Umarul Faruq, PPA Latee
Pada hari kedua, Rabu (17/4), kami sudah mempersiapkan
segala sesuatu yang kami perlukan untuk tampil maksimal di semua lomba, mulai dari debat, pidato
mahasiswa,
maupun story telling. Setelah sarapan pagi, kami langsung ke halte
menunggu bikun yang akan ke FIB. Tidak lama kami menunggu, bikun kosong yang
baru datang langsung disesaki oleh peserta FTT. Bikun pun berangkat dengan
kecepatan sedang.
Hari ini ada tiga lomba yang kami ikuti: story
telling, puisi mahasiswa, pidato mahasiswa, dan dua babak pertandingan
debat. Berhubung jadwal tampil story telling agak awal, semua rombongan Annuqayah berkumpul di tempat
berlangsungnya lomba tersebut untuk memberikan dukungan kepada Fathur Rahim,
peserta story telling dari Annuqayah, kecuali tim debat yang sudah harus
standby di aula masjid UI untuk mempersiapkan bahan dan referensi tema
debat. Sementara itu, Ach. Fauzi, peserta lomba pidato mahasiswa, juga ikut berkumpul di
tempat lomba story telling. Berhubung urutan tampilnya masih cukup lama,
jadi dia masih sempat memberikan dukungan kepada teman-temannya yang lain.
Secara umum penampilan peserta dari Instika cukup
memukau. Terbukti tim debat Instika mampu melalui dua babak yang dilaksanakan
pada hari itu; babak perdelapan dan perempat final. Tidak hanya itu saja,
mereka juga menuai banyak pujian dari berbagai pihak, baik dari juri dan juga
penonton.
“Hal anta min ahlil balaaghah? Mumtaaz! Lughatuka
jamiilah, wa usluubuka jayyid, tamatta’tu bi kalaamika. Mumtaaz, mumtaaz!
(Apa kamu jago balaghah? Luar biasa! Bahasamu keren, susunannya bagus, saya
sangat menikmatinya. Hebat, hebat!),” kata salah satu juri debat yang asli Mesir memuji tim debat Instika.
Pada pertandingan babak perdelapan final, tim debat Instika
melawan tim debat UIN Bandung dengan perolehan skor yang terpaut cukup jauh,
175 dan 120. Sementara pada pertandingan perempat final, tim debat Instika
melawan tim debat UIN Maliki Malang dengan perolehan skor yang sama, 176. Namun
karena salah satu pembicara dari tim debat UIN Maliki melewati batas waktu yang
telah ditentukan, mereka mendapat penalti dengan pengurangan nilai sebanyak 5
poin dan akhirnya tim Instika-lah yang dinyatakan lolos ke babak semifinal.
Di pihak lain, Ach. Fauzi peserta lomba pidato utusan Instika
juga tampil menakjubkan dan agak unik dibanding peserta kebanyakan. Dia membawa
pedang dan bodyguard untuk melengkapi aksesorisnya waktu menyampaikan
pidato. Sayang sekali kondisi cuaca tidak terlalu mendukung. Waktu dia
menampilkan pidatonya, hujan turun sangat deras disertai suara petir. Tak ayal,
alunan instrumen yang telah dia siapkan untuk mendramatisasi suasana tidak
terdengar sama sekali. Suara audio portabel yang dia bawa kalah jauh dibanding gelegar
petir yang sahut-menyahut tak henti-henti.
Lain halnya dengan lomba story telling.
Penampilan Fathur Rahim malah mengundang tawa dari penonton dan juri. Ekspresi
wajahnya yang imut dan menggemaskan memaksa hadirin memegang perut karena
tertawa. Padahal sebenarnya dia sangat serius membawakan ceritanya, tapi justru
ekspresi seriusnya itulah yang menjadi lucu. Jadi dari sisi akting dan aksesori
Fathur Rahim ada di peringkat atas. Tinggal menunggu keputusan dewan juri
apakah dia pantas mendapatkan gelar juara atau tidak.
Entah sengaja atau hanya iseng, Ibnu Hajar yang
kebetulan bertemu dengan Ra Mamak, bertanya “Gimana, Ra? Gimana penampilan
utusan Instika?”
Muhammad Shalahuddin
Warits, nama panjang Ra Mamak, salah satu kiai muda PP Annuqayah yang dipercaya menjadi juri
di cabang lomba puisi mahasiswa pun menjawab “Bagus, bagus! Annuqayah masuk di
antara enam peserta terbaik. Namun, sebenarnya sudah ada yang lebih baik dari
dia. Jadi tunggu saja hasilnya gimana.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar