Hairul Anam al-Yumna, PPA Latee
Guluk-Guluk—Tidak seperti biasanya, usai shalat jama’ah Maghrib Kamis malam yang lalu (28/10), KH Ahmad Basyir AS menyampaikan taushiyah cukup lama. Dari sekitar pukul 18.04 sampai 18.36 WIB, beliau berbicara tentang bencana yang selama ini melanda Indonesia. Lumrahnya, beliau hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit.
“Musibah datang silih berganti. Dalam rentetan tahun selalu saja Indonesia ditimpa bencana. Padahal, Indonesia merupakan negara yang di atasnya berdiam beribu-ribu masyarakat muslim. Dengan kata lain, penduduk Indonesia didominasi oleh orang-orang Islam. Tapi, mengapa musibah datang tiada henti?,” tanya beliau.
Perkataan serta pertanyaan K Basyir di atas menyedot perhatian santri yang berjama’ah shalat Maghrib di musalla Latee. Pandangan santri fokus ke depan, menyaksikan dan mendengarkan dengan khidmat dawuh pengasuh PPA Latee itu. Semangat beliau itu direspons secara baik oleh santri.
Musibah yang menimpa Indonesia mengingatkan beliau kepada musibah-musibah yang menimpa umat terdahulu. Secara jelas, beliau utarakan bencana apa saja yang menimpa umat para Nabi. Termasuk pula musibah yang menimpa para Nabi itu sendiri.
Dikatakan olehnya, musibah-musibah yang menimpa manusia mengarah pada dua hal; bisa saja musibah itu sebagai ujian bagi kaum beriman, bisa saja pula ia bagian dari azab dunia yang ditimpakan Allah kepada manusia yang ingkar kepada-Nya.
Beliau berpandangan, bisa saja bencana yang sering menimpa manusia di era kekinian lebih dekat kepada azab ketimbang ujian. Alasan yang beliau utarakan ialah karena kebanyakan manusia sudah abai terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.
“Pencemaran udara, penebangan pohon tanpa mempertimbangkan manfaat-mudaratnya, degradasi moral yang tercermin dari maraknya perilaku korupsi, dan perilaku buruk lainnya tidak menutup kemungkinan merupakan sumber dari segala bencana ini,” pungkasnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Ya.. saya sepakat.. kalau bencana selama ini merupakan azab. Bukan musibah..
Posting Komentar