Senin, Januari 05, 2009

Persiapan Santri Lubangsa Menghadapi Ujian Semester Ganjil

Supriyadi, PPA Lubangsa

Bagaimana persiapan santri Lubangsa menghadapi ujian semester pertama di sekolah formal Annuqayah? Hari Ahad 4/1/2009 tepatnya pada pukul 19:00 WIB suasana Lubangsa benar-benar sepi—tidak seperti biasanya. Sepertinya tidak ada satu suara pun yang muncul dari santri yang lagi serius belajar di depan asrama kawasan Blok F itu. Ada yang duduk, berbaring, dan posisi mereka sambil memegang buku mata belajaran di tangannya.
Suasana itu tidak seperti hari-hari sebelumnya, yang mana selalu terdengar suara santri yang bergurau meskipun jam belajar di pesantren sedang berlangsung. Pengurus yang datang untuk menegur mereka hanya mampu meredam saat pengurus itu masih ada di depan mereka. Kalau sudah tidak ada, gurau mereka pun berlanjut. Sedangkan bagi mereka yang suka berdongeng dan ngobrol, mereka berkumpul dan berbagi cerita satu sama yang lain. Mungkin hanya segelintir santri yang menggunakan jam belajar pesantren dengan serius. Itu pun harus mencari tempat yang sepi seperti di masjid agar tidak terganggu.
Sebut saja Muhklis (bukan nama sebenarnya) yang sedang duduk di bangku kelas X SMA 1 Annuqayah. Dia mangaku tidak punya persiapan sedikit pun dalam menghadapi ujian semister pertama ini. Dia hanya mengandalkan malam itu untuk belajar semaksmal mungkin agar dapat menjawab soal ujian Ekonomi dan Fiqih keesokan harinya (Senin 5/1/2009)—hari pertama ujian. Dia adalah lulusan MTs 1 Annuqayah pada tahun 2007 kemarin. Hal semacam itu sudah terbisa dia lakukan sejak masih duduk di bangku MTs. Di saat ujian, Muhklis tidak sekadar memaksimalkan belajarnya saja, tapi juga ibadahnya pun ditingkatkan. Dia termotivasi untuk bangun malam untuk menunaikan Sholat Tahajjud dan dilanjutkan dengan belajar.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Muhammad Sulaiman, siswa kelas XI MA 1 Annuqayah. Kalau sebelum ujian, dia hanya belajar maksimal 1 jam selama 24 jam. "Saat ujian, mau tidak mau jadwal belajarnya harus digenjot karena saya takut tidak naik kelas," cetusnya ketika ditemui di pondoknya.
Bapak Rohanna yang menjabat sebagai Pengurus Pesantren Kasi P2PK (Penididikan. Penalaran dan Pengembangan Keilmuan), ketika ditemui saat piket mengontrol santri di kawasan Blok F itu mengatakan, pihaknya merasa khawatir akan kesiapan santri (siswa) Lubangsa dalam menghadapi ujian semester pertama ini. Karena pada H-5 sama sekali tak terlihat peningkatan belajar santri untuk menghadapi ujian. Kalau berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, sangat berbeda. Kalau ujian sudah akan dilaksanakan, maka jauh hari sebelumnya santri sudah memadati Masjid dan pasarean untuk dijadikan tempat belajar. "Kalau sekarang jarang santri yang belajar di asta," ucapnya sambil menghisap satu batang rokok yang dipegangnya itu.
Sambil memegang tongkat yang berukuran 1 meter itu dia menambahkan bahwa yang menjadi faktor penurunan belajar santri itu adalah kurangnya kesadaran pada diri mereka. Sehingga mereka lupa akan tujuan yang sebenarnya dimondokkan ke pesantren. Namun pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin, bagaimana agar santri itu kembali sadar. "Kalau kesadaran itu sudah ada maka semuanya gampang," tambahnya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

motivasi santri belajar memang kelihatan sangat pragmatis. saya sendiri bisa membaca kondisi tersebut waktu masih ngajar di MA.