Kamis, Januari 29, 2009

Lubangsa: Setelah Operasi Sandal Jepit, Kini Pakaian Santri

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Gema teriakan santri kembali bergemuruh setelah jamaah shalat Maghrib di Masjid Jamik Annuqayah Rabu (28/01/09) kemarin, tepatnya ketika Lukman Mahbubi, ketua pengurus PPA Lubangsa, mengumumkan Undang-Undang Dasar Susulan (UUDS) kepada seluruh santri. Senter pengurus kamtib (Keamanan dan Ketertiban) pun langsung berseliweran ke mana-mana bagai lampu disko bar di kota metopolitan. Tujuannya tak lain sebagaimana tugas kamtib itu sendiri: menertibkan santri.
Setelah dirasa cukup sukses meredam maraknya praktik ghasab sandal jepit, dari pengumumannya (24/01/09), operasionalnya (25/01/09), sampai ketentuan pembagian tempat sandal yang dipilah antar blok di depan masjid (26/01/09), malam Kamis kemarin pengurus PPA Lubangsa mengumumkan peraturan baru yang melarang seluruh santri memakai pakaian yang di belakangnya terpampang tulisan atau gambar pada saat mengikuti shalat berjamaah. Hal ini dimaksudkan untuk menambah kekhusyukan santri dalam melakukan solat berjamaah.
“Terkadang santri masih sempat membaca tulisan yang terpampang di pakaian temannya yang shalat di saf depannya, meski hanya dalam hati saja. Itu termasuk ‘illat shalat,” tutur Lukman Mahbubi saat menjelaskan peraturan baru tersebut.
Di samping melarang menghadiri shalat jamaaah dengan menggunakan pakaian yang memampang tulisan atau gambar, pengurus juga melarang santri memakai celana pensil yang memang sedang ngetren di Lubangsa pada khususnya. Pengurus melarang memakainya di mana saja, baik di lingkungan pondok maupun di luar pondok. Celana pensil dinilai kurang pantas dipakai santri. “Tidak enak dipandang, kene’ ka bebe (mengecil di bagian bawah, red),” ungkap ketua pengurus asal Ra’as itu.
Terhadap peraturan baru ini, ada beragam tanggapan santri. Ada yang mendukung. Tapi ada pula yang merasa keberatan, khususnya dengan larangan memakai celana pensil tersebut karena menurut mereka santri juga punya hak untuk mengikuti trend masa kini. “Saya tidak mengerti mau digimanakan Lubangsa ke depan dengan peraturan ini,” ungkap seorang santri asal Jember yang punya celana pensil.

Tidak ada komentar: