Minggu, Desember 04, 2011

Kokohkan Komitmen Menulis dengan Temu Tokoh Penulis


Paisun  & Fandrik HS Putra, LPM Instika

“Jika tidak mau gigih, maka berhentilah (belajar menulis). Karena saya yakin tidak akan berhasil,” demikian yang disampaikan oleh K. M. Faizi, M. Hum., saat berbagi pengalaman menulis pada momen temu tokoh bersama peserta Karantina Menulis di Beranda Mushalla Al-Furqan, Sabtu (03/12) pagi.

“Kita sering mendengar, al-istiqamah ainul karomah. Istiqamah dalam bahasa Madura berarti tak gung nanggung (tidak setengah-setengah, red.) Jadi, tidak boleh setengah-setengah dalam belajar menulis,” ujar penyair yang pernah diundang ke Berlin, Jerman untuk membaca puisi itu.

Beliau pun menceritakan kengototan dan “kegilaannya” dalam menulis, khususnya menulis puisi. Pada tahun 1997, hampir semua media di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua, pernah dikirimi puisi. Padahal, beliau tidak pernah tahu apakah media tersebut memiliki rubrik puisi atau tidak. Beliau mendapatkan alamat-alamat media tersebut dari yellow page buku telepon, yang biasanya menyajikan iklan surat kabar.

Selain itu, sebagai bentuk kengototan, sejak tahun 2003, beliau mempunyai komitmen untuk menghidupkan kembali kosakata arkaik, kosa kata yang jarang digunakan oleh orang. Sejak tahun 2007 hingga 2010, beliau membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia dari halaman pertama hingga paling terakhir untuk mencari kosakata arkaik tersebut.

“Ya, kuncinya (menulis, red.) itu:  nekat dan ngotot,” pungkas Pengasuh PPA daerah Al-Furqan tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh K. M. Mushthafa saat berbagi pengalaman seputar karir menulis dan pengalamannya ke luar negeri, Jumat (02/12) malam di Aula As-Syarqawi. Menurut beliau, membaca dan menulis pada dasarnya adalah bagaimana meluangkan waktu yang ada. Dalam hal ini, tentu saja membutuhkan ketekunan tersendiri.

Ada tiga tahapan orang yang belajar menulis. Pertama, untuk berkomunikasi sehari-hari. Kedua, menulis sebagai profesi. Ketiga, mengenali diri. Pada tingkatan terakhir ini, menulis mampu membebaskan diri dari ruang sempit ke ruang yang lebih luas.

Pada tahap yang ketiga inilah si penulis sudah bisa dikatakan menempuh jalan sufi, semacam kredo (keimanan, red) menulis,” tuturnya.

Selain itu, beberapa tokoh penulis lain yang akan diagendakan turut hadir pada karantina menulis selama seminggu itu antara lain Ach. Maimun Syamsuddin, H. Abdul Wahid Hasan, Fathol Kholik, H. Muh. Husnan A. Nafi’, dan Muhammad Suhaidi RB.

Berita ini dikutip dari Fajar News.

Tidak ada komentar: