Kamis, Januari 06, 2011

Belajar Desain dari Koran Bekas


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Pada hari Selasa, 4 Januari 2011, Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah melaksanakan kegiatan rutin mingguan, Sanggar Pelangi. Sore itu mereka belajar desain pakaian.

Sebelum kegiatan dimulai, anak-anak dibagi menjadi dua kelompok. Tampak beberapa tumpukan koran bekas, bahan untuk membuat desain baju. Mereka lalu berdiskusi untuk menentukan bentuk dan model pakaian yang akan dibaut. “Bahannya pake koran bekas, gunting, dan lem,” kata tutor kegiatan tersebut.

Setelah 30 menit berlalu, desain pakaian berbahan koran bekas sudah jadi. Kemudian masing-masing dari mereka tampil untuk mengenakan sembari diapresiasi oleh temannya yang lain.

“Saya senang sekali dengan kegiatan sore ini,” kata Colik, siswi kelas 3 yang hadir sore itu. Kegiatan yang dimulai pukul 16.00 WIB tersebut dihadiri sembilan anak dan berakhir jam 17.00 WIB.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Rabu, Januari 05, 2011

Tim Lingkungan SMA 3 Annuqayah Merambah ke Isu Air


Ruka’iyah, PPA Al-Furqaan Putri

Guluk-Guluk—Pada hari Ahad (26/12) yang lalu, Komunitas Pemulung Sampah Gaul (PSG) SMA 3 Annuqayah yang terdiri dari tiga tim yaitu tim sampah plastik, pupuk organik dan tim gula merah mengadakan workshop penyusunan program lingkungan di bidang air. Kegiatan ini difasilitasi oleh M.Mushthafa dan bertempat di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah.

Acara ini berlangsung dari jam 08.00-11.15 WIB. dan dihadiri oleh siswa SMA 3 Annuqayah, bersama dua guru SMA 3 Annuqayah, yakni Mus’idah dan Syaiful Bahri.

Penyusunan program lingkungan di bidang air ini merupakan wujud pengembangan dari semangat cinta lingkungan yang akan diaplikasikan oleh siswa dan guru SMA 3 Annuqayah. Program ini merupakan pengembangan dan timnya nanti akan tergabung dengan tim PSG.

Dalam kegiatan ini, seluruh hadirin mencoba menggali aspek-aspek mendasar terkait dengan air, seperti pentingnya air bagi kehidupan, khususnya disekitar Pondok Pesantren Annuqayah, dan permasalahan yang muncul di bidang air.

Di antara permasalahan air yang teridentifikasi adalah adanya pencemaran dan penyusutan volume sumber air serta pencemaran atau penurunan kualitas air. Kedua masalah ini, di antaranya muncul akibat ketidaktahuan dan kekurangpedulian masyarakat.

Setelah menggali masalah, peserta bersama-sama mencoba membuat rumusan masalah dan tujuan proyek, yang akan menjadi dasar bagi proyek yang akan dilaksanakan.

Acara ini berjalan dengan lancar karena keaktifan dan kekompakan peserta, yang dibuktikan dalam bentuk gagasan dan pertanyaan.

Sebagai tindaklanjut dari kegiatan tersebut, akan diadakan pertemuan lanjuutan untuk menyusun bentuk program/kegiatan, waktu, dan hal-hal penting lainnya.

Berita ini dikutip dari Blog Madaris 3 Annuqayah.

Selasa, Januari 04, 2011

Kebangkitan Mahasiswa Pesantren

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Di awal tahun (1/1) ini, bertempat di gedung diniyah lantai II, santri PP Annuqayah Latee yang berstatus mahasiswa dan tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Latee (FKML) mengadakan pertemuan guna merumuskan gerakan yang bakal mewarnai organisasi yang berdiri 14 Desember 2010 itu. Mereka merajut kesadaran bahwa mahasiswa harus menjadi kekuatan sosial (sosial force) sebagaimana dielu-elukan selama ini, baik oleh mahasiswa sendiri maupun penilaian yang disematkan oleh masyarakat luas.

Visi-misi didirikannya organisasi yang semua pesertanya kuliah di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) ini ialah dalam rangka membangun solidaritas antar-mahasiswa dan memedulikan hak-hak masyarakat yang tertindas serta yang memerlukan pertolongan.

Berlandaskan pada visi-misi tersebut, gerakan yang akan dilakukan mereka pada tahun 2011 ini mengarah pada tiga hal: pemberdayaan, pendidikan, dan memperluas relasi kemahasiswaan. Semua itu telah terangkum dalam program kerja (proker) yang telah dirumuskan, baik dalam proker harian maupun di tiga divisi (divisi pendidikan dan penalaran, divisi pengembangan minat dan bakat, dan divisi humas).

Proker harian terdiri dari kunjungan ke beberapa kampus Islam, tadabbur alam, dan silaturahmi ke beberapa pesantren yang terdapat perguruan tingginya. Sedangkan proker divisi pendidikan dan penalaran lebih pada kajian-kajian filsafat, sastra, dan keagamaan. Proker divisi pengembangan bakat dan minat mengerucut pada dunia kepenulisan dan penerbitan.

Sedangkan divisi humas, prokernya mengarah pada pemberdayaan masyarakat, meliputi segala hal yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan masyarakat, menjembatani keluhan-keluhan masyarakat dengan instansi pemerintahan terkait, serta pelayanan publik berupa bakti sosial. Bakti sosial nantinya dikemas dengan membersihkan pemakaman desa dengan mengajak masyarakat setempat dan beberapa kegiatan lainnya. Selain sifatnya pemberdayaan, hal itu juga dalam rangka membangun kesadaran dalam diri masyarakat bahwa pesantren—terutama mahasiswanya—tetap peduli terhadap keberadaan mereka.

Menariknya, pertemuan yang dimulai usai Isya’ dan berakhir sekitar pukul 23.30 WIB itu diisi dengan kajian bertema “Eksistensi dan Peran Mahasiswa Pesantren”. Pembicaranya ialah koordinator departemen publikasi dan organisasi PP Annuqayah Latee.

Dalam kajian itu muncul kesadaran, mahasiswa pesantren selama ini cenderung eksklusif. Aktivitas kesehariannya tidak lebih hanya datang ke kampus untuk kemudian kembali lagi ke pesantren. Sangat jarang yang bisa mengadakan hubungan dengan masyarakat di luar pesantren. Akibatnya, jargon bahwa mahasiswa merupakan agen perubahan, bagi mahasiswa pesantren, jauh panggang dari api.

Selain itu, mahasiswa pesantren dipandang kaku dalam menyikapi persoalan. Jangankan persoalan yang melingkupi kehidupan masyarakat, persoalan komunikasi mereka dengan mahasiswa di luar pesantren masih memilukan. Dari segi kepandaian mungkin bisa diandalkan karena sudah terbiasa bergelut dengan buku atau kitab, tapi kecerdasan membaca problem masyarakat masih dalam tanda tanya besar.

Dari itu kemudian ditemukan akar masalahnya: mahasiswa pesantren cenderung eksklusif karena memang nyaris tidak ada organisasi yang mewadahi mereka. Organisasi yang mengakomudir seluruh mahasiswa pesantren diyakini kuasa melahirkan sikap inklusif dalam diri mereka. Konsekuensi logisnya, eksistensi dan peran mereka akan terasa bagi masyarakat. Muaranya, kebangkitan mahasiswa pesantren tidak dapat dielakkan lagi.

Minggu, Januari 02, 2011

LPM Instika Gelar Pelatihan Investigasi

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Guluk-Guluk—Sudah menjadi tradisi, tiap kali LPM Instika akan menerbitkan majalah, pelatihan investigasi merupakan rangkaian awal kegiatannya. Para pengurus, baik senior maupun yunior, lumrahnya dikarantina selama tiga hari. Keterampilan yang diperoleh selama pelatihan bakal menjadi bekal tatkala terjun ke lapangan, tepatnya ketika memburu data.

Dari hari Rabu siang sampai Jumat sore (29-31/12), bertempat di gedung baru lantai II Instika, pelatihan tersebut digelar kembali. Investigator majalah KRITIS Sumenep, M Thabri, tampil sebagai trainer. Lima belas pengurus LPM Instika masa khidmat 2010/2011 dituntut aktif selama pelatihan itu berlangsung.

Membangkitkan kesadaran serta menggenjot kepekaan dan daya kritis terhadap problematika sosial merupakan intisari dari pelatihan ini. Itulah yang membingkai data-data yang dijadikan bahan penerbitan majalah Fajar-LPM Instika selama ini. Majalah kampus yang telah terbit 16 edisi tersebut banyak yang mengapresiasi. Salah satunya Darmaningtyas, saat berkunjung ke PP Annuqayah beberapa bulan lalu. Apresiasi itu muncul karena majalah Fajar dipandang mampu menguak problem sosial yang selama ini cenderung diabaikan oleh media massa.

Jadwal pelatihan ini terbilang padat. Siang hari hanya istirahat ketika mau mandi, makan dan shalat. Malam hari dimulai dari pukul 20.00 WIB sampai 00.00 WIB. Meski begitu, para peserta tetap semangat mengikuti bimbingan M Thabri. Mereka sudah bertekad berlatih dengan serius demi masa depan bangsa.

Hari pertama, pelatihan lebih difokuskan pada teori-teori yang berkenaan dengan jurnalisme investigasi. Hari kedua, para peserta diarahkan mengkaji ulang masalah-masalah sosial yang sudah terangkum dalam majalah Fajar. Selanjutnya pada hari ketiga, pelatihan lebih difokuskan pada pembuatan outline majalah Fajar edisi ke-17.

Menurut M Thabri, setidaknya ada lima elemen yang harus dipenuhi dalam jurnalisme investigasi. Yaitu, mengungkapkan kejahatan terhadap publik atau tindakan yang merugikan orang lain; skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis (ada kaitan atau benang merah); menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan memetakan persoalan dengan gamblang; mendudukkan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung dengan bukti-bukti kuat; publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan bisa membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.

Tanpa kelima elemen tersebut, sebuah laporan panjang barangkali hanya bisa disebut sebagai laporan mendalam (in depth reporting). Dan, hal itu bukan termasuk jurnalisme investigasi melainkan sebatas penelitian saja.

Selain itu, M Thabri mengingatkan bahwa laporan investigasi sepatutnya dikembangkan dari hasil temuan-temuan sendiri, daripada mengekor hasil investigasi pihak lain. Sebab, ada perbedaan besar antara membuat liputan investigasi dengan memberitakan hasil investigasi (polisi, jaksa, atau KPK). Ada perbedaan besar antara melakukan investigasi dalam kasus pembunuhan yang diduga melibatkan Antasari Azhar dengan memberitakan hasil investigasi polisi dalam kasus tersebut.

“Kita perlu kembali meluruskan kesalahpahaman ini. Ada liputan-liputan yang sebenarnya hanya melaporkan hasil investigasi aparat hukum, lalu disebut sebagai liputan investigasi. Ini adalah kerancuan yang biasanya banyak terjadi dalam berita-berita korupsi atau kriminal,” ujarnya.