Sabtu, April 03, 2010

Dari Mubes Aku Tersadar

Fathor Rahman, alumnus PPA Lubangsa (2003-2006), kini melanjutkan studi di Jurusan Sosiologi UIN Yogyakarta

Sabtu, 03 April 2010 adalah hari dimana Musyawarah Besar (Mubes) ke-6 Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Yogyakarta dilaksanakan. Kegiatan itu dilangsungkan di pendopo LKiS Sorowajan Yogyakarta. Awalnya, saya tidak terlalu berpikir banyak tentang kegiatan tersebut. Bahkan bisa dibilang bukan kewajiban yang mesti saya hadiri. Hanya saja karena waktu itu saya punya waktu luang, sehingga saya sempatkan hadir.

Betapa naifnya saya selama ini, yang gagal melawan lupa. Sehingga tidak lagi mengerti apa makna Annuqayah dalam hidupku. Padahal Annuqayah adalah salah satu titik kisar hidupku yang tiada terukur harganya, terlampau besar. Tapi saya telah melupakannya. Selama ini saya hanya sekedar ingat, kalau dulu pernah tinggal tiga tahun di sana. Tapi ingatan itu tidaklah benar-benar teresap dalam kesadaran diri.

Kegagalan saya memaknai Annuqayah dalam hidupku, jelas telah berimbas terhadap sikap saya bagaimana membangun solidaritas, keakraban dan kebersamaan dengan sahabat-sahabati alumni Annuqayah yang ada di Yogyakarta. Semakin nyata tersadari, ketika mengingat puluhan sms Mahdi (mantan ketua) yang mengabari kalau di basechampe IAA ada kegiatan, tapi saya tidak pernah menyempatkan diri untuk hadir. Kecuali hanya ketika ada buka bersama di bulan Ramadhan, itu pun seringkali datang terakhir. Jelas itu bermotif perut semata.

Itulah pengalaman kegagalan saya memaknai masa lalu. Mungkin karena terlalu gelap mata ingin mengejar misteri yang disebut masa depan. Lalu abai menyadari masa lalu yang telah banyak membentuk hidupku. Saat ini saya benar-benar bersyukur, ternyata kehadiran pada Mubes ke-6 itu, yang tidak lebih dari sebatas mengisi waktu luang, sangat bermakna. Dimana aku tersadar kembali, bahwa Annuqayah adalah bagian dari hidupku. Selanjutnya semoga saya juga bisa mengerti apa arti IAA dalam hidupku.

Untuk saat ini, sedikit saya mulai mengerti apa makna keberadaan IAA di Yogyakarta. IAA adalah salah satu media untuk mempertautkan kita dengan masa lalu. Memaknai Annuqayah dalam hidup kita. IAA bukan hanya sebatas tempat menjalin solidaritas dan keakraban kealumnian. Juga bukan sekedar perjuangan eksistensi dan identitas keorganisasian. IAA merupakan salah satu kendaraan guna mengangkut kita untuk bersama-sama membalas jasa-jasa Annuqayah terhadap kita. Paling tidak membangun kesadaran akan makna pemberian Annuqayah. Meski kutahu, Annuqayah tidak pernah meminta itu pada kita.

Sebelum saya melanjutkan paragraf ini, muncul dalam benak saya sebuah ingatan tentang perkataan populer-entah saya lupa siapa yang mengatakanya, “jangan tanyakan apa yang berikan negara kepadamu, tapi tanyakanlah apa yang telah kau berikan kepada negaramu”. Kalimat tersebut sepertinya penting untuk kita jadi landasan bagaimana kita memahami IAA. Agar kita selalu punya kesadaran, bahwa IAA perlu kita hidupkan sebagai media untuk mempertautkan kita dengan masa lalu.

Kalau tidak begitu, sepertinya kita akan terjebak dalam sikap pragmatis terhadap IAA. IAA akan dituntut oleh kita untuk memberikan keuntungan. Semisal, ketika pengurus IAA tidak bisa mengadakan diskusi-diskusi atau menjalankan program kerjanya, kita akan mudah menilai IAA tidak berarti bagi kita. Lalu tumbuh sikap apatis terhadap IAA dan pergi meninggalkannya. Resikonya lagi, tugas menghidupkan IAA akan dibebankan kepada sejumlah pengurusnya.

Sebelum saya akhiri, perlu dipahami tulisan ini sebagai bentuk permohonan maaf kepada Annuqayah. Karena selama ini saya telah abai memaknai Annuqayah dalam hidup saya. Untuk sahabat-sahabati di IAA, hanya pengalaman pahit ini yang bisa saya berikan kepadamu. Semoga kau tidak kesal kepadaku. I Love You full!

Cabeyan, 03 April 2010

Tulisan ini dikutip dari akun Facebook Fathor Rahman.

2 komentar:

Cinta Syahadah mengatakan...

masih mending ente hor.. aku di Malang justru tidak ada organisai IAA yang menyatukan alumin AnNuqyah. Disini (Malang) alumni Annuqayah seolah-olah berjalan sendiri2.. :(

M. Faizi mengatakan...

Semoga taubatan nasuha...
sebagai kompor bagi yang lain.
Menurut cerita MAHDI, IAA Jogja saat ini sangta aktif, lebih aktif dibandingkan era saya di tahun 90-an.