Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa
Pemuda yang satu ini biasa disapa Anam. Orangnya selalu bersemangat dalam berbagai hal, terutama kalau sudah bersentuhan dengan ranah organisasi dan dunia pers. Ia memang telah menisbahkan dirinya untuk serius menekuni keduanya. Tak heran, bila kini ia dikenal sebagai jurnalis sekaligus organisatoris andal.
Putra dari pasangan Abd. Latif dan Yumnadiyah ini dilahirkan pada tanggal 4 Mei 1989 di Desa Kertagena Tengah, Kadur, Pamekasan. Pendidikan dasar hingga SMA Anam tempuh di tanah kelahirannya, tepatnya di Yayasan Sosial dan Pendidikan Islam Miftahul Ulum (YASPIMU). Setelah tamat SMA pada tahun 2007, Anam hijrah ke Sumenep. Annuqayah Latee merupakan pesantren yang dipilih untuk dijadikan tempat menimba ilmu olehnya. Dari sinilah Anam mulai tertarik untuk bergelut dalam wilayah organisasi dan pers.
Pertama kali menginjakkan kaki di pesantren, Anam langsung mendaftarkan diri menjadi anggota Perpustakaan Annuqayah. Ia ”menghukum” dirinya di perpustakaan tersebut karena sebelum mondok ia jarang membaca. Semenjak menjadi anggota perpustakaan, kesadaran betapa pentingnya membaca tumbuh dalam dirinya. Tiada hari tanpa membaca. Proses tekun membaca inilah yang menjadi pemantik ghirah-nya untuk serius menulis.
”Di semester satu dan dua dulu, saya fokus pada membaca. Apalagi ketika itu ada orang yang selalu memompa semangat saya, yaitu Asep Syaifullah, santri Latee asal Jawa Barat,” kata Anam tatkala dijumpai di ruang Perpustakaan Latee.
Tidak sampai satu tahun di pesantren, Anam dipercaya menakhkodai suatu media. Ia menjadi Pemimpin Redaksi buletin Hijrah Latee. Awalnya, amanah ini terasa berat baginya. Namun, berbekal keyakinan bahwa satu-satunya kegagalan di dunia ini adalah kegagalan untuk mencoba, semangatnya menggelora. Secara otodidak, ia pelajari segala bacaan yang berkaitan dengan dunia pers. Dengan kerja kerasnya, media yang dipimpinnya terbit eksis sesuai rencana.
Seiring bergulirnya waktu, pada pertengahan tahun 2009, Anam dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Fajar LPM STIK Annuqayah. Tentu ini tidak disangka-sangka sebelumnya. Baginya, menjadi pemimpin redaksi majalah kampus adalah amanah yang tak ringan. Namun, atas bimbingan senior-seniornya, ia mampu menjalankan amanah tersebut dengan baik.
Tidak hanya itu. Di samping aktif di penerbitan, ia juga terlibat aktif di berbagai organisasi. Di pesantren, ia tercatat sebagai aktivis organisasi daerah Ikatan Santri Pamekasan-Sampang (IKSAPANSA) sekaligus pustakawan Latee dari tahun 2007-2009. Sedangkan di kampus, ia pernah aktif di Teater Gendewa selama dua periode (2007-2008/2008-2009). Dan kini, ia termasuk pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STIK Annuqayah.
Selain itu, ia juga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumenep. Hingga kini, tak jarang ia lantang bersuara dalam momen-momen demontrasi yang berlangsung di Sumenep. Tujuannya tiada lain menjadi ”penyambung lidah” masyarakat. Namun begitu, ia berprinsip teguh bahwa tindakan apa pun yang berbau anarkis tetap tidak dapat dibenarkan. Makanya ia amat senang dengan demonstrasi yang dilakukan secara damai dan mematuhi aturan menyampaikan aspirasi di depan umum.
Aktivitasnya yang lain adalah menjadi jurnalis untuk Pusat Data (Pusdat) Annuqayah dan Koordinator Departemen Publikasi dan Organisasi PP Annuqayah Latee. Sebagai jurnalis Pusdat, meliput kegiatan kepesantrenan adalah tugas utamanya. Karena memang sudah kompeten dalam dunia kepenulisan, membuat berita bukanlah hal yang sulit baginya. Meski belum genap dua bulan bergabung, ia terbilang sangat produktif menulis berita yang kemudian dipublikasikan di blog Annuqayah.
Meskipun aktif di pesantren pusat, ia tidak melupakan pesantren daerah. Tugas sebagai pengurus di Departemen Publikasi dan Organisasi (DPO) ia laksanakan dengan baik. Hal itu terbukti dari usahanya dalam mengembangkan perpustakaan dan organisasi kepesantrenan. Di perpustakaan saja, ia menjadi pelopor utama dalam memperluas jaringan kepustakaan. Baru-baru ini ia berhasil menjalin kerja sama dengan Penerbit Pustaka Pelajar di Yogyakarta, sehingga perpustakaan Latee mendapat bantuan buku secara cuma-cuma. Keberhasilan ini tidak dapat dilepaskan dari semangatnya dalam mengabdi guna membangun kesadaran membaca di kalangan santri. Ghirah pengabdian tersebut tercermin dari prinsip yang selalu dipegang teguh olehnya: ”Bergeraklah! Karena diam adalah mematikan!”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Haha, ini namanya promosi diri.. Semoga barokah dan selalu mendapat rahmat dari Allah. Amin.. Salam semangat!
Posting Komentar