Sumarwi, PPA Nirmala
GULUK-GULUK—Sejak berdirinya LTQN (Lembaga Tahfidhul Qur’an Nirmala) asuhan K.H. A. Muhajir Bahrudin, Jum’at (20/2) kemarin untuk pertama kalinya lembaga tersebut mengadakan seminar tentang ketahfidhan. K.H. Asnawi, S.E, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Prenduan Pragaan hadir sebagai penyaji.
Acara yang dihadiri oleh lebih kurang 78 santri dan santriwati juga beberapa delegasi dari beberapa komplek di Pondok Pesantren Annuqayah berlangsung dengan meriah. Suasana itu tampak ketika acara sampai pada sesi dialog, karena hampir seluruh peserta mengacungkan tangan agar ditunjuk oleh moderator sebagai penanya. Akan tetapi bagaimanapun sang pemimpin jalannya acara tetap hanya memilih tiga orang penanya dari putra dan putri dalam termin yang terdiri dari dua sesi.
“Huh,… kok dia terus sih yang ditunjuk, padahal saya kan juga ingin bertanya,” gerutu salah seorang santri yang tidak dapat jatah untuk bertanya.
“Seminar ini kami adakan karena kami melihat minat santri akhir-akhir ini di dalam menghafal al-Qur’an menurun dan kurang bersemangat. Jadi, dengan terselenggaranya acara ini, kami berharap tumbuh kembali ghirah dan semangat para santri di dalam menghafalkan al-Qur’an,” kata A. Rokib, panitia kegiatan ini, di dalam sambutannya.
Kiai Muhajir dalam kesempatan kemarin mengatakan, “Walaupun tak semua santri bisa menjadi hafidhul Qur’an (penghafal al-Qur’an) yang sukses, tapi setidaknya para santri berusaha untuk menjadi seorang hafidh karena menghafal al-Qur’an adalah hidayah dari Allah yang itu tidak datang pada semua makhlukNya. Saya juga tidak menyesalkan bila mana ada santri yang saya bina tidak sukses semua karena itu dari dulu memang biasa. Jadi tidak mesti sukses semuanya. Ibarat ayam mengerami sepuluh telur yang tidak menetas semua,” katanya.
Metode POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling, dan Evaluating) juga digunakan oleh penyaji dulu ketika beliau akan dan sedang menghafalkan al-Qur’an karena menurut beliau metode tersebut adalah metode standar yang digunakan oleh semua lembaga tahfidhul Qur’an. Satu hal penting yang tak dilupakan oleh beliau sebagai pesan terakhir kepada para peserta seminar, “Bagi para hafidhul Qur’an, jangan dekat-dekat dengan maksiat, karena itu bisa menghilangkan hafalan adik-adik sekalian,” tuturnya dengan halus.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar