Minggu, April 11, 2010

Khairul Mubarik di Mata Teman-Temannya


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Wafatnya Khairul Mubarik (23), salah seorang Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Nirmala yang berasal desa Batu Ampar, pada hari Jumat (02/04) yang lalu masih menyisakan banyak kenangan dan duka bagi teman-temannya, terutama bagi taman dekatnya.

Sejak dilantik menjadi pengurus pada tahun angkatan 2008-2009, dia menjabat sebagai pengurus Seksi Takmir dan Kesenian. Dia termasuk santri senior. Tahun 2005 ia mondok ke PPA Nirmala. Selama 4 tahun (2005-2009) dia dikenal dengan santri yang ceria, pandai membuat teman-temannya tertawa, dan ulet bekerja.

Di sela-sela kesibukannya sebagai penjaga toko ABC (Annuqayah Business Center), dia masih bisa mengayomi santri dan bisa menjalankan tugas-tugasnya sebagai pengurus takmir.

“Mubarik itu meninggalkan kuliahnya bukan karena apa-apa, tetapi karena dia sudah tidak punya biaya lagi untuk melanjutkan kuliahnya, sehingga terpaksa cuti,” kata Rasyid, panggilan akrab Khatim Ibnu, salah seorang teman dekatnya yang tinggal satu kamar dengan Mubarik.

Khatim sama sekali tidak menyangka bahwa Mubarik akan meninggalkan teman-temannya. Dia merasa bersedih karena dia masih ingat kadatangannya ke Nirmala beberapa minggu sebelum dia dijemput oleh Allah swt. Ia berkunjung ke Nirmala pada hari Jum’at (12/03), bernostalgia dengan teman-temannya di depan toko Amanah Nirmala.

Dia juga sempat makan bersama Ali Makki (Ketua Pengurus Nirmala) di Toko Kitab, dan menonton film Stealth bersama Lutfi Imam (Koodinator Pengurus Binkadis) dan saya sendiri. Mubarik menderita penyakit TBC. Sekitar satu bulan dia berada di rumahnya untuk menjalani perawatan.

“Insya Allah saya akan kembali minggu depan,” katanya di hari Jum’at itu.

“Saya cuma ingin check up ke dokter di Pakong, Pamekasan. Mungkin tinggal dua kali lagi,” ia berkata dengan santai.

Sambil menunggu mbaknya pulang dari STIK Annuqayah yang sedang mengikuti kuliah program ekstensi, ia ngobrol dengan saya dan teman-teman. Dia terlihat telah sembuh total. Beberapa saat kemudian dia pulang mengendarai motor Bravo bersama mbaknya.

Hari Sabtu keesokan harinya, didengar kabar bahwa dia jatuh sakit. Penyakitnya kambuh lagi. Dia dirujuk ke RSUD Pamekasan. Saya dan teman-teman menjenguknya. Badannya tampak kurus, selalu berbatuk. Seakan-akan ia ingin mengeluarkan sesuatu dari balik lehernya. Waktu itu dia masih dia masih mampu berbicara, masih ingat kepada kami semua yang datang menjenguknya. Sepertinya ada harapan untuk sembuh. Dia mengucapkan terima kasih ketika kami hendak pulang.

“Terima kasih ya,” katanya sambil memegang tangan saya.

“Ia, semoga kamu lekas sembuh,” saya membalas ucapannya seraya mendoakan.

Sekitar 16 pengurus menjenguknya, beberapa hari setelah itu kabarnya kondisinya semakin memburuk. Dia dibawa pulang ke rumahnya karena kondisinya sudah sangat kritis.

Suasana kematian semakin terasa akan menjemputnya di saat salah seorang kerabatnya datang ke PPA Nirmala. Dia disuruh melihat catatan hutang yang ada di lemarinya oleh Mubarik. Tidak cuma saya sendiri yang merasakan bahwa Mubarik akan tiada, teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama.

“Biasanya kalau orang akan mendapati ajalnya dia akan berwasiat,” kata Nuruz, salah seorang pengurus Binkadis (Pembina Keamanan dan Kedisiplinan Santri).

Saya pun mengiyakan ucapannya, apalagi ditambah dengan kondisinya yang tidak menunjukkan perkembangan baik.

Teman-teman yang lain berasumsi bahwa kedatangannya ke PPA Nirmala pada hari Jum’at (12/03) ketika kondisinya belum betul-betul sehat sebagai kunjugan terakhir karena sesungguhnya dia ingin pamit kepada kami semua, namun kami tidak mengerti. Kenyataan itu semakin membuat kami berduka.

Dua hari (31/03) sebelum ia tiada, M. Rizal Bakrie (25), tetangga Mubarik dan juga pernah satu kelas ketika masih sekolah Diniyah di Nirmala, mengirim SMS kepada saya. Ia memohon doa teman-teman di pondok agar dia disembuhkan oleh Allah swt dari penyakitnya. Menurut Bakrie, Mubarik sudah tidak mengenal siapapun kecuali ibu kandungnya. Kami semua sudah was-was, secara logika dia sepertinya tidak akan lama lagi ada di dunia. Ternyata dugaan kami benar, dia benar-benar meninggalkan kami.

Akhirnya pada hari Jum’at (02/04) dia kembali ke Rahmatullah. Malam itu juga, setelah shalat Maghrib berjamaah, saya dengan teman-teman langsung menuju rumah Mubarik untuk menyalati dan mendoakan. Kami semua disambut oleh sanak keluarganya. Mubarik sudah dikafani dan diletakkan di mushalla di depan rumahnya. Sebenarnya mata ingin sekali mengeluarkan air mata tapi tak kuat menahan rasa malu karena berada di hadapan banyak orang.

Mubarik, semoga amal baktimu diterima di sisi Allah swt.

1 komentar:

Cinta Syahadah mengatakan...

Allahummagfrilahu warhamhu wa'afihu wa'fu'anhu. Amin