta. Mereka serius selama proses pembuatan jamu berlangsung. “Kami sangat senang bisa belajar membuat jamu seperti ini. Ketika liburan pesantren nanti, saya akan coba membuatnya di rumah agar dimanfaatkan oleh keluarga,” kata Abd Majid, peserta pelatihan yang kini tercatat sebagai Koordinator Rayon al-Qurthubi.

Orkestra Selenggarakan Penyuluhan Kesehatan


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Bulan lalu (April), ada sekitar 7 orang santri Latee yang terserang penyakit hepatitis. Orang menyebutnya penyakit liver. Sebagai antisipasi mewabahnya penyakit tersebut, pengurus Olahraga, Kesenian, dan Kesehatan (Orkestra) PPA Latee mengadakan penyuluhan kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas Guluk-Guluk.

Acara tersebut diselenggarakan Kamis sore (20/5) kemarin bertempat di Mushalla Latee dengan mengangkat tema “Kesehatan di Lingkungan Pesantren”. Syafruddin, salah satu dokter di Puskesmas Guluk-Guluk, tampil sebagai penyaji. Tepat pada pukul 15.25 WIB, penyajian dimulai.

Awalnya, gedung mushalla hanya separuh yang terisi. Tapi tidak lama kemudian, santri-santri memadatinya. Itu tidak terlepas dari kekompakan pengurus Latee yang menghalau santri agar ikut nimbrung dalam penyuluhan yang amat penting tersebut.

Dalam penjelasannya, Syafruddin menyatakan bahwa ada empat hal yang harus dipenuhi agar lingkungan pesantren bisa dikatakan sehat: tersedianya air bersih, WC/jamban, pembuangan air limbah yang tidak mudah mampat, dan adanya tempat pembuangan sampah.

“Menurut ilmu kesehatan, keempat faktor ini wajib dipenuhi. Bila salah satu saja terabaikan, maka timbulnya penyakit seperti hepatitis tentu sangatlah rentan,” katanya.

Lebih jauh dia mengurai bahwa hepatitis merupakan sejenis penyakit yang disebabkan serangan virus yang menyerang hati (liver). Penyakit ini memiliki ragam jenis: A, B, C, D, dan G. Namun, dari kelima jenis penyakit hepatitis tersebut, yang sering menyerang tubuh manusia ada tiga: A, B, dan C.

“Untuk yang jenis A tidak sampai menimbulkan kematian. Gejala yang lumrah timbul ialah mata kekuning-kuningan, air kencing berwarna kuning, mual atau selalu ingin muntah, bahkan kalau sudah parah kuku juga kuning,” imbuhnya.

Adapun kedua jenis berikutnya (B dan C), lanjut Syafruddin, adalah jenis penyakit hepatitis yang sangat berbahaya. Ia dapat menimbulkan kanker hati yang ditandai dengan membengkaknya atau mengerasnya hati.

“Dari saking bahayanya, ia dapat berujung pada kematian. Selain disebabkan virus, minum-minuman berwarna juga menjadi penyebab utama dari timbulnya penyakit ganas ini,” ujar pria berkumis itu.

Selain itu, Syafruddin juga memaparkan bahwa kesehatan lingkungan itu tidak akan optimal tanpa ditopang dengan pola hidup sehat. “Salah satunya makan makanan yang baik, mandi teratur, dan memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran,” tegasnya sambil lalu memperbaiki posisi duduknya.

Maka, gagasnya, adakanlah semacam “gerakan bersih” minimal satu kali dalam seminggu. Di samping itu, penting pula untuk memerhatikan dan menerapkan sosialisasi kesehatan yang selama ini dilakukan pihak Puskesmas, yaitu 3M: Menutup, Menguras, dan Mengubur.

Acara yang menghabiskan waktu 2 jam lebih ini direspons secara positif oleh santri. Itu terlihat keantusiasan mereka dalam mengikuti acara tersebut. Lebih-lebih ketika memasuki sesi tanya jawab. Tidak sedikit dari santri yang mengacungkan tangannya untuk bertanya atau menawarkan gagasan cerdasnya.

Sebagai kata akhir, Syafruddin menghimbau kepada seluruh elemen pesantren untuk memerhatikan kesehatan berupa lingkungan pesantren yang kebersihannya terjaga. “Dengan begitu, tidak ada lagi ceritanya santri yang terkena penyakit hepatitis,” tandasnya.

Jumat, Mei 21, 2010

Tekankan Penguasaan al-Qur'an dan Imla'


Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Kamis malam (20/05) kemarin, Pengurus Madrasah Diniyah Baramij At-Tarbiyah wa At-Ta’lim (MDBTT) menggelar perayaan Haflatul Imtihan yang bertempat di halaman Masjid Jamik Annuqayah.

Acara yang dilangsungkan mulai pukul 20.00 WIB tersebut mengundang penceramah K.H.R Mujahid Ansori dari Surabaya. Beliau adalah ketua Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Jawa Timur.

“Alhamdulillah MDBTT untuk tahun ini mengalami peningkatan baik dalam pengembangan administrasi, kurikulum dan baca tulis Arab. Namun, masih banyak hal yang harus dikerjakan untuk meningkatkan mutu semuanya,” ungkap ustadz Rofi’ie, mudir MDBTT.

Drs. K.H. Abdul Warits Ilyas, pengasuh PP Annuqayah Lubangsa, menginginkan MDBTT harus lebih menekankan tingkat kelulusan santri pada sejauh mana santri bisa membaca al-Qur'an dengan fasih. Disamping itu juga beliau sangat menginginkan keterampilan khat imla' juga harus dijadikan tolok ukur.

“Sekarang banyak santri yang lolos, bukan lulus. Kalau lulus itu memenuhi syarat, tapi kalau lolos itu adalah santri yang selamat dari pantauan. Ke depan, kepada pengurus MDBTT harus lebih menekankan pada al-Qur'an dan imla',” ungkapnya.

Menanggap hal tersebut, mudir asal Kadur Pamekasan itu sudah melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kemampuan santri dalam kedua bidang tersebut sesuai dengan yang diinginkan pengasuh.

“Kami sudah melakukan beberapa langkah untuk mencapai apa yang ditargetkan pengasuh. Bahkan kami telah merombak kurikulum MD agar sejalan dengan target-target yang kami inginkan, tentunya yang berkaitan dengan keinginan pengasuh,” ungkapnya ketika ditemui di blok C/01.

Ketua Pengurus Latee Pertegas Kembali Peraturan Pesantren

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Seakan sudah mentradisi, tiap kali usai pelulusan kelas akhir (SLTA), tidak sedikit santri Latee yang “menghilang” jejaknya. Itulah yang melatarbelakangi mengapa ketua Pengurus Latee, Abu Sairi, S.Pd.I., di mushalla, Kamis malam kemarin (20/5), mempertegas ulang peraturan yang selama ini berlaku di Latee.

“Saya tekankan kembali agar teman-teman santri tidak main-main dengan peraturan pesantren. Peraturan ini bukan saja atas inisiatif pengurus melainkan sudah mendapat rekomendasi dari pengasuh sendiri,” katanya dengan raut wajah serius.

Abu Sairi sangat menyayangkan santri kelas akhir yang seringkali tidak mengindahkan peraturan pesantren. Padahal, mereka harusnya berterima kasih kepada pesantren yang telah sudi mendidiknya.

“Minimal dengan cara tidak melanggar peraturan pesantren yang di Binasaba (Bimbingan dan Pembinaan Santri Baru) sudah disosialisasikan oleh pengurus,” ujarnya lagi.

Di samping itu, Abu menyayangkan bahwa suatu kesalahan besar bila menyamakan pesantren dengan sekolah formal. “Sekolah formal libur, pesantren juga dianggap libur. Itu adalah pandangan yang sangat memilukan. Saya mengharap kepada adik-adik yang akan menginjak kelas tiga agar tidak meniru tingkah laku kakak kelas kalian yang terbilang salah,” tambahnya.

Selebihnya Abu Sairi mengingatkan kepada santri agar belajar lebih serius lagi mengingat ujian semester genap Madrasah Diniyah sudah di ambang pintu. “Saya lihat ketika menjelang ujian formal, adik-adik semangat belajar bahkan hingga larut malam. Oleh karena itu, saya mengharap begitu pula ketika menghadapi ujian Diniyah. Ingat, menyeriusi Madrasah Diniyah adalah aturan tak tertulis yang sering ditekankan oleh pengasuh,” pungkasnya.

Kamis, Mei 20, 2010

Diniyah Latee Rencanakan Kelas Akhir Terjun Langsung ke Masyarakat

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Selama ini, tampaknya, di Annuqayah hanya Nirmala yang menerjunkan langsung santri-santrinya ke masyarakat guna menjadi guru bantu. Namun kini, Latee juga ingin ikut andil walau dengan langkah yang berbeda.

Rabu malam (19/5), Diniyah Latee mengeluarkan pengumuman di mushalla bahwa kelas akhir tahun ini akan diterjunkan langsung untuk mengabdi di masyarakat. Modelnya bukan mengajar, melainkan menjadi bilal di masjid-masjid yang tersebar di kecamatan Guluk-Guluk.

Dalam penuturan Ahmad Faruqi, TU Diniyah, rencana tersebut merupakan respons positif pihak Diniyah atas instruksi dari pengasuh Latee (KH Ahmad Basyir AS) agar ada santri yang bisa diabdikan di masyarakat.

“Rencana kelas akhir menjadi bilal di masjid-masjid yang ada di Guluk-Guluk adalah ide dari mudir sebagai respons atas instruksi pengasuh. Selebihnya kami siap membantu. Kalau tidak ada kendala, insya Allah rencana tersebut bakal dilaksanakan setelah ujian semester II nanti,” paparnya.

Ujian semester II Diniyah Latee tinggal menghitung hari lagi. “Dalam kalender Diniyah, ujian dimulai pada tanggal 28 Mei 2010, dan itu diselenggarakan selama empat hari penuh. Setelah itu, kami akan konsentrasi pada rencana kelas akhir itu,” lanjut santri jurusan Tafsir Hadis STIK Annuqayah ini di kantor pesantren.

Berhubung rencana tersebut akan diwajibkan kepada seluruh santri yang duduk di kelas akhir, maka pengurus Diniyah akan menyeriusinya. “Termasuk salah satunya melakukan pembekalan jauh hari sebelum adik-adik santri diberangkatkan,” kata Faishol Khair, TU Diniyah yang lain.

Mengenai teknis pelaksanaan di tempat, lanjut Faishol, pihak Diniyah masih belum berpikir ke arah itu. “Tapi yang pasti kami akan terus berkonsultasi dan berkomunikasi dengan pengasuh,” ungkapnya.

Secara terpisah, Ibnu Hajar, salah satu santri kelas akhir, secara jujur menyatakan khawatir apabila rencana pihak Diniyah itu terealisasi. “Bukan tidak tahu menjadi bilal, melainkan karena saya dan teman-teman yang lain masih belum pengalaman menjadi bilal di masyarakat. Tapi saya sangat senang atas rencana yang terbilang baru itu. Karena dengan begitu, wawasan dan pengalaman saya kian bertambah,” ujar pemuda yang kini menjabat sebagai pembina Perpustakaan Latee itu.

Rabu, Mei 19, 2010

Terinspirasi Keistiqamahan KH Ahmad Basyir AS

Kegigihan Ustadz Athwi Busthami Mengembangkan Madrasah Diniyah Latee

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Di saat banyak para pendidik berlomba-lomba ikut sertifikasi, Ustadz Athwi Busthami justru berbalik arah dengan mengabdi pada dunia pendidikan tanpa pamrih. Kemajuan Madrasah Diniyah Latee selama ini tidak dapat dilewatkan dari perannya.

Selasa malam (18/5) kemarin, kantor Diniyah Latee terlihat penuh oleh para ustadz. Mereka berbincang santai seusai mengajar. Di antara mereka tampak salah satu ustadz muda yang memakai surban putih yang diselendangkan ke lehernya. Ya, dialah Ustadz Athwi Busthami yang kini dipercaya sebagai mudir (kepala) Diniyah Latee.

Athwi—panggilan akrabnya—terbilang santri senior di Latee. Dia mondok pada tanggal 16 Juli 2000. Setelah lima tahun mondok, dia dipercaya untuk berbagi ilmu dengan para santri melalui Madrasah Diniyah. Tidak lama kemudian, pada tahun 2008, dia didaulat sebagai mudir Diniyah Latee.

Dalam penuturannya, Athwi menjelaskan bahwa dari tahun ke tahun perkembangan Diniyah Latee cukup membanggakan. Kalau dulu karyawannya terbatas, tapi kini tidak lagi.

“Kami berusaha sekuat tenaga membenahi proses kaderisasi. Karena lembaga Diniyah terstruktur, maka ia tak jauh beda dengan organisasi. Oleh sebab itu, kaderisasinya sangatlah penting untuk diperhatikan,” kata lulusan STIK Annuqayah tahun 2008 ini.

Selain itu, lanjutnya, sistem pelayanan kepada santri diubah total. Kalau dulu santri yang sangat bandel (tidak dapat diatur) dapat berujung pada pemberhentian, kini pola seperti itu tidak dipakai lagi.

“Kami menggunakan strategi pengayoman, bukan kekerasan,” tegasnya.

Athwi berterus terang bahwa pernah suatu ketika ada santri yang banyak alpanya. Dia sudah sepantasnya dihadapkan kepada pengasuh. Tapi karena kasihan, dia panggil orang tua santri tersebut. Muaranya, orang tua tersebut memamitkan anaknya untuk berhenti secara baik-baik.

Selama ini, santri yang berurusan dengan pengasuh karena persoalan Diniyah bisa dipastikan akan “diistirahatkan” sebagai santri Latee. “Kebijakan pengasuh tersebut adalah bagian dari ketegasan. Beliau memang selalu serius kalau urusan Diniyah. Bahkan beliau sering berdawuh bahwa santri yang tidak sekolah Diniyah tidak akan diakui sebagai santri Latee,” kata santri yang lahir tanggal 26 Juli 1984 ini.

Dari situlah Athwi berusaha semaksimal mungkin memajukan Diniyah bersama asatidz lainnya. Athwi sangat terinspirasi atas keistiqamahan pengasuh dalam memajukan Diniyah. Bahkan, tak jarang pengasuh tetap mengajar meski dalam keadaan kurang sehat.

“Masak pengasuhnya semangat kemudian santrinya tidak. Itu bagi saya sendiri adalah suatu hal yang lucu. Saya sangat terinspirasi dari keistiqamahan beliau,” ucapnya sambil tersenyum.

Perhatian para ustadz terhadap para murid Diniyah sangat baik. Hanya saja kadang ada juga santri yang menyusahkan.

“Kami pernah diresahkan oleh salah satu santri yang tidak diketahui jejaknya. Di kelasnya tidak ada dan di kamar pondoknya tidak ada juga. Akhirnya kami minta bantuan kepada pengurus Keamanan,” ungkap Athwi dengan jujur.

Namun, pengalaman semacam itu tidak membuatnya patah semangat untuk memajukan Diniyah Latee yang jumlah muridnya kini hampir mencapai 700 orang. “Kalau berbicara kesan selama menjadi mudir, tentu ada kesan kurang baik dan baik. Yang kurang baik ialah waktu belajar saya berkurang. Baiknya, pengalaman saya kian bertambah dalam mengelola pendidikan,” paparnya.

Malam hari mengabdi di Diniyah, siang harinya Athwi juga bergelut dalam dunia pendidikan. Bahkan, dia mengajar seminggu penuh. Dia sekarang mengajar di SMA Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep; MTs. al-Wathan Lampereng, Pragaan Sumenep; Nurul Hidayah, Dandan, Pragaan, Sumenep; dan Hidayaturrahman, Klabaan Laok, Sumenep.

“Mudah-mudahan, pengabdian saya dalam dunia pendidikan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Sebagaimana sabda Nabi bahwa sebaik-baik manusia ialah mereka yang bisa bermanfaat bagi sesamanya,” tutur sarjana Pendidikan Agama Islam ini.

Selasa, Mei 18, 2010

Abdul Basith: Sang Aktivis Kitabiyah Annuqayah

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Di saat muncul kekhawatiran dari banyak kalangan terkait menurunnya minat santri dalam menekuni kitab, Abdul Basith tampil sebagai “penyelamat”, minimal di lingkungan PP Annuqayah. Segala hal yang berkenaan dengan kajian kitab, dia tampil di garda terdepan.

Abdul Basith lahir di Kampung Platokan, Desa Prancak, Pasongsongan, Sumenep, pada tanggal 1 Maret 1983. Pendidikan dasarnya diselesaikan di tanah kelahirannya sendiri (MI Darul Jihad, 1992-1997), sedangkan pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan di MTs. Raudhah al-Najiyah Lengkong, Bragung, Sumenep (1998-2000) dan menengah atas di MA Raudhah al-Najiyah (2000-2003). Adapun perguruan tingginya di STIK Annuqayah jurusan Tafsir Hadits (TH), lulus pada tahun 2009.

Putra dari pasangan H. Mansur dan Hj. Mahmudah ini sejak kecil memang dikenal sebagai santri yang ulet dan tekun belajar ilmu-ilmu agama, terutama di bidang kitab turats.

“K Muzakki sering bilang bahwa Ustadz Abdul Basith adalah santri yang paling serius dalam mengkaji kitab,” ungkap Syaiful Bahri, salah satu murid Abdul Basith di MA Tahfidh Annuqayah.

Sejak kecil Abdul Basith memang dikenal keistiqamahannya dalam belajar. Bayangkan, mulai kelas dua Tsanawiyah dia sudah hafal ‘Imrithi. Sedangkan nazham Alfiyah dia hafal-kuasai setelah menginjak kelas satu Aliyah. Hebatnya lagi, dari kelas dua Tsanawiyah sampai lulus Aliyah secara berturut-turut Abdul Basith selalu dinobatkan sebagai siswa teladan. Prestasinya mencapai titik klimaks tatkala Abdul Basith didaulat sebagai wisudawan terbaik di STIK Annuqayah pada tahun 2009 yang lalu.

Menarik sekali bila kita menoleh sedikit pada rekam sejarahnya. Pada awal tahun 2003, setamat Aliyah, dia melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di Annuqayah. Latee-lah daerah yang menjadi pilihan utamanya dari beberapa daerah yang ada di Pesantren Annuqayah.

“Saya memilih Latee karena pesantren ini lebih kental nuansa kitabnya daripada daerah-daerah yang lain. Tapi perlu dicatat, saya tidak bermaksud menyepelekan daerah yang lain dalam hal kitabiyah,” katanya tatkala dijumpai di kamar Darul Lughah nomor 5.

Di pesantren yang diasuh oleh KH Ahmad Basyir AS, potensinya kian terasah. Ketekunannya dalam “menjelajahi” ilmu dalam kitab-kitab klasik makin mengagumkan. Dari saking rajinnya belajar, dia sampai lupa untuk istirahat hingga waktu malam.

Itulah kebiasaannya dalam menuntut ilmu, sampai-sampai pada suatu ketika dia jatuh sakit selama satu tahun sampai harus dibawa pulang ke rumahnya. Dia kembali lagi ke bumi Annuqayah pada tahun 2005.

Demikian juga, dia sering menjuarai lomba-lomba baca kitab kuning, antara lain: juara II lomba baca kitab kuning satu abad Annuqayah (tahun 2000) se-Jawa Timur, juara I lomba tafsir MTQ di Depag Sumenep tingkat kabupaten (tahun 2003), juara II lomba baca kitab kuning kontemporer di PP Al-Amien se-Jawa Timur (tahun 2004/2005), juara II lomba baca kitab kuning yang diadakan oleh PCNU Bluto tingkat kabupaten (tahun 2005/2006). Inilah yang membuat namanya menjadi populer dan tenar di kalangan Annuqayah ataupun di luar masyarakat Annuqayah.

Berangkat dari ilmu dan pengalamannya, dia diberi kepercayaan oleh pengasuh PP Annuqayah sebagai Waka Kesiswaan MA Tahfidh Annuqayah, Dewan Konsultan Hukum Fikih Majalah Infitah yang semula diisi oleh K. Muhajir, Dewan Mustasyar Darul Lughah Al-‘Arabiyah Latee, wakil ketua lembaga Bahtsul Masail Qiraatul Kutub PP Annuqayah, tutor Qiraatul Kutub MAT dan MAK Annuqayah. Di samping itu, dia juga aktif dalam bahtsul masail se-Jawa Timur dan sering pula diundang untuk menjadi Mushahhih.

Meskipun dia menguasai ilmu kitabiyah, dia juga mampu di bidang lain, seperti menjadi MC (pemandu acara). Di samping menjadi MC, dia juga seringkali diundang menjadi penceramah. Dalam lembaga pendidikan formal, dia mengajar di MA Tahfidh Annuqayah, MA 2 Annuqayah, MA Atthahiriyah Aeng Panas, dan MTs Putra Al-Azhar Prancak.

Walaupun dia mempunyai talenta yang luar biasa dalam hal penguasaan kitab, dari segi penampilan dia tidak pernah berlebihan. Dia tetap biasa-biasa saja dan akrab dengan siapa pun. “Yang penting kita kuasa menjaga pandangan mata dan hati,” ucapnya singkat.

Minggu, Mei 16, 2010

Antre Membaca, Siswa Menyemut

MARAK Madaris 3 Annuqayah Menyambut Karya Siswa

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)


MARAK (Mading Raksasa). Dari namanya saja sudah menunjukkan bahwa mading ini bukanlah mading biasa. Mading ini sangat kontras dengan mading "padas" umumnya yang menggunakan bahan sterofoam dan berukuran kecil. Bagaimana mading ini bermula?

Bias warna kedua mading di dua sisi tembok antara Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah dan kelas VI MI 3 Annuqayah terlihat menawan dari kejauhan. Kedua tembok tersebut selalu menjadi perhatian orang-orang yang memasuki kawasan Madaris 3 Annuqayah. Gang yang asalnya tak punya fungsi lebih itu telah berubah menjadi latar berlepotan cat dinding penuh seni.

Dengan dibalut warna dominan biru laut dan biru langit serta gambar perahu batik cokelat di antara rumput-rumput hijau berbunga, tembok berukuran 6,5 meter tersebut tampak tersulap menjadi hidup, asyik, dan penuh keakraban.

Memang, 3 kali MARAK telah menjalani operasi plastik. Tapi baru kali ini tubuhnya benar-benar dapat memikat hati orang-orang, baik yang berdomisili di lingkungan Madaris 3 sendiri maupun pengunjung yang bertamu atau sekadar singgah dan berlalu di antara rerumput dan kotak-kotak inspirasi yang melekat pada kedua tembok tersebut.

Mading di dua sisi tembok yang diberi nama MARAK tersebut telah diciptakan sekitar 3 tahun yang lalu, tepatnya diresmikan pada tanggal 15 Agustus tahun 2008. Penggagasnya adalah siswa SMA 3 Annuqayah yang lulus pertengahan 2008. Rahmatin namanya.

Munculnya inisiatif penciptaan mading tersebut bermula dari keprihatinan Rahmatin atas semangat menulis dan membaca siswa yang kian hari kian menurun. Lalu ia mengutarakan ide menciptakan mading raksasa tersebut pada Direktur Madaris 3 Annuqayah. Karena dirasa manarik dan dapat memicu kreativitas siswa, akhirnya K M. Faizi memberi izin kepada Rahmatin untuk mewujudkan idenya itu.

Saat bekerja, para siswa yang 100% adalah perempuan disadarkan pada emansipasi. Mereka tak meminta bantuan sedikit pun pada kaum lelaki. Mereka arungi siang dan malam bersama cat-cat yang muncrat pada baju dan menempel pada tangan mereka. “Semua untuk Madaris 3,” ungkap Rahmatin, lirih.

Menurut Ernawati MR, penanggung jawab MARAK saat ini (periode ketiga), dari pengamatan yang dilakukan, pengunjung paling banyak yaitu pada periode ke-1 dan ke-3. Sedangkan pada periode kedua semangat siswa tampak berkurang. Pasalnya, terlalu banyak kotoran kucing yang ada di lokasi MARAK sehingga menyebabkan MARAK sepi pengunjung.

“Saat ini, kami mengusahakan untuk eksis. Saya amat senang dengan semangat yang telah mengalir lagi pada urat-urat siswa. Itu saya lihat saat mereka antre dan menyemut untuk membaca,” tutur Erna.

Tulisan ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Balon Ketua Pengurus Latee Ditetapkan

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Panitia Khusus Musyawarah Besar (Pansus Mubes) Latee 2010 bekerja secara serius jauh hari sebelum tiba hari “H”. Keseriusan itu tampak dari kinerja mereka yang ekstra cepat.

Setelah melangsungkan rapat perdana pada Senin malam (10/5) lalu, Jum’at malam (14/5) kemarin Pansus menindaklanjutinya dengan rapat kedua bersama Majlis Penasehat Pengurus (MPP) dan Pengurus Harian PPA Latee yang bertempat di kantor pesantren. Agendanya penentuan kriteria dan penetapan bakal calon (Balon) ketua Latee 2010-2011.

Sehabis jam belajar pukul 21.00 WIB, rapat dimulai. Ahmad Usmuni, bendahara Pansus, tampil membuka rapat. Sesudah itu, rapat dipimpin langsung oleh Abd. Khaliq selaku ketua Pansus.

Penentuan kriteria berjalan lancar. Hanya sekitar setengah jam, penentuan kriteria balon selesai. “Itu bisa dimaklumi karena kami sudah punya acuan penentuan kriteria tahun sebelumnya. Kami tinggal menyempurnakannya saja,” kata Abd. Khaliq yang tahun kemarin dipercaya sebagai sekretaris Mubes.

Setelah didaftar, ternyata ada sebelas nama yang memenuhi kriteria sebagai Balon, yaitu Abd. Rahem, Ali Makki, Hasbullah Siraj, Hamidi Latif, Sanusi Romli, Taufiqurrahman, Sama’uddin, Abu Sairi, M. Athwi Busthami, Izzul Muttaqin, dan Ach. Dzaqiqi.

Namun, dengan beberapa pertimbangan, akhirnya hanya lima nama yang tersaring, yaitu Abu Sairi, M. Athwi Busthami, Ahmad Dzaqiqi, Izzul Muttaqin, dan Sama’uddin.

Berulang-berulang Faisol, S.Pd.I, salah satu pengurus MPP, menekankan kepada peserta rapat agar merahasiakan hasil keputusan rapat terutama mengenai siapa saja yang tersaring menjadi balon.

“Kalau SK masih belum diumumkan, maka saya sangat mengharap kepada saudara-saudara agar merahasiakan hasil kesepakatan kita barusan. Ini demi kebaikan pelaksanaan Mubes nanti,” tegas Faisol.

Perkembangannya, tadi malam (15/5) sehabis shalat Maghrib berjama’ah, SK penetapan balon disosialisasikan di mushalla Latee. Ketika nama-namanya akan disebutkan, raut wajah santri kelihatan tegang. Tampaknya mereka bertanya-tanya: siapakah balon yang akan lolos menjadi calon Ketua Pengurus Latee nanti.

Sabtu, Mei 15, 2010

Mahrus Busthami Pimpin Perpustakaan Latee


Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Bangunan solidaritas pustakawan Latee selama ini cukup kental. Meskipun hujan deras, mereka masih rela meluangkan waktu bersama-sama dalam mengembangkan Perpustakaan.

Hal itu juga terlihat Kamis malam (13/5) di Mushalla Latee. Mereka berkumpul untuk melangsungkan pemilihan ketua Perpustakaan. Di pesantren, lumrah dikenal dengan istilah Musyawarah Besar (Mubes).

Rencana awal, acara Mubes tersebut akan ditempatkan di halaman STIK Annuqayah. ”Tujuannya tiada lain demi terciptanya nuansa yang tidak terlalu tegang,” kata Moh. Farhan QR, salah satu pustakawan Latee. Namun, rencana tersebut gagal karena hujan turun deras tak tertahankan. Akhirnya, acara sebagai tindak lanjut dari rapat Ahad malam (9/5) lalu ini ditempatkan di Mushalla Latee.

Acara yang dimulai pukul 20.30 WIB ini diawali dengan sambutan singkat Ibnu Hajar, pembina Perpustakaan. Sambutannya ini direspons cukup lama oleh para hadirin.

”Saya tawarkan kepada peserta Mubes, apakah jabatan ketua yang terpilih nanti hanya berlaku satu bulan sebagai upaya mengisi vakumnya kepemimpinan 2009/2010, atau bahkan bakal berlanjut pada masa bakti berikutnya, 2010/2011,” ucap Hajar dengan nada serius.

Secara serentak peserta Mubes memberikan jawaban berbeda. Namun, akhirnya disepakati untuk memilih opsi yang pertama mengingat Mubes Latee sendiri masih akan digelar pada tanggal 16 Juni nanti.

”Apalagi para kandidat adalah orang-orang penting. Romaiki Hafni kemarin sudah menjadi bakal calon (balon) ketua Tanfidziyah Darul Lughah Latee 2010/1011. Sedangkan M Khalil Zaen balon ketua OSIS SMK Annuqayah. Begitu pula Mahrus Busthami balon ketua DPS MAT,” kata Abd. Halim, pustakawan Latee yang juga tercatat sebagai santri Darul Lughah.

Tidak lama kemudian, pemilihan pun dimulai. Awalnya, angka yang diperoleh masing-masing kandidat berimbang. Tapi pada akhirnya dapat dipastikan juga: Romaiki Hafni 4 suara, M Khalil Zaen 6 suara, dan Mahrus Busthami 7 suara. Dengan demikian, Mahrus Busthami-lah yang terpilih sebagai ketua.

Mubes kali ini dihadiri oleh 14 pustakawan dan 3 kru Hijrah. Hidayatullah, Koordinator Pelayanan, tidak hadir karena ada acara keluarga. Sedangkan 2 kru Hijrah berhalangan sebab latihan pencak silat.

Patut disayangkan, Mubes yang disaksikan banyak santri ini tidak melibatkan Abu Sairi, S.Pd.I, ketua Pengurus Latee 2009/2010. Dia berhalangan hadir karena menghadiri acara keluarga yang mengharuskannya pulang Kamis pagi.

Namun demikian, acara ini berjalan lancar meski sedikit menegangkan. ”Sungguh mendebarkan. Itulah yang saya rasakan dan tampak pula oleh teman-teman (peserta Mubes, red.),” ujar Fudhaili, Redaktur Pelaksana buletin Hijrah.

Acara ditutup pada pukul 22.29 WIB, setelah Romaiki Hafni membacakan doa.

Kamis, Mei 13, 2010

Tong Pembakar Sampah, Cara Santri Al-Furqaan Tangani Sampah


Muhammad-Affan, PPA Al-Furqaan Sabajarin

Sejak beberapa bulan terahir ini, Pondok Pesantren Annuqayah daerah Al-Furqaan Putra sudah tidak lagi membuang sampah ke TPA yang terletak di sebelah timur rumah H. Subairi. Alfan Khairi, salah satu santri yang diamanahi mengurus kebersihan di pondok, mengabarkan kepada para santri yang lain bahwa pesantren daerah sudah tidak diperkenankan lagi membuang sampah ke TPA yang juga disebut “Taman Kodok” itu.

Menyikapi kebijakan pesantren terkait pelarangan membuang sampah di TPA Taman Kodok, salah satu santri PPA Al-Furqan menggagas tempat pembakaran sampah dengan memakai tong bekas. Setelah gagasan itu disampaikan ke beberapa teman pengurus, keesokan harinya, Alfan Khairi membawa tong ke Las Karbit milik Pak Muntasir.

Di sana, mula-mula tong dilubangi pada bagian atas. Muntasir kemudian mengelas lempengan atas tong tersebut dengan seng bekas sehingga diameternya menjadi lebih besar sekitar 10 cm dari ukuran sebelumnya. Kemudian di bagian pinggir lempengan seng itu ditekuk.

“Ini untuk penutup tong bagian atas,” katanya. Di bagian bawah, tong dilubangi, dibuat pintu berukuran 30 cm persegi dengan baut di bagian pinggir dalam pintu tong. Pintu dirancang bergerak membuka ke samping, tidak ke atas. Hal ini lebih untuk memudahkan proses pembakaran. Proses pembuatan tong ini hanya dilakukan dalam waktu tak sampai sehari.

Pada malam harinya, beberapa santri tampak bergotong royong memungut tumpukan sampah lalu memasukkan ke tong. Selanjutnya, proses pembakaran dilakukan. Dalam hitungan jam, sampah sudah ludes dilahap api.

Pembakaran sampah biasanya dilakukan pada malam hari, karena pada malam hari angin malam relatif lebih tenang. Jadi, kepulan asap langsung membumbung ke atas, tidak ke samping dan tak mengganggu lingkungan pondok dan sekitarnya.

“Sedangkan untuk sampah organik murni, seperti daun dan kulit pisang, dan sampah alam lainnya, ditumpuk di bawah pohon pisang milik pondok untuk dijadikan pupuk organik,” terang Alfan Khairi.

Rabu, Mei 12, 2010

Hairul Anam al-Yumna: Jurnalis Berjiwa Organisatoris

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

Pemuda yang satu ini biasa disapa Anam. Orangnya selalu bersemangat dalam berbagai hal, terutama kalau sudah bersentuhan dengan ranah organisasi dan dunia pers. Ia memang telah menisbahkan dirinya untuk serius menekuni keduanya. Tak heran, bila kini ia dikenal sebagai jurnalis sekaligus organisatoris andal.

Putra dari pasangan Abd. Latif dan Yumnadiyah ini dilahirkan pada tanggal 4 Mei 1989 di Desa Kertagena Tengah, Kadur, Pamekasan. Pendidikan dasar hingga SMA Anam tempuh di tanah kelahirannya, tepatnya di Yayasan Sosial dan Pendidikan Islam Miftahul Ulum (YASPIMU). Setelah tamat SMA pada tahun 2007, Anam hijrah ke Sumenep. Annuqayah Latee merupakan pesantren yang dipilih untuk dijadikan tempat menimba ilmu olehnya. Dari sinilah Anam mulai tertarik untuk bergelut dalam wilayah organisasi dan pers.

Pertama kali menginjakkan kaki di pesantren, Anam langsung mendaftarkan diri menjadi anggota Perpustakaan Annuqayah. Ia ”menghukum” dirinya di perpustakaan tersebut karena sebelum mondok ia jarang membaca. Semenjak menjadi anggota perpustakaan, kesadaran betapa pentingnya membaca tumbuh dalam dirinya. Tiada hari tanpa membaca. Proses tekun membaca inilah yang menjadi pemantik ghirah-nya untuk serius menulis.

”Di semester satu dan dua dulu, saya fokus pada membaca. Apalagi ketika itu ada orang yang selalu memompa semangat saya, yaitu Asep Syaifullah, santri Latee asal Jawa Barat,” kata Anam tatkala dijumpai di ruang Perpustakaan Latee.

Tidak sampai satu tahun di pesantren, Anam dipercaya menakhkodai suatu media. Ia menjadi Pemimpin Redaksi buletin Hijrah Latee. Awalnya, amanah ini terasa berat baginya. Namun, berbekal keyakinan bahwa satu-satunya kegagalan di dunia ini adalah kegagalan untuk mencoba, semangatnya menggelora. Secara otodidak, ia pelajari segala bacaan yang berkaitan dengan dunia pers. Dengan kerja kerasnya, media yang dipimpinnya terbit eksis sesuai rencana.

Seiring bergulirnya waktu, pada pertengahan tahun 2009, Anam dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Fajar LPM STIK Annuqayah. Tentu ini tidak disangka-sangka sebelumnya. Baginya, menjadi pemimpin redaksi majalah kampus adalah amanah yang tak ringan. Namun, atas bimbingan senior-seniornya, ia mampu menjalankan amanah tersebut dengan baik.

Tidak hanya itu. Di samping aktif di penerbitan, ia juga terlibat aktif di berbagai organisasi. Di pesantren, ia tercatat sebagai aktivis organisasi daerah Ikatan Santri Pamekasan-Sampang (IKSAPANSA) sekaligus pustakawan Latee dari tahun 2007-2009. Sedangkan di kampus, ia pernah aktif di Teater Gendewa selama dua periode (2007-2008/2008-2009). Dan kini, ia termasuk pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STIK Annuqayah.

Selain itu, ia juga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumenep. Hingga kini, tak jarang ia lantang bersuara dalam momen-momen demontrasi yang berlangsung di Sumenep. Tujuannya tiada lain menjadi ”penyambung lidah” masyarakat. Namun begitu, ia berprinsip teguh bahwa tindakan apa pun yang berbau anarkis tetap tidak dapat dibenarkan. Makanya ia amat senang dengan demonstrasi yang dilakukan secara damai dan mematuhi aturan menyampaikan aspirasi di depan umum.

Aktivitasnya yang lain adalah menjadi jurnalis untuk Pusat Data (Pusdat) Annuqayah dan Koordinator Departemen Publikasi dan Organisasi PP Annuqayah Latee. Sebagai jurnalis Pusdat, meliput kegiatan kepesantrenan adalah tugas utamanya. Karena memang sudah kompeten dalam dunia kepenulisan, membuat berita bukanlah hal yang sulit baginya. Meski belum genap dua bulan bergabung, ia terbilang sangat produktif menulis berita yang kemudian dipublikasikan di blog Annuqayah.

Meskipun aktif di pesantren pusat, ia tidak melupakan pesantren daerah. Tugas sebagai pengurus di Departemen Publikasi dan Organisasi (DPO) ia laksanakan dengan baik. Hal itu terbukti dari usahanya dalam mengembangkan perpustakaan dan organisasi kepesantrenan. Di perpustakaan saja, ia menjadi pelopor utama dalam memperluas jaringan kepustakaan. Baru-baru ini ia berhasil menjalin kerja sama dengan Penerbit Pustaka Pelajar di Yogyakarta, sehingga perpustakaan Latee mendapat bantuan buku secara cuma-cuma. Keberhasilan ini tidak dapat dilepaskan dari semangatnya dalam mengabdi guna membangun kesadaran membaca di kalangan santri. Ghirah pengabdian tersebut tercermin dari prinsip yang selalu dipegang teguh olehnya: ”Bergeraklah! Karena diam adalah mematikan!”

Rapat Perdana Pansus Mubes 2010

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Senin malam (10/5) kemarin, Panitia Khusus Musyawarah Besar (Pansus Mubes) 2010 PPA Latee melangsungkan rapat perdana di kantor PPA Latee. Rapat ini merupakan tindak lanjut dari rapat yang diprakarsai Pengurus Harian Latee Sabtu malam (8/5) sebelumnya, yang mensosialisasikan hasil rapat Kamis malam (6/5) antara Pengurus Harian Latee dengan Majlis Penasihat Pengurus (MPP) Latee terkait pembentukan Pansus Mubes 2010.

Pansus Mubes merupakan panitia pelaksana yang bertugas menangani suksesnya pemilihan ketua pengurus Latee, mulai dari pemilihan bakal calon hingga penentuan calon. Kepanitian ini memang dibentuk tiap tahun menjelang detik-detik akhir kepengurusan. Majlis Penasihat Pengurus dan Pengurus Harian-lah yang punya wewenang dalam menentukan siapa saja yang layak mengemban amanah tersebut.

Tepat pada pukul 21.10 WIB, Hairul Anam selaku sekretaris Pansus membuka rapat. Berselang beberapa menit kemudian rapat dikomando Abd. Khaliq, ketua Pansus. Ada dua hal yang menjadi agenda pokok dalam rapat tersebut: penyusunan Kalender Kerja (Kaker) dan estimasi anggaran yang diperlukan pra dan tatkala Mubes bergulir.

Rapat kali ini dihadiri oleh 7 anggota Pansus dari 10 anggota Pansus yang dibentuk. Faktor adanya kesibukan yang tak bisa ditinggalkan menyebabkan mereka tidak bisa hadir; ada yang mengurusi latihan pencak silat, LPj panitia SISKA’10, dan satunya lagi menangani bimbingan santri di Rayon al-Farisi.

Namun begitu, dalam rapat tersebut tampak kekompakan dari Pengurus Harian Latee: Abu Sairi, S.Pd.I. (ketua), Abd. Rahem (sekretaris), dan Ali Makki, S.Pd.I. (bendahara). Mereka semua hadir memenuhi undangan Pansus.

Karena sudah berpengalaman menjadi sekretaris pada kepanitian tahun sebelumnya, Khaliq memimpin rapat dengan baik. Agenda rapat terselesaikan secara efektif dan hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam.

Sebelum rapat ditutup, Abu Sairi mengemukakan dua catatan. Pertama, bahwa kekompakan dan keseriusan Pansus merupakan kunci utama suksesnya pelaksanaan Mubes yang akan dilangsungkan pada tanggal 16 Juni nanti, dua hari pasca Pemilukada Sumenep. Selain itu, dia juga mengimbau agar Kaker yang sudah dirumuskan diperhatikan dengan baik.

“Saya berharap agar Kaker yang telah disusun barusan dijadikan acuan oleh Pansus supaya gerak kinerja Pansus bisa terarah,” pungkasnya.

Selasa, Mei 11, 2010

Pelatihan Quantum Teaching Akhiri Program MQIP-SF


Ach. Fannani Fudlaly R, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri bersama Sampoerna Foundation mengadakan acara Pelatihan Quantum Teaching melalui program MQIP-PSF Jakarta (Madrasah Quality Improvement Program-Putera Sampoerna Foundation). Kegiatan yang berupaya meningkatkan mutu guru dalam mengajar tersebut digelar selama tiga hari, yakni, Rabu-Jum’at, 5-6 Mei 2010 bertempat di lantai dua Aula Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri.

Kegiatan tersebut diikuti oleh para guru Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri serta sejumlah guru delegasi dari berbagai sekolah tingkat SLTA sederajat di Annuqayah. Pemateri kegiatan tersebut Aries Setiawan, alumnus Universitas Brawijaya.

“Dengan kegiatan ini, diharapkan para guru tidak membuat siswa bosan dalam menghadapi pelajaran. Siswa dapat merasa senang dan tidak bosan dalam belajar,” kata Amir Ma’ruf, Program Officer MQIP-SF.

Dalam kegiatan tersebut, para guru diberikan metode mengajar yang dapat membuat para peserta didik tidak bosan, santai dalam menghadapi pelajaran serta dapat memecah suasana beku dan membangkitkan kembali fokus yang mulai hilang pada diri anak didik dalam proses belajar-mengajar.

Kerja sama yang dijalin antara Sampoerna Foundation dengan PP Annuqayah sejak tahun 2007 ini memang lebih menekankan pada pengembangan mutu guru dibandingkan program yang langsung mengarah pada siswa, karena peran guru sangat penting dalam proses pembelajaran.

“Guru lebih lama berada dalam lingkungan pendidikan dibanding dengan murid. Kalau murid ketika sudah berhenti dari sekolah ya sudah. Kalau guru bisa menularkan apa yang telah diperoleh kepada murid-muridnya yang baru,” jawab Amir Ma’ruf ketika ditanya kenapa lebih ditekankan pada mutu guru.

Pelatihan ini adalah acara terakhir yang diadakan Sampoerna Foundation dengan Annuqayah dalam program MQIP-SF. “Ini mungkin yang terakhir,” imbuhnya lagi.

P2O Adakan Diklat Memimpin Sidang

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Pengurus PP Annuqayah Lubangsa seksi Penerangan dan Pembinaan Organisasi (P2O) Senin kemarin (10/05) mengadakan diklat memimpin sidang. Acara ini ditempatkan di kelas X-3 Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putra dan diikuti oleh 30 peserta.

Acara yang dimulai pada pukul 14.30 WIB itu digelar dalam dua sesi pertemuan, sore dan malam. Adapun fasilitator yang mengisi acara diklat tesebut adalah Tabri Saifullah Munir S.Pd,I, salah satu Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Sumenep.

Dalam hal ini pengurus P2O membentuk kepanitian mengambil dari masing-masing ketua Organisasi Daerah (Orda) yang tergabung dalam Forum Ketua Organisasi Daerah (Forkod) sebanyak 10 orang.

“Acara ini sebenarnya diprioritaskan kepada pengurus-pengurus senior yang ada di ordanya masing-masing atau setidaknya memiliki kedudukan sentral, seperti menjadi ketua atau Dewan Perwakilan Anggota (DPA),” ungkap Taufikil Aziz, ketua panitia dalam diklat tersebut.

Ahmad Noval, koordinator pengurus P2O, mengungkapkan bahwa rencana mengadakan diklat tersebut dijadwalkan pada awal semester. Namun karena beberapa kendala maka baru bisa terealisasi.

“Karena job program kerja pada bulan ini tidak terlalu padat, maka kami memanfaatkannya untuk merealisasikan acara ini meskipun tidak tepat waktu sesuai dengan yang sudah terprogramkan sebelumnya,” ungkapnya.

Dalam diklat tersebut, Tabri—begitu sapaannya—petama kali memberikan pemahaman tentang definisi dan bentuk-bentuk persidangan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik memimpin sidang dan kiat-kiat jitu agar perjalanan sidang menjadi tenang dan kondusif. Di samping memaparkan teknik memimpin sidang, ia juga memberikan pemahaman bagaimana pemimpin sidang bisa berwibawa di depan peserta.

Ketua Perpustakaan Latee Mengundurkan Diri

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Ahad malam (9/5) kemarin, pustakawan Latee menggelar musyawarah tertutup. Mereka berkumpul di perpustakaan Latee atas undangan dari Abdurrahman, ketua Perpustakaan, yang beberapa bulan terakhir ini tidak begitu aktif di pesantren. Agenda yang tertera dalam undangan tersebut ialah evaluasi dan persiapan pemilihan ketua Perpustakaan Latee.

Sebelum musyawarah dimulai, tidak sedikit pustakawan Latee yang mempersoalkan mengapa pelaksanaan pemilihan ketua Perpustakaan dilakukan lebih awal dari biasanya. Lumrahnya, pemilihan tersebut dimulai pada minggu keempat bulan Juni.

Namun, persoalan tersebut tidak menjadi perbincangan yang berkepanjangan setelah sekitar pukul 21.15 WIB Abdurrahman Muhdi memanggil salam dihiasi senyuman khasnya. Tidak lama kemudian datang beruntun Syaiful Bahri, sekretaris, dan Mahrus Busthami, bendahara. Sedangkan pustakawan lainnya datang lebih awal dari mereka. Termasuk pembina Perpustakaan, Ibnu Hajar.

Tepat pukul 21.25 WIB musyawarah pun dimulai. Sesudah dibuka oleh Syaiful, kemudian musyawarah dipimpin oleh Abdurrahman. Setelah selesai agenda evaluasi, secara spontan Abdurrahman minta maaf kepada segenap pustakawan karena pada detik-detik akhir kepemimpinannya dia kurang aktif di pesantren.

“Saya tidak bermaksud lalai terhadap amanah yang telah diberikan sahabat-sahabat. Melainkan karena kondisi keluarga saya yang masih labil,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Secara mendetail Abdurrahman menceritakan bagaimana sedihnya ketika ibunya meninggal dunia, yang kemudian disusul ayahnya yang stroke gara-gara darah tinggi. Dia juga menuturkan perjuangannya untuk mendapatkan beasiswa agar bisa kuliah.

“Maka dengan ini saya menyatakan diri untuk mundur sebagai ketua Perpustakaan Latee masa bakti 2009/2010,” ucap santri asal Banyuangi itu secara tegas. Menurut Abdurrahman, pernyataan tersebut bukan dalam rangka lari dari tanggung jawab, tapi demi kebaikan dan masa depan perpustakaan.

Banyak tanggapan yang diberikan pustakawan usai Abdurrahman berbicara. Ada yang secara terang-terangan merasa kecewa karena lebih dari satu bulan dia tidak bekerja. Tapi tidak sedikit pula yang memakluminya.

Setelah musyawarah bergulir sekitar satu jam, para peserta musyawarah sepakat untuk menentukan bakal calon pengganti ketua perpustakaan. Melalui suara terbanyak, tampillah enam nama: Bairullah, M Khalil Zaen, Mahrus Busthami, Syaiful Bahri, Romaiki Hafni, dan Moh. Farhan.

Dari keenam nama tersebut tersaring tiga orang sebagai calon: Romaiki Hafni, M Khalil Zaen, dan Mahrus Busthami. Untuk pemilihan ketua, masih menunggu instruksi dari Koordinator Departemen Publikasi dan Organisasi PPA Latee yaitu Hairul Anam. Menurut Anam, tindak lanjut dari pemilihan ini akan dilangsungkan dalam waktu dekat.

Musyawarah yang berjalan secara menegangkan ini diakhiri dengan pesan dan kesan dari Ibnu Hajar selaku pembina Perpustakaan Latee yang tahun sebelumnya dipercaya sebagai ketua Perpustakaan.

“Bagi saya, Abdurrahman adalah pemimpin yang hebat. Saya maklumi di akhir kepemimpinannya tidak maksimal karena kondisilah yang menuntut itu. Saya berpesan dan berharap kepada Dik Abdurrahman untuk tidak melupakan perpustakaan Latee meski secara struktur sudah lepas,” ujarnya secara sungguh-sungguh.

Senin, Mei 10, 2010

Roqib dan Qisman Isi Acara Bagi-Bagi Pengalaman

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Jum’at (7/5) kemarin, dua anak santri pengabdian, yaitu Ach. Roqib dan M. Qisman Habaib, hadir ke Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala untuk berbagi pengalaman selama berada di tempat pengabdian dengan para calon ustadz yang sedang mendapat pembekalan selama seminggu. Acara dimulai sekitar pukul 13.47 WIB dan dimoderatori oleh Mahsun, salah seorang pengurus takmir dan kesenian Nirmala.

Mereka berdua memang sengaja diundang untuk mengisi acara tersebut. Acara bagi-bagi pengalaman ini cukup signifikan adanya karena mereka (baca: calon ustadz) bisa mempunyai sedikit gambaran umum mengenai kondisi masyarakat.

M. Qisman Habaib yang diberi kesempatan pertama bercerita banyak tentang kondisi siswa dan siswi, masyarakat, budaya, dan kegiatannya sehari-hari di tempat pengabdiannya, yaitu di lembaga al-Ittihadiyah, Pasongsongan.

Berbekal kemampuan dan keberanian dia berangkat ke tempat pengabdian. Menurutnya kunci kesuksesan seorang santri dalam pengabdian adalah kesopanan. “Adab, budi pekerti, dan tatakrama sangat penting ketika berada di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Qisman juga berpesan agar jangan sampai berbuat hal yang tidak baik kepada guru karena hukum karma masih berlaku. “Jangan sampai berbuat hal yang tidak baik kepada guru-guru kita, siapa pun dia,” pesannya dengan memohon.

Selain itu dia juga bercerita bagaimana cara begaul dengan masyarakat, mengajar yang baik, dan mendidik siswa.

Ach. Roqib juga tak kalah saing dengan cerita-cerita yang disampaikannya. Roqib lebih menekankan tentang bagaimana dia memengaruhi masyarakat sekitar. Roqib mendorong agar para calon ustadz lebih terbuka dan komunikatif di dalam bergaul dengan masyarakat sekitar. Dia menyarankan agar para calon ustadzah berbicara dengan masyarakat tentang persoalan yang ada di sekitar mereka, seperti tentang tanaman, ternak, dan lain sebagainya.

Selain itu misalnya pula di dalam masalah suguhan.

“Apa yang mereka suguhkan sebisa mungkin untuk dimakan, karena kalau tidak dimakan tuan rumah akan sangat kecewa sekali. Kalau teman-teman sekalian memang tidak mau minum kopi, bilang saja denga jujur,” katanya.

“Dan ingat juga jangan pernah menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat itu karena kepercayaan itu mahal harganya,” tambahnya.

Sedangkan kegiatan Roqib sehari-hari ialah mengajar. Selain itu dia juga aktif mengisi acara muslimatan setiap 2 minggu.

“Yang penting adalah keberanian kita. Bismilah, insya Allah sukses,” kata santri yang sedang mengabdi di Sanah Lok Lan Pelan, Pasongsongan ini.

Jum’at malam dilangsungkan acara penutupan. Acara ditutup oleh Dr. KH M. Afif Hasan, M.Pd. Menurut K Afif, program pengabdian ini merupakan proses pendewasaan. Kalau dibandingkan sama dengan mengenyam pendidikan selama 5 tahun.

Minggu, Mei 09, 2010

Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah Praktik Membuat Telur Asin


Muhammad-Affan, PPA Al-Furqaan Sabajarin

Sabtu sore, 1 Mei 2010, Sanggar Pelangi Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah mengadakan kegiatan praktik membuat telur asin. Kegiatan yang dimulai pada pukul 16.00 WIB ini sebenarnya sudah dijadwal beberapa minggu sebelumnya, tapi harus antri terlebih dahulu karena ada beberapa film pendidikan yang belum selesai tayang dan telah dijadwal sebelumnya di Sanggar Pelangi.

Proses pembuatan telur asin sangat sederhana dan gampang. Pertama, abu dicampur air secukupnya. Kemudian masing-masing anak mengambil beberapa genggam abu yang telah dibasahi itu dan dicampur dengan garam secukupnya. Setelah itu, telur kemudian dibungkus plastik dan disimpan selama seminggu.

Mega Eka Suciyanti, tutor kegiatan ini, menyarankan anak-anak membubuhi sendiri takaran garamnya. “Saya sengaja sarankan mereka untuk membubuhi sendiri garamnya. Nanti setelah telur direbus mereka akan tahu kadar asinnya. Di sinilah pembelajarannya buat mereka,” katanya, menjelaskan.

Pada hari Sabtu 8 Mei 2010, anak-anak berkumpul kembali untuk memasak telur asin yang seminggu sebelumnya mereka simpan. Dalam proses akhir ini tampak hadir dua orang fasilitator MI 3 Annuqayah lainnya, Siti Mailah dan Fatimatuzzahrah. Mereka membantu mempersiapkan peralatan untuk memasak.

“Peralatan yang dibutuhkan sederhana, yakni tungku, panci untuk memasak, dan wadah untuk tempat telur,” kata Mailah. “Dan prosesnya sangat sederhana. Tapi jika tidak pernah mencoba langsung mereka tidak akan bisa,” sambung Fatim.

Kegiatan ini dimulai pukul 15.30 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB, diikuti 13 anak-anak MI dari berbagai kelas. “Setelah ini Sanggar Pelangi berencana akan mencoba lagi membuat telur asin tapi tidak menggunakan debu, melainkan dengan air dan garam saja,” kata Mega menutup kegiatan sore itu.

Tulisan ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Diniyah Latee Perketat Standar Kelulusan

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Sabtu malam (8/5), Faisol Khair, pengurus Madal (Madrasah Diniyah Annuqayah Latee), menginformasikan di mushalla Latee bahwa pengurus Madal bakal memperketat kelulusan murid kelas akhir. Dia mengimbau kepada para santri agar lebih serius lagi dalam belajar, khususnya dalam baca kitab.

Pengumuman tersebut menimbulkan kasak-kusuk di antara santri. Keluar dari mushalla, mereka masih mempertanyakan kira-kira langkah apa yang akan diambil pengurus Madal dalam memperketat kelulusan murid kelas akhir.

Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab ketika tim Pusat Data Annuqayah menghubungi Ustadz Athwi Busthami, S.Pd.I di kamar Darul Lughah Nomor 2. Beliau memaparkan bahwa informasi tersebut berlandaskan pada musyawarah pengurus Madal beberapa hari sebelumnya untuk lebih serius dalam menangani Madal.

“Dari musyawarah tersebut dirumuskanlah ketentuan bahwa untuk tahun ajaran ini dan selanjutnya, khusus ujian kelas akhir akan kian diperketat,” katanya sambil lalu memperbaiki posisi duduknya. Kalau dulu standar kelulusannya hanya mengacu pada nilai Ujian Akhir Semester (UAS), untuk tahun ini dan selanjutnya ditambah dengan ujian khusus, yakni ujian baca kitab.

Lebih jauh Athwi menyatakan bahwa kemampuan santri Latee dalam membaca dan memahami kitab kuning kini menurun drastis. Menurutnya, yang melatarbelakangi ialah banyaknya materi pelajaran yang dikonsumsi oleh santri, dalam hal ini di pendidikan formal.

“Masuknya teknologi (internet) ke pesantren Annuqayah juga menjadi faktor mendasar. Akibatnya, santri terbiasa dengan hal-hal yang berbau instan. Ketika ada bahtsul masail, misalnya. Tidak menutup kemungkinan mereka malah memanfaatkan maktabasysyamilah untuk menelusuri referensi dari pada langsung membuka kitab. Hal tersebut juga berakibat negatif terhadap ghirah mereka dalam musyawarah kitabiyah,” papar santri asal Lampereng, Pamekasan itu dengan berapi-api.

Athwi menambahkan bahwa dengan adanya upaya memperketat pelulusan, santri nantinya akan sadar betapa pentingnya menekuni kitabiyah. Tetap menurut Athwi, murid yang lulus UAS tapi tidak lulus dalam ujian kitabiyahnya, maka dia harus berbetah diri untuk tetap belajar di kelas enam hingga tahun depan.

“Jangankan hanya nilai 9 yang diraih, angka 10 pun tidak bakal berarti bila kemampuan baca kitabnya sangat minim,” tandasnya.

Dalam pelaksanaan ujian khusus nanti, pengurus Madal sudah mencanangkan penguji yang sekaligus nantinya menentukan lulus-tidaknya murid. “Untuk sementara masih ada dua orang yang kami rencanakan, yaitu Ustadz Abdur Rasyid, S.H.I dan ustadz Ainol Fadlal, S.H.I.,” ungkap Athwi lebih lanjut.

Jumlah murid kelas akhir tahun ini meningkat pesat dari tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya hanya berjumlah 11 orang yang secara keseluruhan duduk di kelas akhir SLTA. Adapun sekarang mencapai 41 orang yang terpetakan ke dalam dua kelas “A” dan “B”. Untuk kelas A terdiri dari 19 orang: 10 orang siswa kelas akhir SLTA dan sisanya adalah mahasiswa STIK Annuqayah. Sedangkan kelas B didiami 22 orang yang kesemuanya duduk di kelas akhir SLTA.

Dari jumlah yang cukup banyak tersebut, Athwi berharap ada peningkatan kualitas dari sebelumnya. “Saya yakin, kebijakan memperketat kelulusan ini mesti berdampak positif terhadap para santri Latee yang kini duduk di kelas akhir. Insya Allah,” ucapnya sambil tersenyum.

Kamis, Mei 06, 2010

Sampah untuk Penelitian Sains

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Reputasi jurusan IPA yang cukup disegani di sekolah mestinya dibarengi dengan kreativitas. Hal semacam ini dapat terlihat dalam aktivitas pembelajaran di jurusan IPA SMA 3 Annuqayah.

Senin (3/5) kemarin, tampak kerumunan siswa di depan kelas XI IPA bersama satu orang guru, Syaiful Bahri, sedang melakukan penelitian cara menghasilkan tegangan listrik dengan sampah bahan organik dalam pelajaran fisika. Suasana riuh oleh suara siswa dan suara sesuatu yang sedang diulek.

“Saat ini saya beri mereka pelajaran baru tentang pemanfaatan sampah dan buah-buahan yang mengandung asam untuk menghasilkan tegangan listrik. Kebetulan di sini ada pohon belimbing yang sedang lebat. Jadi mereka memanfaatkan belimbing. Selain itu, mereka saya ajak untuk memulung tembaga dan seng di gudang,” kata Syaiful Bahri.

Lho kok? Ternyata, buah-buahan yang mengandung asam dapat menghasilkan tegangan listrik. Itu dibuktikan oleh siswa XI IPA SMA 3 Annuqayah. Caranya, mereka kumpulkan belimbing busuk yang mereka pungut dari halaman dhalem Ny. Hj. Wardatun, pengasuh PPA Al-Furqan Sabajarin. Kemudian mereka mencari barang rongsokan seperti tembaga, seng, dan dua kabel kawat berukuran setengah meter. Selain itu, mereka juga menggunakan alat bantu volt meter yang berfungsi mengukur tegangan listrik dan satu lampu bermuatan 3 watt.

Setelah barang-barang yang diperlukan terkumpul, lalu mulailah mereka melakukan penelitian. Belimbing yang telah dihaluskan dimasukkan pada dua botol berukuran 600 ml. Mereka celupkan dua kabel kawat pada dua botol tersebut.

Hasilnya, jarum volt meter menunjuk pada angka 6, yakni tenaga yang dihasilkan cukup tinggi. Dengan menggunakan sistem rangkaian seri, lampu menyala sangat terang. Raut wajah siswa kelas XI IPA pun menyala seperti lampu itu. Mereka sangat antusias, karena meski pertama kali mencoba mereka langsung bisa menghasilkan 6 volt.

Iir, Sapaan akrab Siti Muniratul Himmah menjelaskan bahwa semakin lama belimbing halus itu dibiarkan, maka semakin banyak tegangan listrik yang dihasilkan.“Hore berhasil! Senang sekali pelajaran kali ini. Selain bisa tahu tentang sains, saya juga bisa belajar dengan alam,” tambah Iir.

Cholilah, yang juga merupakan salah satu siswa kelas XI IPA, tak tinggal diam dalam mengikuti pelajaran kali ini. Menurutnya pelajaran ini sangat seru dan mengasyikkan. Lebih-lebih saat ia harus memungut belimbing busuk dan mencari barang rongsokan di gudang.

“Pelajaran ini juga membuat kita tersadar bahwa ternyata barang sampah sekalipun juga dapat kita manfaatkan. Kalau nanti lampu padam, saya akan manfaatkan buah-buahan di sekitar untuk menghasilkan tegangan listrik,” komentar Cholilah sekaligus mengungkapkan keinginannya.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Rabu, Mei 05, 2010

Nilai Terbaik STIKA Didominasi Perempuan

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Setelah ditunggu-tunggu banyak mahasiswa, akhirnya Selasa (4/5) kemarin Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah (STIKA) meluncurkan pengumuman terkait dengan siapa saja mahasiswa yang meraih nilai terbaik di tiap angkatan. Hebatnya, dari tiga jurusan (PAI, Tafsir Hadits, Mu'amalat), perempuanlah yang mendominasi nilai tersebut, kecuali semester VII PAI dan Semester VII Tafsir Hadits (TH).

Semester VII PAI diraih oleh Ach. Junaidi dan semester VII TH adalah Harun Adiyanto. Keduanya mampu mengumpulkan akumulasi nilai masing-masing 3,40 dan 3,31.

Menurut Busthami, kepala BAAK STIKA, mahasiswa yang mengantongi Indeks Prestasi (IP) tertinggi dari tiap-tiap semester bakal mendapat hadiah dari STIKA. “Reward-nya tidak berbentuk barang, melainkan beasiswa SPP gratis selama satu semester,” ucapnya saat ditemui di kantornya. Selama satu semester, SPP yang dikenakan kepada mahasiswa sebesar Rp 300.000,-.

Lebih lanjut Busthami menjelaskan bahwa kebijakan menggratiskan SPP bagi mahasiswa-mahasiswi STIKA sudah berlangsung tiga kali. Yakni, sejak tahun 2008. “Kami (Pimpinan STIKA, red.) sudah komitmen untuk mempertahankan kebijakan ini. Tujuannya tiada lain agar terjadi persaingan positif antar-mahasiswa,” ujar Drs KH M Abbadi Ishom, MA, salah satu pengasuh Annuqayah yang kini dipercaya sebagai ketua STIKA.

Ketika dimintai komentar dominannya perempuan dalam meraih nilai tinggi di STIKA, Abbadi tersenyum. Dia menyatakan bahwa hal itu merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Itu terlihat ketika digelar acara wisuda tiap tahunnya. “Saya amati memang mahasiswilah yang serius dalam kuliah,” katanya singkat.

Namun begitu, Afifi, salah satu mahasiswa PAI semester VI, tidak sepakat dengan apa yang dinyatakan ketua STIKA tersebut. Dia menilai bahwa mahasiswa yang tak mampu meraih nilai tinggi bisa saja dikarenakan memiliki banyak kesibukan, sehingga berdampak pada rendahnya nilai.

“Lebih-lebih mahasiswa yang aktif di organisasi, baik intra kampus maupun ekstra kampus,” paparnya saat dijumpai di dalam kelas.

Dari deretan nilai yang ada, dapat dicermati bahwa Husnol Khatimah-lah yang paling tinggi dari semua tingkatan. Mahasiswi yang kini semester II jurusan TH ini berhasil mendapatkan nilai 3,56, jauh melebihi yang lainnya.

Tapi, sebenarnya nilai tertinggi dari semua jurasan diraih oleh Abd. Muqit, mahasiswa PAI. 3,61 adalah angka yang dikumpulkannya. “Kesalahan administrasi ini sangat mengecewakan. Meskipun saya tidak gila nilai, tapi setidaknya ada kehati-hatian dari pihak STIKA,” ucap Pengurus Markaz Bahasa Arab Annuqayah asal Pamekasan ini.

Namun, kekecewaan tersebut sedikit terobati dengan adanya ketegasan dari Busthami untuk mengklarifikasi dan memperbaiki kesalahan tersebut. “Saya selaku kepala BAAK mohon maaf atas kekeliruan ini. Selanjutnya, saya akan lebih berhati-hati,” pungkasnya.

IKSAJ Adakan Praktik Mengurus Jenazah

Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Organisasi daerah (orda) Ikatan Santri Annuqayah Jawa (IKSAJ), salah satu dari 10 orda yang ada di PP Annuqayah Lubangsa kemarin mengadakan acara praktik mengurus jenazah yang ditempatkan di ruang kelas VIII-A MTs 1 Annuqayah Putra. Acara itu dimulai pada pukul 19.00 WIB dan diikuti oleh 27 angguta IKSAJ.

Pada kesempatan itu, organisasi yang berada di bawah naungan pengurus PP Annuqayah Lubangsa seksi Penerangan dan Pembinaan Organisasi (P2O) tersebut mengundang Mitsqala Karim, seorang ustadz senior, sebagai pembimbing untuk mempraktikkan tata cara mengurus jenazah dari memandikan sampai menguburkan.

Luthfi Afif Azzaenuri, ketua umum IKSAJ, mengaku puas atas pemaparan Mitsqala Karim. Ketika mengadakan evaluasi bersama setelah acara usai, sebagian besar anggota IKSAJ sudah bisa mempraktikkan tatacara pengurusan jenazah yang dipraktikkan oleh pembimbing.

“Banyak pengalaman yang kami peroleh dari praktik tersebut. Di antaranya mengenai perbedaan tradisi cara mengurus jenazah yang telah mengakar kuat di desa kami dengan apa yang dipaparkan Mitsqala,” ungkapnya.

Salah satu perbedaan yang ia paparkan adalah mengenai ketika si mayyit masuk liang kubur. Menurut tradisi di desanya, saat mayyit masuk liang kubur masih dikumandangkan adzan pada si mayyit. Namun apa yang dipaparkan Mitsqala tidak demikian. Meskipun tidak diadzankan tidak apa-apa.

“Tapi beliau (Mitsqala) menganjurkan kepada kami untuk menuruti tradisi di tempat kami sendiri selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Tujuannya agar tidak terjadi fitnah dan saling menyalahkan. Hal itu bisa terjadi karena orang-orang desa kebanyakan masih awam,” tambahnya lagi.

Selasa, Mei 04, 2010

273 Siswi Ikuti Pemantapan Aswaja dan Keannuqayahan


Ach. Fannani Fudlaly R, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Sebanyak 273 siswi Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri Annuqayah mengikuti acara pemantapan Aswaja dan keannuqayahan yang diselenggarakan oleh sekolah bertempat di aula utama MA 1 Putri.

Acara yang dihelat sejak Sabtu hingga Ahad (1-2/05) kemarin ini diikuti oleh para siswa kelas akhir (siska) sebagai pembekalan serta pengenalan visi-misi Annuqayah terhadap para siswi yang akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

“Acara ini adalah sebagai pemantapan terhadap konsep Aswaja dan keannuqayahan, supaya ketika mereka melanjutkan ke luar tidak terpengaruh dengan konsep-konsep baru serta masih berpegang pada visi serta misi Annuqayah,” tutur KH Muhammad Muhsin Amir selaku kepala Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri.

Di hari pertama, ada tiga sesi pemantapan tentang aswaja. Pertama, sebagai pembukaan para siswi diberi pengenalan tentang sejarah dan dialektika aswaja oleh Dr. H. Syahid HM, M.Ag., dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya. Kedua, tentang doktrin aswaja dalam aqidah akhlaq dan tashawuf oleh K. Ahmad Maimun Syamsuddin, M. Ag, dosen STIK Annuqayah. Dan terakhir, tentang doktrin aswaja dalam syari’ah oleh A. Jazuli Mudhar, M. HI., ketua ISNU Sumenep.

Di hari kedua, para siswi diberi pemahaman tentang ke-Annuqayahan oleh ketua pengurus PP Annuqayah, Drs. KH A Hanif Hasan, serta materi bertema aswaja dalam pola bertutur dan bertingkah laku santri dan alumni PPA oleh salah satu Dewan Masyayikh Annuqayah, yakni, Drs. KH A Warits Ilyas.

Tak hanya itu, di akhir acara para siswi diperkenankan memberikan kesan dan pesan selama acara pemantapan aswaja dan keannuqayahan. “Pada awalnya saya kurang tahu dengan apa itu aswaja dan Annuqayah. Tapi, alhamdulillah berkat kegiatan ini saya paham dengan kedua hal tersebut,” ungkap Musyarrafah ketika itu.

Anggota dan Pengurus Persal Digembleng Soal Keorganisasian

A Faruqi Munif, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk— Minimnya pengetahuan dan pengalaman tentang keorganisasian membuat organisasi daerah (orda) Persatuan Santri Lenteng (Persal) yang berada di bawah naungan P2O (Pengurus Pembinaan Organisasi) PPA Lubangsa mengadakan diklat tentang kebendaharaan dan keadministrasian.

Kegiatan tersebut diikuti pengurus dan anggota Persal. Latar belakang diadakannya kegiatan ini adalah karena belakangan Persal kesulitan menemukan kader yang baik untuk senantiasa bisa meneruskan tampuk kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Apalagi, tahun ini Persal mendekati pergantian kepengurusan.

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20-30 April 2010 bertempat di ruangan Kelas III-D MTs 1 Annuqayah Putra. Diklat dimulai pada hari Rabu (pembukaan), untuk Kamis-Jum’at adalah general review, sedangkan malam Sabtu penutupan.

Materi kebendaharaan diisi oleh Tohawi yang notabene pernah menjabat sebagai ketua Persal periode 2006-2007 dan bendahara periode 2005-2006.

“Kami mengundang Tohawi karena di samping alumni, dia juga berperan besar dalam kelangsungan Persal sampai saat ini,” ujar Zaifil Anam, ketua Persal saat ini.

Untuk materi administrasi, Persal mengundang A. Readi Sahen, mantan sekretaris PPA Lubangsa 2007-2008. Selama pelaksanaan diklat, panitia menyediakan dan memanfaatkan LCD Proyektor dan laptop agar peserta diklat dapat mudah menangkap materi-materi yang disampaikan oleh tutor.

Maltuf Efendi, ketua panitia, menambahkan, diklat itu diselenggarakan karena merupakan program kerja pengurus Persal divisi F (pengkaderan).

“Ini (diklat) kami lakukan, selain karena memang program kerja, juga sebagai koreksi bagi organisasi, tentang bagaimana kebendaharaan dan keadministrasian yang benar,” ujar santri asal Bilapora Rebba, Lenteng, itu.

Senin, Mei 03, 2010

Pembekalan Pragraduasi Trisiska Resmi Dibuka


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Sabtu (1/5) kemarin, pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala, KH A. Hamidi Hasan, resmi membuka acara Pembekalan Pragraduasi Trisiska (santri siswa kelas skhir). Acara tahunan ini dilaksanakan dalam rangka untuk membekali para santri siswa kelas akhir yang sebentar lagi akan terjun ke masyarakat guna melaksanakan program pengabdian.

Acara ini bertempat di mushalla lantai II Nirmala dan diikuti kurang lebih 15 peserta. Tiga belas dari PPA Nirmala dan 2 dari PPA Latee, yaitu Khalis dan Abdurrahim. Acara ini akan berlangsung selama 6 hari yaitu dari tanggal 1 hingga 7 Mei.

Pembukaan yang berlangsung sekitar 40 menit ini diisi dengan beberapa rangkaian mata acara yaitu pembukaan, pembacaan ayat suci Alquran, prakata panitia, sambutan-sambutan, dan penutup/doa.

Adapun materi yang akan disampaikan di antaranya ialah PAR (Participation Action Research) dan renstra (rencana strategis), psikologi anak, wawasan kesehatan, keterampilan dasar mengajar, manajemen administrasi sekolah, retorika dakwah, etika santri, refleksi perjuangan hidup Rasulullah saw, dan pengantar materi iqra’ dan pengenalan dunia anak.

Ahmad Faruq (24) mengatakan dalam sambutannya bahwa acara pembekalan pragraduasi ini dilaksanakan dalam rangka untuk memberi bekal kepada santri siswa kelas akhir sehingga mereka bisa berinteraksi dengan baik di masyarakat.

“Setidaknya mereka mempunyai gambaran bagaimana sesungguhnya mereka hidup dan bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat,” ungkap ketua panitia asal Moncek Timur itu.

Acara ini, lanjut Faruq, memang tidak akan membuat mereka hebat, tapi hanya ingin memberikan sedikit bekal demi terealisasinya hubungan dan interaksi yang baik di masyarakat.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh ketua Pengurus Nirmala, Ali Makki, bahwa kegiatan ini dilaksanakan hanya untuk memberikan bekal kepada santri siswa kelas akhir. “Paling tidak mereka sedikit memahami kondisi masyarakat,” katanya.

Ali berharap agar mereka mengikuti acara ini dengan baik dan bisa mengamalkan ilmu yang didapat dalam acara ini.

K. Hamidi mengungkapkan bahwa program pengabdian bukanlah program pembelajaran, melainkan program pendidikan. Artinya bagaimana nantinya mampu membina akhlak dan budi pekerti yang baik bagi semua siswa dan santri yang ada di setiap lembaga yang nantinya akan ditempati.

Ketika menjalani pengabdian, lanjut K. Hamidi, tentunya ada banyak kendala dan persoalan yang nantinya akan dihadapi, baik persoalan secara pribadi, persoalan kelembagaan, persoalan dengan pengasuh, dan persoalan dengan masyarakat. Akan tetapi, bagaimanapun juga, berbagai macam persolan yang nantinya akan kita hadapi sekiranya dapat kita hadapi dengan konsep dan ilmu yang telah kita punyai.

“Saya berharap adik-adik sekalian menjadi pribadi-pribadi yang baik. Dan yang penting ketika sampai ke tempat pengabdian adalah adik-adik bisa menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak yang di tempat tersebut,” kata beliau. “Dan jangan lupa untuk selalu bermusyawarah,” tambah beliau.

Sebelum mengakhiri sambutannya, beliau membuka acara ini dengan bacaan “Basmalah.”