Jumat, April 02, 2010

Kongres BEM se-Madura Angkat Empat Isu Sentral


Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman (STIK) Annuqayah mengadakan pertemuan Kongres BEM se-Madura selama dua hari (31 Maret hingga 1 April) yang melibatkan seluruh BEM perguruan tinggi yang ada di Madura.

Kongres yang bertempat di aula As-Syarqawi tersebut dibuka dengan seminar bertema “Rekonstruksi Partisipasi Politik Masyarakat Madura Menuju Kehidupan Sejahtera” yang diikuti oleh 319 peserta putra dan putri dan 63 peserta delegasi kongres BEM se-Madura. Adapun penyaji yang mengisi seminar tersebut adalah Kadarisman Sastrodiwirdjo (Wakil Bupati Pamekasan), Halimi, SE (tokoh muda Sumenep), dan Darul Hasyim (komisi B DPRD Sumenep).

“Salah satu tujuan kami mengadakan kongres ini adalah sebagai ajang silaturrahmi kami (BEM STIKA) dengan pemerintah dan seluruh BEM se-Madura. Di samping itu juga berkenaan dengan tema, kami ingin meluruskan perilaku politik kotor yang semakin merebak di Madura. Kami ingin meluruskan kepada masyarakat bahwa sebenarnya bukan politiknya yang kotor melainkan politisinya,” ungkap Muhammad Khalili, ketua panitia, ketika ditemui di pondoknya, Lubangsa.

Hal itu juga dibenarkan oleh Khairul Umam, ketua BEM STIKA. Ia menambahkan bahwa partisipasi politik masyarakan Madura kini semakin pragmatis. Sama halnya dengan para politisi. Kalau tidak ada uang maka tidak akan memilih.

“Akhir-akhir ini kami menemukan banyak hal yang mulai melenceng dari maksud dan tujuan politik itu sendiri. Politik dijadikan tujuan bukan kendaraan, sehingga lupa akan visi dan misinya. Maka dari itu setelah ini (kongres) kami ingin mengubah pola pikir yang demikian sebab kita nantinya akan memilih Bupati dan Wakil Bupati Sumenep yang baru,” ungkapnya.

Ada empat poin pokok yang akan didiskusikan dalam kongres tersebut, yaitu sosial-politik, budaya, ekonomi, dan pendidikan. Keempat hal tersebut diformat secara berkelompok, semacam komisi-komisi, untuk mendiskusikan isu-isu tentang keempat elemen tersebut.

“Empat poin di atas sangat perlu kami diskusikan demi kesejahteraan masyarakat Madura. Setelah itu, hasilnya akan kami ajukan kepada pemerintah agar mereka tahu kondisi Madura yang sebenarnya dari setiap lini. Misalnya, tentang kondisi perkembangan ekonomi setelah hadirnya jembatan Suramadu atau bagaimana menyikapi politik masyarakat Madura, utamanya masyarakat Sumenep yang pada bulan Juni nanti akan menghadapi Pilkada,” tambah santri asal Lubangsa Selatan itu.

Bupati Tak Ada yang Hadir

Pelaksanaan kongres BEM se-Madura ini terbilang sangat besar. Panitia kongres mengundang seluruh bupati yang ada di Madura. Namun mereka dibuat kecewa karena tidak ada satu pun bupati yang menghadiri pelaksanaan kongres tersebut.

Panitia sedikit terhibur dengan kedatangan Wakil Bupati Pamekasan, Kadarisman Sastrodiwirdjo.

“Kehadiran Pak Kadarisman selaku Wakil Bupati Pamekasan cukup memberi spirit kepada kami. Tapi, kami tetap kecewa karena yang lainnya hanya dihadiri oleh perwakilannya saja,” ungkap Abdul Wasik salah satu panitia pada kongres tersebut.

Muhammad Khalili, ketua panitia kongres, sangat kecewa dengan ketidakhadiran para bupati itu. Ia menilai para bupati tersebut tidak menghargai mereka sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Padahal kongres tersebut murni untuk mencari solusi tentang problematika kemasyarakatan.

“Kami sangat kecewa dengan mereka (bupati) karena tidak ada satu pun yang menghargai kami. Entah, apakah ada kesibukan yang lain, saya tidak tahu. Yang jelas kami tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang alasan ketidakhadiran mereka. Padahal kongres ini juga dapat menjadi media silaturrahmi dengan mereka. Jelas kami sangat kecewa,” ungkap Muhammad Khalili.

Raut kekecewaan juga tampak pada ketua BEM STIKA, Khairul Umam. Ia mengungkapkan perjuangannnya merasa tidak dihargai sama sekali.

2 komentar:

M. Faizi mengatakan...

Pak Dadang maju ke tampil..

Cinta Syahadah mengatakan...

menuju kepada seNNang Lamtas..