Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa
GULUK-GULUK—Seiring banyaknya santri di Lubangsa yang sering memakai sandal jepit yang bukan milik sendiri (ghasab) atau memakai sandal jepit jen-la’jen (bukan pasangannya) maka Pengurus Kamtib (Keamanan dan Ketertiban) PPA Lubangsa pada hari Ahad (25/01/2009) malam turun langsung untuk menindaklanjuti semua santri yang tidak punya sandal jepit sendiri atau yang memakai sandal jepit jen-la’jen itu, sehingga diperoleh data siapa saja santri yang tidak punya sandal jepit.
Pada malam sebelumnya, Sabtu (24/01/2009) ketua pengurus PPA Lubangsa, Lukman Mahbubi, selepas jama’ah shalat Isya’ telah mempertegas beberapa peraturan di hadapan santri, yang salah satunya menegaskan bahwa santri wajib memiliki sandal jepit sendiri. Ini dilakukan karena bukan hanya santri yang menjadi korban kehilangan sandal. “Bukan hanya santri yang jadi korban kehilangan sandal, tamu pun sering pula jadi korban atas kelakuan santri yang sembarangan ini,” ungkapnya ketika berbicara kepada santri setelah jama’ah shalat Isya’.
“Pengurus bukannya bermaksud untuk memperketat peraturan, tapi ingin menjaga nama baik kalian sebagai santri. Jika tamu kehilangan sandal, coba pikir bagaimana anggapan mereka kepada kalian,” tambahnya.
Sebelum operasi digelar setelah shalat maghrib, Pengurus PPA Lubangsa mengumumkan kembali kepada santri bahwa semua santri wajib turun dari Masjid Jamik Annuqayah untuk didata siapa saja yang tidak mempunyai sandal jepit. Hasilnya cukup lumayan. Beberapa santri tertangkap basah oleh pengurus Kamtib kebingungan karena tak punya sandal sendiri. Mereka yang tak punya sandal itu tidak diizinkan untuk turun dari masjid. Mereka disidang di dalam masjid dan akan ditindaklanjuti kembali selepas bel jam belajar berbunyi.
Ada santri yang mengaku jujur bahwa ia memang tidak memiliki sandal jepit. Ada pula yang tidak mengaku, alasannya punya tapi sedang kena ghasab. Lukman Hakim, warga blok D/06 yang kena razia pengurus mengaku dengan jujur bahwa dia memang tidak punya sandal.
Lain halnya dengan Hainur Rizki yang mengaku punya sandal namun jadi korban ghasab temannya. “Saya punya sandal, tapi dipakai orang lain,” kata santri yang masih duduk di kelas 1 MTs 1Annuqayah.
Sementara itu, sebelumnya, setelah jama’ah shalat subuh Ahad pagi pengurus maupun santri dikejutkan oleh sekumpulan sandal jepit merah berjumlah tujuh pasang merk swallow yang bertuliskan: “NGABES UY MATANA”. Setiap sandal ditulis satu huruf, dan dijejer sedemikian rupa sehingga terbaca demikian. Setelah ditelusuri, mereka bukan satu gank ataupun satu bilik, melainkan kaum tanak (komunitas menanak) yang sengaja membeli sandal yang sama. “Kami bukan punya gank atau satu bilik. Tapi kami hanya kaum tanak,” ungkap Khaliq diketahui sebagai ketua komunitas tersebut.
Mereka adalah Khaliq sebagai ketua (E/7), Ahmad Yasir (A/7), Dafir (E/7), Moh Yanto Abdeean (E/9), Endang Supendi (E/7), Syaifullah (A/16), dan Hormayanto (E/13). Mereka yang mengaku membeli sandal tersebut di koperasi membantah jika selama ini tidak punya sandal. “Sebelumnya kami punya tapi kena ghasab,” ungkap Moh Yanto Abdeean yang biasa dipanggil Beckham. “Ini juga sebagai bukti bahwa sesungguhnya kami mampu untuk membeli sandal jepit,” tambahnya lagi. Mungkin ini adalah siasat mereka menghadapi perilaku santri yang suka mempergunakan barang milik pribadi tanpa izin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Memang masalah ghasop harus dibasmi apalagi di dunia pesantren yang jelas sudah tahu hukumnya.
Kalau yang menulis berita memang tidak punya sandal alias (pa' empa' sakaben ben se bedeh) ya... wassalam bung!
Posting Komentar