Sabtu, Mei 01, 2010

IKSTIDA - Maafkan Saya

Edy Junaidi, alumnus PPA Lubangsa (2000-2006), kini bekerja sebagai webmaster PT Starsindo Millenia Utama Malang

"Inna Allah ya’murukum an tu’addu al-amanat ila ahliha, wa idza hakamtum bayna al-nas an tahkumu bi al-‘adl."
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian manyampaikan amanat kepada yang berhak, dan apabila kalian memerintah maka memerintahlah berdasarkan dan dengan keadilan" (QS. Annisa’/4: 59)

Ayat al-Qur'an di atas dibaca oleh Tibyanto Ahmad selaku ketua bidang P2O (Pendidikan, Penerbitan, dan Organisasi) Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa masa bakti 2003-2004. Ayat al-Qur'an yang diturunkan pasca Nabi hijrah tersebut dibaca oleh beliau dalam rangka melantik 10 ketua organisasi daerah (orda). Orda-orda ini merupakan persatuan santri-santri di PPA Lubangsa dari berbagai daerah. Salah satu 10 orda tersebut adalah Ikatan Keluarga Santri Timur Daya yang disingkat IKSTIDA. Ketua IKSTIDA yang dilantik saat itu adalah saya sendiri yang terpilih beberapa hari sebelumnya melalui Musyawarah Besar dengan sistem voting.

Memimpin organisasi yang beranggotakan kurang lebih 700 orang tersebut ternyata tidak semudah yang saya duga sebelumnya. Hal yang paling mendasar dari kesulitan tersebut adalah menyatukan para anggota untuk kompak dan bersatu. Perbedaan latar belakang pendidikan, adat serta kepribadian dari masing-masing anggota merupakan sebuah kendala yang harus dihadapi dengan cara yang tidak mudah. Pelik dan harus melalui berbagai langkah politis serta konsultasi terhadap senior tentang bagaimana caranya mempolitisi masalah tersebut. Selain itu, teman-teman pengurus yang saya posisikan di struktur kepengurusan waktu itu justru adalah senior-senior saya. Hal ini sangat efektif memadamkan ke pede-an saya sebagai seorang ketua organisasi.

Akibatnya, IKTSTIDA yang pada masa kepemimpinan sebelumnya menyabet prestasi gemilang itu menjadi terpuruk di masa saya. Semua program kerja nyaris tidak ada yang terlaksana. Kecuali kegiatan/pertemuan rutin setiap malam Selasa dan penerbitan madding. Itu pun karena program tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan atas program kerja Pengurus P2O sendiri.

"Menurutku kamu itu sebenarnya cukup mempertahankan saja prestasi IKSTIDA sebelumnya. Kalau mampu bisa kamu benahi kelemahan-kelemahannya. Dan kalau tidak mampu ya sekali lagi, minimal (semestinya) kamu pertahankan prestasi-prestasi itu," nasihat Pak A'ang Asy'ari yang waktu itu menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Organsisai IKSTIDA.

Saya kemudian merasa bersalah terhadap teman-teman IKSTIDA waktu itu. Saya jadi beranggapan kalau ternyata QS. Annisa: 59 yang dibaca Pak Tibyanto di atas tidak pantas untuk dicapkan terhadap saya. Meskipun berkali-kali saya ikut pelatihan keorganisasian, ternyata ilmu dan teori yang diajarkan dalam pelatihan tersebut belum cukup untuk diaplikasikan dalam kehidupan berorganisasi yang sebenarnya.

Menjelang masa jabatan saya berakhir, raut kekecewaan dan sikap terkesan apatis baik itu dari teman-teman sesama pengurus maupun dari semua anggota organisasi selalu saya rasakan kala itu. Kekecewaan mereka memuncak saat organisasi yang lagi berjalan tertatih-tatih ini memenangkan perlombaan Bola Volly menjelang perayaan Akhir Sanah.

Sekelompok anggota yang mengikuti lomba tersebut menyita hadiah yang diberikan panitia dengan alasan mereka bukanlah delegasi dari IKSTIDA. Organisasi dengan anggota yang berasal dari 4 kecamatan di kawasan timur daya Kabupaten Sumenep ini dianggap tidak memeberikan sumbangsih apa-apa dalam kompetisi antar orda tersebut.

Kejadian di atas baru dalam lingkup "intern teritorial" organisasi. Sedangkan kejadian yang tak kalah hebohnya adalah saat komisi D bagian Humas merealisasi program kerjanya yang bersifat tahunan. Program kerja tersebut berupa pengadaan acara pengajian umum di luar pesantren yang waktu itu ditempatkan di Kecamatan Dungkek, tepatnya di Desa Candi, rumah saudaranya Asrodi Assyukkur yang waktu itu menjabat sebagai wakil saya di IKSTIDA.

Kendala yang paling mendasar dari kegiatan ini adalah enggannya anggota membayar iuran untuk acara tersebut. Alasannya pun beragam, mulai dari yang asal-asalan buat alasan sampai alasan yang terkesan apatis terhadap 'kepemimpinan' saya. Buntunya dana tidak memenuhi anggaran. Hingga acara ini selesai, organisasi yang didirikan pada tahun 1985 ini pun mempunyai tanggungan hutang terhadap sohibut bait.

****

Cerita singkat di atas hingga saat ini sangat sulit saya lupakan. Dan tidak jarang kadang hal ini membuat saya menjadi serba pesimistis dalam hidup berorganisasi. Untuk semua teman-teman IKSTIDA (yang aktif tahun berapa pun - atau bahkan yang tidak aktif sama sekali) yang sempat baca tulisan ini, saya hanya bisa minta maaf atas kealpaan saya.

Semoga segala sesuatu yang terjadi pada masa kepeminpinan saya dapat kiranya menjadi bahan renungan dan pelajaran buat generasi-generasi berikutnya, untuk menjadikan IKSTIDA maju melaju pesat baik dari sisi kualitas maupun kuantitas kader-kadernya. Amin. Maafkan saya IKSTIDA.

Tulisan ini dikutip dari blog Edy Junaidi dengan beberapa penyuntingan.

Tidak ada komentar: