Ach. Fannani Fudlaly R., PPA Lubangsa
Kuliah di universitas favorit di Indonesia, siapa yang tak ingin? Itu adaman siswa kelas akhir, tak terkecuali siswa MA Tahfidh Annuqayah. Baru-baru ini, dua siswa MA Tahfidh Annuqayah berhasil lulus pada seleksi tahap awal di universitas yang didirikan oleh Cak Nur (almarhum Nurcholish Madjid): Universitas Paramadina.
MA Tahfidh Annuqayah, mendengar namanya saja sudah menunjukkan bahwa siswa-siswanya hafidh, pintar baca Qur’an, kitab kuning serta pintar ilmu agama lainnya. Pelajaran-pelajarannya pun kebanyakan keagamaan. Kalaupun ada pelajaran umum, itu hanya empat pelajaran, yakni Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Sosiologi. Uniknya, siswa-siswanya bukan hanya pintar dalam bidang keagamaan.
MA Tahfidh Annuqayah cukup berbangga atas kelulusan 2 siswanya di seleksi tahap awal Paramadina Fellowship (PF) 2010 setelah salah satu siswanya yang masih duduk di kelas XI, Ahmad Dzaki Nuhaiz As-Syarqawi, berhasil menyabet juara ketiga pada ajang Philosophy Essay Competition (PEC) yang diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) beberapa waktu lalu.
Dari 1.622 pendaftar Paramadina Fellowship (PF) 2010 se-Indonesia, 225 peserta berhasil lulus melalui seleksi karangan berbentuk esai bertema “Saya di Tahun 2025”. Dua di antaranya adalah siswa MA Tahfidh. Mereka adalah Mahalli dan Maufiqurrahman.
Alasan mereka memilih jalur PF adalah faktor ekonomi keluarga, mengingat makin mahalnya biaya kuliah di perguruan tinggi terkemuka. Dengan kuliah melalui jalur PF ini, mereka bisa meringankan beban keluarga. Besar beasiswa yang ditawarkan untuk program ini adalah Rp 125.000.000,- selama menempuh studi di Paramadina. Itu termasuk biaya tunjangan buku, SPP, dan lain-lain.
Mahalli, santri Latee yang juga sekretaris Perpustakaan Annuqayah, mengaku bahwa dirinya akan dapat meringankan beban keluarga jika nantinya lulus di program ini. “Dengan begitu, saya bisa kuliah di universitas terkemuka serta siapa tahu bisa untuk menabung dan dikirimkan ke rumah,” tuturnya.
Secara terpisah, Maufiqurrahman, santri Lubangsa yang lulus seleksi awal Paramadina program studi Hubungan Internasional, mengaku bahwa mulanya ia hanya coba-coba dan termotivasi dengan lulusnya kakak kelasnya pada Paramadina Fellowship 2008 yang lalu. “Pertama, saya hanya coba-coba. Dan kedua, terinspirasi dari Khodri. Siapa tahu lulus juga,” kata siswa yang juga lulus beasiswa bidik misi di IAIN Sunan Ampel tersebut.
Saat ini, mereka dalam proses persiapan menghadapi seleksi tahap kedua, yaitu wawancara pada tanggal 10 Juni mendatang di Hotel Ibis Rajawali Surabaya. “Doakan saja semoga lancar,” lanjut Maufiqurrahman.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar