Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee
Guluk-Guluk—Hubungan pesantren dan wali santri harus terjalin secara sinergis. Mesti terbangun kerja sama yang kukuh antara keduanya. Ketika penanganan santri hanya dipasrahkan sepenuhnya kepada pesantren, maka tidak menutup kemungkinan bakal terjadi ketidakmaksimalan. Terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan akhlak santri itu sendiri.
Demikian pesan dan harapan pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Latee, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura saat sambutan dalam acara Ikatan Wali Santri di mushalla Latee, Sabtu (10/9) pagi.
Menurut tokoh NU Sumenep itu, “pesantren” dan “sekolah” terdapat perbedaan. Perbedaannya ialah terletak pada penanaman nilai-nilai keagamaan di dalamnya.
“Menanamkan spirit akidah dalam diri anak didik merupakan suatu hal yang amat mendasar yang terdapat di dunia pesantren. Inilah yang jarang didapati di bangku sekolah,” tegas K Basyir sembari didengarkan oleh para wali santri secara khidmat.
Lebih jauh, K Basyir menyatakan miris mencermati kenyataan pola hidup glamor yang dilakoni kebanyakan pemuda saat ini. Sebut saja misalnya, tradisi pacaran dan mabuk-mabukan.
“Kita seakan mudah mendapati kabar mengenai gencarnya pemuda sekarang berpacaran dan mabuk-mabukan. Belum lagi persoalan narkoba yang dapat mengancam masa depan mereka,” tambahnya.
Dalam pertemuan yang dihelat setahun sekali itu, K Basyir menyitir hadis yang menyatakan bahwa orang yang sakit karena mabuk-mabukan tidak perlu dijenguk dan tidak usah disalati bila mati.
Masih menurut K Basyir, mereka yang sudah tergelincir pada persoalan pacaran dan mabuk-mabukan serta sejenisnya, terbilang sudah kehilangan iman.
“Kalau masih punya iman sekalipun secuil, tak mungkin melakukan maksiat,” imbuhnya.
Dari itulah, K Basyir mengimbau kepada para wali santri agar memperhatikan kehidupan putra-putrinya ketika pulang dari pesantren, baik tatkala liburan pesantren maupun tatkala sudah berhenti kelak. Di situlah jalinan sinergi antara pesantren dan wali santri dapat dilabuhkan.
Pada kesempatan itu, K Basyir juga menyinggung persoalan politik ke-NU-an. Menurutnya, orang-orang NU tak arif menakala bergelut dengan dunia politik. Lebih-lebih bila sampai “memperjualbelikan” organisasi yang didirikan oleh para ulama itu.
“NU merupakan organisasi pemberdayaan, amat tak layak bila sampai dinodai dengan ragam kepentingan yang tidak selaras dengan visi-misinya,” tandasnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar