Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee
Guluk-Guluk—Saat detik-detik akhir penyontrengan calon ketua BEM dilangsungkan Minggu (20/6) siang, muncul perdebatan yang mendebarkan di kepanitiaan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM). Hal itu terjadi ketika proses penyontrengan sudah berlangsung sekitar lima jam, yakni pada sekitar pukul 12.30 WIB. Penyontrengan sendiri dimulai pada pukul 07.30 WIB.
Hal itu bermula dari protes salah satu peserta kongres rapat pleno I, Muhammad Isni Habibi, di dekat Tempat Pemilihan Suara (TPS). Dia mempertanyakan kesungguhan panitia dalam menjunjung tinggi hasil kongres terutama pada rapat pleno I yang membahas tata tertib pemilihan. Dalam tata tertib itu disepakati waktu pemilihan diparipurnai pada pukul 13.30 WIB. Tapi, di pamflet yang disebar panitia tertera pukul 16.00 WIB.
“Ini sudah mengesankan bahwa ada nuansa politik di KPUM. Saya sebagai mahasiswa yang mengikuti penuh pelaksanaan kongres sangat keberatan atas ketimpangan ini,” ujar Habibi berapi-api dengan wajah geramnya.
Hairul Anam selaku Koordinator Divisi Hukum di KPUM dan menjadi Pimpinan Sidang ketika rapat pleno I dilangsungkan juga menyatakan keberatan dengan perubahan jadwal batas akhir pemilihan.
“Saya cukup heran atas penyebaran pamflet yang di dalamnya mengubah salah satu hasil kongres. Apalagi, itu tidak konfirmasi terlebih dulu kepada saya. Tata tertib yang sudah dikongreskan mestinya menjadi acuan utama dalam pelaksanaan pemilihan dan segala hal yang berkenaan dengan KPUM,” tegasnya merespons protes dari Habibi.
Anehnya lagi, tambah Anam, perubahan tersebut tanpa sepengetahuan dirinya. “Yang membuat pamflet bukan saya. Ada kepanitiaan khusus. Tapi yang pasti, perubahan tersebut di luar pengetahuan saya karena saya memang tidak mengurus hal-hal kecil seperti pamflet. Saya konsentrasi pada pelaksanaan kongres,” papar mahasiswa yang kini mengemban amanah menjadi ketua LPM itu.
Berangkat dari itulah, Anam minta penjelasan kepada ketua KPUM, Maswan. Tatkala dimintai penjelasan, Maswan menyatakan bahwa dirinyalah yang membuat perubahan tersebut.
“Saya dengan beberapa panitia menyepakati bahwa batas akhir penyontrengan ialah 16.00 WIB. Alasannya karena semester akhir di jadwal UAS akan beruji setelah pukul 13.30 WIB, sehingga kalau jadwal tidak diubah maka akan banyak mahasiswa yang tidak menyontreng,” katanya di depan beberapa panitia dan peserta kongres.
Alasan yang diberikan Maswan di atas tetap tidak diterima oleh Anam dan Habibi. Taufiq, salah satu mahasiswa yang juga mengikuti kongres, menguatkan keputusan Anam dan Habibi.
“Sekalipun alasan Sahabat Maswan bisa diterima secara akal, itu tidak lantas memiliki kekuatan untuk mengubah hasil kongres. Sebab, di organisasi mana pun kongres menempati posisi tertinggi,” ujarnya kalem.
Akhirnya, salah satu panitia yang juga mengemban amanah di Divisi Hukum, Ach. Taufiqil Aziz, menawarkan solusi untuk mencari jalan tengah dengan melibatkan pengawas pemilu dari partai dan dua calon ketua BEM Instika. Setelah tawaran itu diterima melalui proses yang cukup alot, nimbrunglah Ach. Qusyairi Nurullah dan Taqiyuddin, dua calon ketua BEM Instika, dalam perdebatan tersebut.
Perdebatan yang sempat menjadi perhatian banyak mahasiswa di TPS itu menuai hasil. Semuanya sepakat untuk tetap mengacu pada hasil kongres, yaitu penyontrengan diakhiri pukul 13.30 WIB. Alasannya, hasil kongres mempati posisi tertinggi yang tidak bisa diotak-atik kembali.
Sebagai akibatnya, pamflet yang mencantumkan waktu akhir penyontrengan pukul 16.00 WIB diubah. Akhirnya, dari 1460 mahasiswa yang punya hak pilih, kurang dari sepertiga yang melakukan penyontrengan, tepatnya 461 mahasiswa. Dari jumlah tersebut, Ach. Qusyairi Nurullah berhasil meraup suara 261, mengalahkan Ach. Taqiyuddin yang meraih 200 suara.
“Banyaknya mahasiswa yang tidak memilih ini, menurut saya, tidak lain karena perubahan informasi batas akhir pemilihan di pamflet,” kata koordinator divisi Pemilu Raya, Imam Ghazali.
Selasa, Juni 21, 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar