Husnul Khatimah
Arief, PPA Latee II
Guluk-Guluk—Santri
Latee II belakangan ini disibukkan dengan aktivitas belajar dan menghafal materi-materi
diniyah. Hal ini karena sejak Jumat kemarin (13/1), Madrasah Diniyah Latee II (Madal
II) mengadakan ujian semester gasal. Ujian ini akan dilaksanakan selama lima
hari,
yakni sejak
tanggal 13-17 Januari.
Pelaksanaan
ujian ini memang sengaja dilakukan setelah ujian semester siswa dan UAS mahasiswa. Pelaksanaan yang diakhirkan
ini dimaksudkan untuk memberi keringanan pada siswa setelah beban mereka menghadapi
ujian di madrasah formal hilang. Hal ini disampaikan oleh Ghayatul Ismiyah,
ketua panitia ujian semester gasal.
Beda dari
biasanya, kali ini banyak santri yang menggunakan metode diskusi dalam belajar daripada
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya kelompok belajar
yang digelar di mushalla dan perpustakaan.
Di serambi
mushalla dan perpustakaan terlihat sekitar lima kelompok belajar dari tingkat
Awwaliyah dan Wustha tengah menyibukkan diri dengan berdiskusi. Mereka mengakui
bahwa belajar bersama (berdiskusi) lebih efektif dan efisien untuk mengingat
pelajaran. Apalagi, mereka bisa melengkapi pengetahuan yang belum dipahaminya
dengan pengetahuan yang dimiliki temannya.
“Saya lebih suka
belajar seperti ini (berdiskusi) ketimbang belajar sendirian. Kalau belajar
bersama teman-teman, saya pasti dapat pengetahuan baru dari mereka,” tutur
Arini, siswa kelas VI Awwaliyah, saat ditemui di serambi mushalla kemarin.
Pelaksanaan
ujian diniyah kali ini bisa dikatakan tidak memberatkan siswa, karena tidak ada
penarikan biaya ujian. Hal ini karena Madrasah Diniyah Latee II mendapatkan nada
BPPDGS (Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah dan Guru Swasta) dari Dinas
Pendidikan Jawa Timur senilai Rp. 64.000.000,- (enam puluh empat juta rupiah). Tentu saja kebijakan ini
menjadikan siswa tenang dan bahagia. Tugas mereka sekarang hanya belajar mempersiapkan
ujian.
Seperti tiga
tahun sebelumnya, pihak Madal II mempersiapkan kartu ujian dan lilin untuk
diberikan pada setiap siswa. Pemberian lilin ini pada awalnya diberlakukan saat
ujian Madal II dilaksanakan malam hari setelah sebelumnya dilakukan pada siang
hari. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi bila lampu padam.
“Kami harus
memberikan lilin pada tiap siswa. Hal ini menjaga kemungkinan lampu padam. Yah,
kalau nanti lampu padam tapi tidak ada lilin, ujiannya pasti akan ditunda.
Sementara lembar soal sudah dibaca oleh siswa. Wah, ini tentu akan bermasalah,”
ungkap Nashriyah Busadin, Wakil Kepala Madal II, dengan nada tegas.
Selain belajar
pada siang hari, santri juga belajar pada malam hari. Ketekunan mereka terlihat
ketika mereka rela menghabiskan waktu malam hanya untuk belajar.
Sebagian dari
mereka lebih memprioritaskan ujian diniyah daripada ujian di madrasah formal.
Hal ini diakui oleh Qurratul Aini, Siswa kelas V Awwaliyah, yang masih tercatat
sebagai siswa XI Madrasah Aliyah Program Keagamaan. Baginya, diniyah lebih baik
ia dahulukan daripada madrasah formal. Ia menilai bahwa berada di pondok
pesantren pada hakikatnya adalah belajar agama, sedangkan madrasah formal hanya
pendidikan pelengkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar