Jumat, April 02, 2010

Seminar Politik Awali Kongres BEM se-Madura

Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee

GULUK-GULUK—Kongres BEM se-Madura yang bertempat di Aula as-Syarqawi selama dua hari kemarin (31 Maret hingga 1 April) diawali dengan seminar. Tema yang diangkat ialah “Rekonstruksi Partisipasi Politik Masyarakat Madura Menuju Kehidupan Sejahtera.”

Rencana awal, pembicara dalam seminar ini adalah para bupati empat kabupaten Madura, Ahmad Halimi (Pemerhati Politik di Sumenep) dan Darul Hasyim (anggota DPRD Sumenep). Namun, tak satu pun dari para bupati tersebut yang hadir. Bahkan, untuk kabupaten Bangkalan dan Sampang tidak ada yang mewakili.

“Kami sangat kecewa. Kami sudah mengorbankan waktu, tenaga dan biaya hingga ditilang polisi untuk ngundang mereka, ternyata mereka tidak hadir,” keluh Khalili, ketua panitia kongres.

Kabupaten Pamekasan diwakili Kadarisman Sastrodiwirjo (Wakil Bupati Pamekasan), sedangkan Sumenep diwakili oleh salah satu ajudan Bupati. Anehnya lagi, perwakilan dari Sumenep ini hanya membacakan sambutan tertulis Bupati Sumenep. Setelah itu, dia langsung keluar. Akhirnya, yang menjadi pembicara dalam seminar hanya tiga orang: Darul Hasyim, Ahmad Halimi, dan Kadarisman Sastrodiwirjo.

Dalam seminar ini, Kadarisman Sastrodiwirjo menjadi pembicara pertama. Dia mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa partai politik merupakan sarana efektif yang bisa digunakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Dari itu, dia menganjurkan agar mahasiswa sebagai bagian dari elemen mayarakat tidak sungkan-sungkan masuk ke dalam partai usai mengenyam pendidikan formal.

“Untuk saat ini, mahasiswa Madura harus memiliki target dalam mendampingi masyarakat dengan jalan argumentatif dan tidak anarkis,” katanya. Selebihnya, pembicaraan Kadarisman berkutat pada hakikat demokrasi dengan mengutip pemikirannya Cak Nur—panggilan akrab Nurcholis Madjid—bahwa demokrasi itu tidak boleh lepas dari kejujuran, kebersamaan, dan musyawarah. “Sebab, ketiganya itu menjadi inti dari demokrasi,” tandasnya.

Ahmad Halimi tampil sebagai pembicara kedua. Tidak kalah serunya, dia mengkritik secara gamblang terlalu tingginya obsesi masyarakat terhadap partai politik. “Saya sepakat dengan Rendra bahwa masyarakat muslim sekarang cenderung menunggu menjadi penguasa terlebih dahulu untuk menyejahterakan masyarakat. Padahal tanpa ini pun (kekuasaan, red) juga bisa,” tegasnya.

Ironisnya, lanjut Halimi, kekuasaan selama ini hanya dijadikan ajang berfoya-foya. Kemewahan sudah menjadi pola hidup pemerintah Indonesia. Padahal, masih banyak anak yatim telantar hidupnya dan kemiskinan menjangkiti bangsa Indonesia. Sebab mendasar dari semua itu tidak lain karena Indonesia masih belum berdaulat dari segi ekonomi.

“Kedaulatan politik tanpa didorong oleh kedaulatan ekonomi merupakan suatu hal yang mustahil. Indonesia bukanlah negara demokratis karena hakikat demokrasi adalah kesejahteraan masyarakat. Sedangkan masyarakat Indonesia banyak yang terlunta-lunta hidupnya,” ujar Halimi secara detail.

Permohonan ma’af kepada Wakil Bupati Pamekasan mangawali pembicaraan Darul Hasyim. Dia menyatakan hal itu karena merasa malu atas sikap perwakilan dari Sumenep yang langsung pulang usai membacakan sambutan tertulis bupati. Setelah itu, dia memberikan penjelasan yang tak jauh beda dengan pembicara sebelumnya. Hanya saja, ada satu hal yang memantik gemuruh tepuk tangan dari hadirin, yaitu bantahan yang dilakukan Darul atas pernyataan Halimi bahwa Indonesia bukanlah negara Demokrasi.

“Siapa bilang Indonesia bukan negara demokrasi. Kebebasan di sini masih dijunjung tinggi. Pernyataan Indonesia bukan negara demokratis merupakan pernyataan yang bersandar pada emosi belaka,” katanya dengan semangat membara.

Keseriusan peserta mewarnai acara seminar ini. Itu terlihat ketika memasuki sesi tanya jawab. Banyak dari mereka mengacungkan tangan untuk bertanya dan menyumbangkan ide-ide briliannya. Hanya karena persoalan waktu, jadinya moderator sebatas membuka satu sesi saja.

“Sungguh di luar dugaan. Sebelumnya saya sudah kecewa karena pembicaranya tidak selaras dengan pamlet yang saya baca. Tapi, kekecewaan tersebut menguap seiring dengan penjelasan mencerdaskan dari para pembicara dalam seminar ini,” kata Habibi, peserta seminar, tatkala dimintai komentarnya.

1 komentar:

M. Faizi mengatakan...

Sukses... lain kali, kalau bikin acara, manual acaranya itu, lho, dibikin lebih serius, agar dapat meyakinkan undangan kalau acaranya juga akan dibuat serius.