Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa
Ada saja “terobosan” yang dilakukan oleh teman saya yang satu ini,
Ahmad Fawaid. Ia membuka toko di biliknya, blok A/7 PPA Lubangsa. Saya baru
tahu bahwa ia memiliki usaha kecil itu ketika saya dengannya hendak
mewawancarai wakil ketua DPRD kabupaten Sumenep, Hunain Santoso, di
kediamannya, di Ganding, Sumenep.
Saat pulang dari Ganding, alangkah terkejutnya saya. Ia mencari rokok
Intro 1 pres. Untuk apa membeli rokok sebanyak itu, tanya itu menggantung di
benak saya. Tak habis keheranan saya, ia menuju sebuah toko aneka
makanan/camilan: membeli cokelat eceran Rp. 100,- permen, dan lain-lain, yang
semua apabila dijual eceran harganya tidak sampai mencapai Rp. 500,-.
Pada saat itulah ia berani berterus terang kepada saya bahwa ia
memiliki usaha kecil di pondoknya di PPA Lubangsa. Ia mengaku “tokonya”
benar-benar laris manis. Tetapi toko yang dimaksud bukan toko yang sebenarnya.
Tokonya adalah sebuah lemari pakaian yang dijadikan penampung jualannya.
Sungguh hebat!
Iseng-iseng saya bertanya, mengapa harus rokok Intro yang dicari?
Bukankah banyak macam rokok lain selain Intro? Pertanyaan ini terlontar setelah
persendian kaki saya merasa ngilu karena berkeliling pasar hanya sekadar
mencari rokok yang dimaksud.
“Kalau rokok Intro cepat laku, bang,” akunya pada saya.
“Apa tidak ada rokok lain?”
“Sebenarnya ada seperti rokok Apache dan Pundi Mas. Tapi tak selaris
Intro,” jawabnya senyum-senyum.
Kemudian santri asal Batu Putih, Sumenep, itu sedikit berbagi cerita
mengenai rintisan usahanya tersebut. Ia berujar kalau sehari “tokonya” bisa menghabiskan
rokok Intro satu setengah pres! Mengenai pembelian permen dan yang lainnya, itu
masih dilakukan pertama kalinya hari ini.
“Yah, saya sedang mengembangkan usaha saya,” candanya.
Tahukah Anda berapa penghasilan tokonya selama sebulan? Katanya,
penghasilan yang bisa didapat selama sebulan paling sedikit Rp. 45.000,-. Kalau
mujur, penghasilannya mencapai seratus ribu rupiah lebih!
Modal awal usaha yang dikembangkan adalah milik temannya, Syamsi Arif.
Ia meminjam uang Rp. 150.000,- untuk dijadikan modal usaha dengan perjanjian
laba yang diperoleh dibagi dua.
Pada suatu kesempatan, aktivis pers yang saat ini mahasiswa
akhir jurusan Tafsir-Hadits Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) tersebut
bercerita kepada orangtuanya mengenai rintisan toko itu. Diketahui modalnya
bukan miliknya sendiri, orangtuanya lantas menyuruh mengembalikan modal yang
dari temannya itu. Kemudian oangtuanya memberikan sedikit uang untuk meneruskan
pengembangan usahanya.
Benar-benar nih orang!
Benar-benar nih orang!
1 komentar:
sungguh aku meneteskan air mata pabila ingat pada sosok fawaid. sungguh usaha yang di luar jangkauan bagi kalangan santri.
Posting Komentar