Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee
Guluk-Guluk—Bulan lalu (April), ada sekitar 7 orang santri Latee yang terserang penyakit hepatitis. Orang menyebutnya penyakit liver. Sebagai antisipasi mewabahnya penyakit tersebut, pengurus Olahraga, Kesenian, dan Kesehatan (Orkestra) PPA Latee mengadakan penyuluhan kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas Guluk-Guluk.
Acara tersebut diselenggarakan Kamis sore (20/5) kemarin bertempat di Mushalla Latee dengan mengangkat tema “Kesehatan di Lingkungan Pesantren”. Syafruddin, salah satu dokter di Puskesmas Guluk-Guluk, tampil sebagai penyaji. Tepat pada pukul 15.25 WIB, penyajian dimulai.
Awalnya, gedung mushalla hanya separuh yang terisi. Tapi tidak lama kemudian, santri-santri memadatinya. Itu tidak terlepas dari kekompakan pengurus Latee yang menghalau santri agar ikut nimbrung dalam penyuluhan yang amat penting tersebut.
Dalam penjelasannya, Syafruddin menyatakan bahwa ada empat hal yang harus dipenuhi agar lingkungan pesantren bisa dikatakan sehat: tersedianya air bersih, WC/jamban, pembuangan air limbah yang tidak mudah mampat, dan adanya tempat pembuangan sampah.
“Menurut ilmu kesehatan, keempat faktor ini wajib dipenuhi. Bila salah satu saja terabaikan, maka timbulnya penyakit seperti hepatitis tentu sangatlah rentan,” katanya.
Lebih jauh dia mengurai bahwa hepatitis merupakan sejenis penyakit yang disebabkan serangan virus yang menyerang hati (liver). Penyakit ini memiliki ragam jenis: A, B, C, D, dan G. Namun, dari kelima jenis penyakit hepatitis tersebut, yang sering menyerang tubuh manusia ada tiga: A, B, dan C.
“Untuk yang jenis A tidak sampai menimbulkan kematian. Gejala yang lumrah timbul ialah mata kekuning-kuningan, air kencing berwarna kuning, mual atau selalu ingin muntah, bahkan kalau sudah parah kuku juga kuning,” imbuhnya.
Adapun kedua jenis berikutnya (B dan C), lanjut Syafruddin, adalah jenis penyakit hepatitis yang sangat berbahaya. Ia dapat menimbulkan kanker hati yang ditandai dengan membengkaknya atau mengerasnya hati.
“Dari saking bahayanya, ia dapat berujung pada kematian. Selain disebabkan virus, minum-minuman berwarna juga menjadi penyebab utama dari timbulnya penyakit ganas ini,” ujar pria berkumis itu.
Selain itu, Syafruddin juga memaparkan bahwa kesehatan lingkungan itu tidak akan optimal tanpa ditopang dengan pola hidup sehat. “Salah satunya makan makanan yang baik, mandi teratur, dan memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran,” tegasnya sambil lalu memperbaiki posisi duduknya.
Maka, gagasnya, adakanlah semacam “gerakan bersih” minimal satu kali dalam seminggu. Di samping itu, penting pula untuk memerhatikan dan menerapkan sosialisasi kesehatan yang selama ini dilakukan pihak Puskesmas, yaitu 3M: Menutup, Menguras, dan Mengubur.
Acara yang menghabiskan waktu 2 jam lebih ini direspons secara positif oleh santri. Itu terlihat keantusiasan mereka dalam mengikuti acara tersebut. Lebih-lebih ketika memasuki sesi tanya jawab. Tidak sedikit dari santri yang mengacungkan tangannya untuk bertanya atau menawarkan gagasan cerdasnya.
Sebagai kata akhir, Syafruddin menghimbau kepada seluruh elemen pesantren untuk memerhatikan kesehatan berupa lingkungan pesantren yang kebersihannya terjaga. “Dengan begitu, tidak ada lagi ceritanya santri yang terkena penyakit hepatitis,” tandasnya.
Guluk-Guluk—Bulan lalu (April), ada sekitar 7 orang santri Latee yang terserang penyakit hepatitis. Orang menyebutnya penyakit liver. Sebagai antisipasi mewabahnya penyakit tersebut, pengurus Olahraga, Kesenian, dan Kesehatan (Orkestra) PPA Latee mengadakan penyuluhan kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas Guluk-Guluk.
Acara tersebut diselenggarakan Kamis sore (20/5) kemarin bertempat di Mushalla Latee dengan mengangkat tema “Kesehatan di Lingkungan Pesantren”. Syafruddin, salah satu dokter di Puskesmas Guluk-Guluk, tampil sebagai penyaji. Tepat pada pukul 15.25 WIB, penyajian dimulai.
Awalnya, gedung mushalla hanya separuh yang terisi. Tapi tidak lama kemudian, santri-santri memadatinya. Itu tidak terlepas dari kekompakan pengurus Latee yang menghalau santri agar ikut nimbrung dalam penyuluhan yang amat penting tersebut.
Dalam penjelasannya, Syafruddin menyatakan bahwa ada empat hal yang harus dipenuhi agar lingkungan pesantren bisa dikatakan sehat: tersedianya air bersih, WC/jamban, pembuangan air limbah yang tidak mudah mampat, dan adanya tempat pembuangan sampah.
“Menurut ilmu kesehatan, keempat faktor ini wajib dipenuhi. Bila salah satu saja terabaikan, maka timbulnya penyakit seperti hepatitis tentu sangatlah rentan,” katanya.
Lebih jauh dia mengurai bahwa hepatitis merupakan sejenis penyakit yang disebabkan serangan virus yang menyerang hati (liver). Penyakit ini memiliki ragam jenis: A, B, C, D, dan G. Namun, dari kelima jenis penyakit hepatitis tersebut, yang sering menyerang tubuh manusia ada tiga: A, B, dan C.
“Untuk yang jenis A tidak sampai menimbulkan kematian. Gejala yang lumrah timbul ialah mata kekuning-kuningan, air kencing berwarna kuning, mual atau selalu ingin muntah, bahkan kalau sudah parah kuku juga kuning,” imbuhnya.
Adapun kedua jenis berikutnya (B dan C), lanjut Syafruddin, adalah jenis penyakit hepatitis yang sangat berbahaya. Ia dapat menimbulkan kanker hati yang ditandai dengan membengkaknya atau mengerasnya hati.
“Dari saking bahayanya, ia dapat berujung pada kematian. Selain disebabkan virus, minum-minuman berwarna juga menjadi penyebab utama dari timbulnya penyakit ganas ini,” ujar pria berkumis itu.
Selain itu, Syafruddin juga memaparkan bahwa kesehatan lingkungan itu tidak akan optimal tanpa ditopang dengan pola hidup sehat. “Salah satunya makan makanan yang baik, mandi teratur, dan memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran,” tegasnya sambil lalu memperbaiki posisi duduknya.
Maka, gagasnya, adakanlah semacam “gerakan bersih” minimal satu kali dalam seminggu. Di samping itu, penting pula untuk memerhatikan dan menerapkan sosialisasi kesehatan yang selama ini dilakukan pihak Puskesmas, yaitu 3M: Menutup, Menguras, dan Mengubur.
Acara yang menghabiskan waktu 2 jam lebih ini direspons secara positif oleh santri. Itu terlihat keantusiasan mereka dalam mengikuti acara tersebut. Lebih-lebih ketika memasuki sesi tanya jawab. Tidak sedikit dari santri yang mengacungkan tangannya untuk bertanya atau menawarkan gagasan cerdasnya.
Sebagai kata akhir, Syafruddin menghimbau kepada seluruh elemen pesantren untuk memerhatikan kesehatan berupa lingkungan pesantren yang kebersihannya terjaga. “Dengan begitu, tidak ada lagi ceritanya santri yang terkena penyakit hepatitis,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar