Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa
Guluk-Guluk—Seiring dengan banyak bermunculannya paham, aliran, gerakan, ataupun organisasi yang tidak sejalan dengan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang sesuai dengan visi misi Pondok Pesantren Annuqayah, maka perlu kiranya diberikan “pemurnian” pemahaman tentang Aswaja kepada para calon mahasiswa baru.
Itulah alasan Ach. Qusyairi Nurullah, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), memilih tema “Tantangan Ideologi Aswaja dalam Bingkai Keindonesiaan” pada sesi Stadium General Orientasi Pendidikan Kampus 2011 (Ordik’11) yang dilaksanakan pada Selasa (13/09) pagi kemarin.
Acara itu dimulai pada pukul 09.23 WIB, bertempat di Aula Asy-Syarqawi. Turut hadir dalam acara itu Drs. K.H. A. Warits Ilyas (Dewan Masyayikh PP Annuqayah), K.H. Ahmad Basyir AS (Dewan Masyayikh PP Annuqayah, Rois Syuriah PCNU Sumenep), H. A. Pandji Taufik (Ketua Tanfidziyah PCNU Sumenep) dan beberapa dosen di Instika sekaligus menyambut kedatangan K.H. Miftahul Akhyar, Rois Syuriah PWNU Jawa Timur yang diundang sebagai penyaji pada acara tersebut.
K.H. A. Warits Ilyas dalam sambutannya memberikan pemahaman bahwa Aswaja yang diajarkan di PP Annuqayah adalah Aswaja Annahdliyyah yang dalam bidang fiqih condong kepada madzhab Syafi’ie.
Sementara K.H. Miftahul Akhyar mengatakan bahwa aqidah Aswaja adalah aqidah yang seimbang, tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Itulah mengapa Aswaja banyak diterima oleh kalangan masyarakat Indonesia.
Alumnus PP Sidogiri itu memberikan alasan mengapa Aswaja dalam bidang fiqih, misalkan, lebih condong kepada Imam Syafi’ie. Menurutnya, imam dari suku Quraisy itu pendapatnya lebih seimbang daripada Imam Hanafi, Hanbali, dan Imam Maliki.
“Kalau boleh saya mengatakan, Aswaja itu asal wajar-wajar saja. Tidak ekstrem kanan, tidak ekstrem kiri. Seperti hadits nabi, perkara yang baik adalah perkara yang seimbang,” ungkapnya kepada 243 peserta Ordik.
Beliau menyatakan bahwa tantangan Aswaja di era kekinian amat kompleks. Ancaman itu bukan hanya datang dari paham yang berbeda pandangan dengan membangun gerakan kontradiktif dalam segala lini, melainkan juga dari gerakan-gerakan halus yang tidak mengatasnamakan paham ataupun ideologi. Contoh kecilnya berupa bantuan sosial dan perkembangan teknologi.
“Pengaruh gerakan itu lambat laun mengubah pola hidup mereka (nahdliyyin), keluar dari pola tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran) dan i’tidal (adil),” tutur kiai yang mengaku hanya tamat Madrasah Tsanawiyah itu.
Dengan sedikit bercanda beliau juga menyatakan bahwa PP Annuqayah ini Aswaja sekali. Alasannya, tak ada yang komplain meskipun penyajian di tingkat Perguruan Tinggi penyajinya memakai sarung, surban dan kopiah.
“Kalau di Perguruan Tinggi lain mungkin saya sudah dianggap nyeleneh berpakaian seperti ini. Itulah sebabnya mengapa saya berani mengisi di sini,” pungkasnya sembari tersenyum.
Acara Stadium General itu berjalan khidmat dan lancar. Pada awal acara, melalui time keeper, panitia mewanti-wanti peserta untuk menyimak secara seksama mengingat tema tersebut sangat berkaitan erat dengan visi misi Instika dan Pondok Pesantren Annuqayah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar