Jumat, April 06, 2012

Menyulap Lemari Menjadi Toko

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

Ada saja “terobosan” yang dilakukan oleh teman saya yang satu ini, Ahmad Fawaid. Ia membuka toko di biliknya, blok A/7 PPA Lubangsa. Saya baru tahu bahwa ia memiliki usaha kecil itu ketika saya dengannya hendak mewawancarai wakil ketua DPRD kabupaten Sumenep, Hunain Santoso, di kediamannya, di Ganding, Sumenep.

Saat pulang dari Ganding, alangkah terkejutnya saya. Ia mencari rokok Intro 1 pres. Untuk apa membeli rokok sebanyak itu, tanya itu menggantung di benak saya. Tak habis keheranan saya, ia menuju sebuah toko aneka makanan/camilan: membeli cokelat eceran Rp. 100,- permen, dan lain-lain, yang semua apabila dijual eceran harganya tidak sampai mencapai Rp. 500,-.

Pada saat itulah ia berani berterus terang kepada saya bahwa ia memiliki usaha kecil di pondoknya di PPA Lubangsa. Ia mengaku “tokonya” benar-benar laris manis. Tetapi toko yang dimaksud bukan toko yang sebenarnya. Tokonya adalah sebuah lemari pakaian yang dijadikan penampung jualannya. Sungguh hebat!

Iseng-iseng saya bertanya, mengapa harus rokok Intro yang dicari? Bukankah banyak macam rokok lain selain Intro? Pertanyaan ini terlontar setelah persendian kaki saya merasa ngilu karena berkeliling pasar hanya sekadar mencari rokok yang dimaksud.

“Kalau rokok Intro cepat laku, bang,” akunya pada saya.

“Apa tidak ada rokok lain?”

“Sebenarnya ada seperti rokok Apache dan Pundi Mas. Tapi tak selaris Intro,” jawabnya senyum-senyum.

Kemudian santri asal Batu Putih, Sumenep, itu sedikit berbagi cerita mengenai rintisan usahanya tersebut. Ia berujar kalau sehari “tokonya” bisa menghabiskan rokok Intro satu setengah pres! Mengenai pembelian permen dan yang lainnya, itu masih dilakukan pertama kalinya hari ini.

“Yah, saya sedang mengembangkan usaha saya,” candanya.

Tahukah Anda berapa penghasilan tokonya selama sebulan? Katanya, penghasilan yang bisa didapat selama sebulan paling sedikit Rp. 45.000,-. Kalau mujur, penghasilannya mencapai seratus ribu rupiah lebih!

Modal awal usaha yang dikembangkan adalah milik temannya, Syamsi Arif. Ia meminjam uang Rp. 150.000,- untuk dijadikan modal usaha dengan perjanjian laba yang diperoleh dibagi dua.

Pada suatu kesempatan, aktivis pers yang saat ini mahasiswa akhir jurusan Tafsir-Hadits Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) tersebut bercerita kepada orangtuanya mengenai rintisan toko itu. Diketahui modalnya bukan miliknya sendiri, orangtuanya lantas menyuruh mengembalikan modal yang dari temannya itu. Kemudian oangtuanya memberikan sedikit uang untuk meneruskan pengembangan usahanya. 

Benar-benar nih orang!

1 komentar:

umar faruq mengatakan...

sungguh aku meneteskan air mata pabila ingat pada sosok fawaid. sungguh usaha yang di luar jangkauan bagi kalangan santri.