Senin, Januari 12, 2009

Kisah Seorang Pengemis di Hari Ujian

Subaidi, PPA Nirmala

Memanfaatkan momentum pelaksanaan ujian yang sedang berlangsung di lingkungan Annuqayah, Ahad (11/01) kemarin tiba-tiba datang seorang pengemis ke lingkungan MTs 1 Annuqayah Putra. Begitu tiba, pengemis itu langsung duduk di depan pintu kelas III E. Dengan kaki meringkuk dan kedua tangan menengadah, ia meminta iba siswa-siswa yang sebagian telah selesai mengerjakan soal-soal ujian. Tampaknya pengemis itu sedang beruntung. Dari sekian siswa MTs 1, tak sedikit yang terketuk hatinya dan memberikan uang receh, mulai dari pecahan 500 sampai seribu rupiah. Bahkan Bapak Ainul Fadhal, salah seorang pengawas ujian juga ikut merogoh sakunya untuk memberikan derma kepada pengemis tersebut.
Usia pengemis itu sekitar 55 tahun. Ia mengaku bernama Pak Puniyah, dari Gadu Timur Ganding. Pakaiannya awut-awutan dan kumal tapi tidak compang camping, memakai peci nasional yang sudah menguning, kaos dari salah satu partai, kemeja warna biru yang sudah luntur warnanya, sarung kotak-kotak yang bagian bawahnya seperti diplintir, menggulung kecil, dan memakai sandal jepit yang sudah hampir blong di bagian tumitnya. Saku bajunya disesaki uang receh berupa koin dan uang-uang kertas hasil pemberian orang yang baik hati.
Tanpa enggan sedikitpun dia bercerita seputar profesinya sebagai pengemis. "Kor la cokop buat beli Bodrex, kaula paleman cong!" (asal cukup buat beli Bodrex, saya pulang, nak!). Begitu paparnya dengan sedikit terbata. "Ongguna sengkok tak ebeki ben anak, todus." (Sebenarnya, saya dilarang anak kerja seperti ini, katanya malu). Ketika ditanya berapa pendapatannya perhari dari mengemis, dia enggan menyebutkan. Ceritanya berlanjut tentang kehidupannya waktu dulu. Katanya, ia pernah bersama-sama dengan salah satu masyayikh Annuqayah mengerjakan galian (mungkin galian bangunan). Dan dia bercerita tentang komplek Annuqayah tempo dulu yang katanya cuma ada dua dhalem, tapi sekarang sudah berpuluh dhalem. Ada sedikit nada kagum dalam ceritanya di bagian ini.
Fatihul Abror dan Ilham Akbar Sulthon, keduanya siswa kelas II A, yang kebetulan juga memberikan sebagian uang recehnya, mengungkapkan rasa belas kasihnya kepada pengemis tua itu. "Kasihan, saya membayangkan bagaimana kalau pengemis itu orang tua saya," kata Sulthan dengan mata berkaca-kaca. Berbeda dengan kedua siswa kelas II A tersebut, salah satu TU yang enggan disebut namanya, menilai bahwa penampilan pengemis itu sebenarnya dibuat-buat agar dapat menarik iba orang-orang yang ditemuinya. Namun terlepas dari hal itu, pengemis adalah fenomena tersendiri di tengah kondisi bangsa kita sekarang ini.

Tidak ada komentar: