Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan
Kamis (02/07) malam, Perpustakaan PPA Lubangsa Selatan mengadakan musyawarah besar (mubes) dengan agenda membahas Anggara Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Acara yang ditempatkan di ruang Perpustakaan itu dihadiri oleh Dewan Penasihat, mantan pustakawan, dan pustakawan yang baru. Departemen Perpustakaan dan Pengembangan Wawasan (Puspenwas) yang dijadwalkan hadir tidak tampak selama acara berlangsung.
Acara ini molor dari jadwal yang ditetapkan. Mestinya pukul 20.30 WIB. musyawarah sudah dimulai. Namun, sampai kira-kira pukul 21.15 WIB. acara baru bisa dilangsungkan. Hal itu karena Dewan Penasihat hadir tidak tepat waktu. Menurut Ach. Qusyairi Nurullah, salah satu mantan Pustakawan periode 2007-2008, musyawarah besar yang tidak dihadiri oleh penasihat itu kurang sah, karena struktur tertinggi setelah Puspenwas adalah Penasihat. “Apalagi, Puspenwas sekarang tidak bisa hadir. Kalau mereka (Penasihat, Red.) tidak hadir juga, apa masih akan dikatakan mubes?” tanyanya.
Acara dimulai dengan sambutan sekaligus penentuan ketua sidang oleh Ketua Perpustakaan PPA Lubangsa Selatan yang baru, Rudi Hartono. Rudi, panggilannya, meminta kepada peserta sidang untuk menunjuk siapa kira-kira yang pantas menjadi pemimpin sidang. Melihat tidak ada yang angkat bicara, Faizun, salah satu Dewan Penasihat, angkat tangan menawarkan diri menjadi pimpinan sidang. Hadirin pun setuju.
Niat untuk membahas AD/ART memang telah lama direncanakan namun terkatung-katung hingga tidak jelas juntrungannya. Padahal, dalam kerangka organisasi, AD/ART merupakan dasar kebijakan dalam merumuskan undang-undang yang dibuat oleh pustakawan. Maka dari itu, seorang pustakawan memang harus mengetahuinya. Ketidakseriusan dalam rencana pembahasan AD/ART sebelumnya membawa dampak yang cukup signifikan dalam diri pustakawan tahun-tahun yang lalu. Banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi disebabkan mereka tidak mengerti AD/ART.
Sebagian draf AD/ART yang dibuat beberapa tahun yang lalu itu sudah usang. Beberapa bagian harus melewati perombakan. Salah satunya adalah program bahasa. Program bahasa yang menjadi wadah mengembangkan kemampuan berbahasa Arab dan Inggris dihapus karena sudah ada program khusus dari Departemen Pendidikan dan Peribadatan (Dikdat) PPA Lubangsa Selatan. Semata-mata untuk memfokuskan program lain agar lebih total dalam merealisasikannya. Selain dari substansi materi AD/ART, juga disempurnakan tata bahasa yang dianggap kurang benar.
Pukul 12.08 WIB. musyawarah baru usai. Namun, tidak seluruh draf AD/ART berhasil dibahas malam itu juga. Peserta musyawarah hanya berhasil menyelesaikan bagian Anggaran Dasarnya. Dan bagian Anggaran Rumah Tangga akan dilanjutkan pada keesokan malamnya.
Dalam musyawarah tersebut juga terjadi pergantian pimpinan sidang. Faizun yang awalnya memimpin sidang diganti oleh Syafiqurrahman, juga dari dewan Penasihat. Terlihat Faizun kewalahan membaca draf secara rinci.
Malam berikutnya, Jum'at (03/07), juga terjadi kemoloran waktu. Namun, peserta lebih bisa dikondisikan dari pada malam sebelumnya. Terlihat peserta lebih banyak ketimbang musyawarah pertama. Pimpinan sidang pada pembahasan ART ini masih dipegang oleh Faizun. Seperti juga pada malam pertama, terjadi pergantian pimpinan sidang. Masih tetap Syafiqurrahman yang menggantikan Faizun, namun dia hanya memimpin sebentar karena terburu-buru untuk suatu pekerjaan yang tak dapat ditinggalkan.
Masih seperti malam sebelumnya, terjadi banyak perombakan dan koreksi terhadap substansi maupun dari tata bahasa. Ada yang dipangkas bahkan ada yang dihapus. Namun, kondisi peserta tidak semeriah pada musyawarah pertama. Peserta lebih ayem dan tak banyak komentar. Hampir seluruh komentar didominasi oleh mantan Pustakawan dan Dewan Penasihat sendiri.
Pembahasan ART malam tersebut juga harus nunggak. Musyawarah hanya menghasilkan beberapa poin di awal draf ART. Hal itu karena banyaknya koreksi yang harus dilakukan terhadapnya. Pembahasan sisanya dijadwalkan nanti setelah liburan akhir tahun usai.
Ditemuai saat usai musyawarah, Faizun mengatakan, sebenarnya dia tidak berani kalau acara tersebut dikatakan musyawarah besar (mubes). Persoalannya, mubes harus dihadiri oleh beberapa elemen penting, baik dari struktur maupun dari luar struktur pengurus perpustakaan, semisal departemen Puspenwas, dan Penasihat. “Hal itu untuk mengakomodir suara dari semua pihak yang memiliki ikatan dengan perpustakaan. Kalau Puspenwas tidak hadir, kan keputusannya bisa berat sebelah,” katanya. Memang, sebagai bagian integral dari pengurus pesantren, perpustakaan harus melibatkan divisi yang membawahinya, yaitu Puspenwas. Jika mereka tidak hadir, suara-suara dari pihak pesantren tidak terakomodir.
Selain itu, menurutnya, membahas AD/ART harus dipikirkan dengan matang. Tidak bisa hanya dalam waktu yang amat singkat. Dalam hal ini, Faizun lebih suka menyebutnya sebagai sosialisasi AD/ART bagi pustakawan yang baru resmi menjabat pada periode ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
semoga perpustakaan lubangsa selatan masih tetap eksis seperti yang dulu..
dan lebih maju..!!
Posting Komentar