Anam Al-Yumna
Jurnalis Ponpes Annuqayah Latee Madura
alyumna89@gmail.com
Annuqayah, salah satu pesantren besar di Madura, dengan ribuan santri di dalamnya, selama ini dikenal sebagai pesantren yang peduli terhadap informasi. Banyak sumber informasi yang bersentuhan langsung dengan kehidupan santri setiap harinya. Puluhan koran lokal dan nasional yang hadir setiap hari di pesantren melejitkan cakrawala pengetahuan santri di pesantren yang berdiri pada 1887 itu. Belum lagi majalah-majalah semisal Horison, Ijtihad, Kopi, Sidogiri, IstinbaT, dan sebagainya yang sudah menjadi bagian hidup para santri.
Minat tinggi dan tradisi baca santri terhadap ragam media massa tersebut, tak lepas dari kepedulian para kiai dan pengurus pesantren yang setiap waktu sudi mengabdi tanpa pamrih. Mereka berlomba bukan dalam rangka mendapatkan harta sebagaimana dicontohkan oleh kebanyakan pemangku jabatan pemerintahan di negeri ini, melainkan betul-betul menajamkan cakrawala pemikiran anak bangsa, menguatkan iman para santri tanpa harus mengabaikan urgensitas informasi sebagai bagian dari anak globalisasi.
Konsekuensi positifnya, tidak sedikit santri terpantik semangatnya untuk tak sekadar menjadi pengonsumsi informasi. Mereka tidak hanya hadir sebagai penikmat kata, tapi juga membentuk dirinya sebagai ’pencipta kata’. Dengan kata lain, para santri tersebut juga bergerak mengelola media massa yang tentunya berlandaskan pada visi misi pesantren. Tak heran di Annuqayah kini terserak puluhan media massa yang berbentuk jurnal, majalah, buletin, newsletter, dan majalah dinding santri. Semuanya terbit secara eksis; mingguan, setengah bulanan, bulanan, setengah tahunan, ada pula yang tahunan.
Tanpa dirasa sebelumnya, Annuqayah telah menjelma sebagai bagian dari jurnalisme pesantren. Ini prestasi besar di tengah masih maraknya pesantren di Indonesia yang kurang peduli terhadap urgensitas informasi. Di Madura saja, alih-alih merangsang santri menerbitkan media sebagai sumber informasi, justru yang terlihat ialah melemahnya minat banyak pesantren terhadap informasi.
Dalam batas tertentu, mereka masih terjebak pada sistem pembelajaran eksklusif, menutup diri terhadap perkembangan masa yang diwarnai oleh derasnya gelombang arus globalisasi.
Annuqayah merupakan ’pesantren federasi’. Ia terdiri dari belasan pesantren daerah yang dipayunginya. Dan di masing-masing pesantren daerah tersebut tak sedikit yang memiliki media massa tersendiri. Pengelolanya adalah santri. Di dalamnya—untuk sekadar menyebut beberapa media massa besar—dapat ditemui majalah Hijrah, Fajar, Dinamika, Iltizam, Inspirasi, Infitah, Jurnal Pentas, Buletin Variez, Kejora, dan masih banyak lagi.
Melalui media-media lokal tersebut, santri dapat belajar banyak hal. Dengan sendirinya mereka bakal tahu bagaimana manajemen keredaksian, rubrikasi, proses hunting data, analisis data, membangun kerja sama dengan iklan-iklan, strategi pemasaran, editing naskah, dan serumpun aktivitas keredaksian lainnya yang bisa dipastikan bakal melejitkan kreatifitas mereka.
Dengan begitu, para santri yang tak jarang disandangi status sebagai pemuda kolot, gaptek, minim wawasan, dan ungkapan buruk lainnya, dengan sendirinya bakal bermetamorfosa menjadi insan yang hebat serta memiliki daya survival yang tinggi. Sebab, siapapun mengamini, pers merupakan salah satu kekuatan untuk menggenggam dunia.
Tulisan ini dikutip dari Harian Surya, 23 Januari 2012.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar